Maksud hati Udar Pristono ajukan kasasi agar
hukuman semakin berkurang. Apa daya, hakim kasasi justru menambah masa hukuman
penjara. Bahkan asetnya pun dirampas.
============
Nestapa Udar Pristono, mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI
Jakarta, semakin bertambah. Kasasi Udar ditolak Mahkamah Agung (MA). Hukuman
yang diterima Udar pun bertambah berat. Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi yang
diajukan kejaksaan, menambah masa hukuman Udar menjadi 13 tahun penjara dan
denda Rp1 miliar.
Sementara, pada pengadilan tingkat pertama, Udar hanya
divonis 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta. Jauh dari tuntutan jaksa yang mengajukan
tuntutan 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Vonis yang relative ringan itu
seolah memberi kekuatan pada diri Udar Pristono. Ketika vonis itu dibacakan
hakim ketua Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada 23 September
2015, Udar yang sebelumnya duduk di kursi roda, langsung berdiri tegak, seperti
tak menunjukkan tanda-tanda sedang sakit.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan, Pristono hanya
terbukti bersalah pada dakwaan kedua subsidair, yakni menerima uang gratifikasi
sebesar Rp 78,09 juta. Uang itu hasil selisih penjualan mobil dinas berplat
merah merk Toyota Kijang tipe LSX Tahun 2002 yang dijual pada tahun 2012.
Majelis Hakim juga menyatakan Pristono berhasil membuktikan
uang Rp 6,6 miliar yang disetor ke rekening BCA dan Mandiri oleh Suwandi,
berasal dari aset kekayaan harta warisan.
Pristono juga tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi
sesuai dakwaan pertama, terkait pengadaan bus TransJakarta tahun 2012 dan 2013.
Begitu pula dengan dakwaan ketiga mengenai tindak pidana pencucian uang, tidak
terbukti.
Atas putusan itu, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan
Tinggi (PT) DKI Jakarta. Hasilnya, setelah melalui serangkaian persidangan, pada
21 Januari 2016 lalu majelis hakim pengadilan banding memutuskan hukuman Udar
diperberat menjadi 9 tahun penjara.
Dalam putusannya, PT DKI Jakarta menyatakan, Udar Pristono
terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. "Putusan atas nama Udar
Pristono dinaikkan menjadi 9 tahun penjara," jelas Humas PT DKI, hakim
tinggi M Hatta.
Lagi-lagi jaksa menyatakan tidak puas dan terus mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung. "Kita belum puas dengan putusan banding. Karena
tuntutan kami 19 tahun. Kita kasasi," tegas Jaksa Victor Antonius. Udar
tidak mau kalah, dia mengajukan kasasi ke MA, beraharap ada keringanan hukuman.
Di tangan MA, Udar pun kembali mendapat hukuman yang lebih
berat. Majelis hakim yang beranggotakan Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan
Abdul Latif mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa dan memutuskan, Udar dihukum
13 tahun penjara. Selain itu, Udar wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 6,7
miliar. Apabila tidak dilunasi, hukumannya terancam ditambah empat tahun
penjara.
Anggota majelis hakim, Krisna Harahap mengatakan, Udar
terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Karena itu,
aset-aset yang dikuasai Udar, mulai dari rumah, apartemen, dan kondominium di
Bali harus disita untuk negara.
"Perbuatan mantan Kadis Perhubungan DKI itu, tipikal
pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi, karena keserakahan tanpa
mengindahkan hak-hak dan kebutuhan masyarakat," kata Krisna, Rabu (23/3).
Apakah jaksa juga akan melakukan upaya Peninjauan Kembali
(PK) atas putusan MA tersebut, agar tuntutan 19 tahun penjara bisa terwujud?
Apakah Udar terus berjuang sampai upaya PK?
Yang sudah sedikit pasti, Jaksa pada Kejaksaan Agung segera
mengeksekusi hukuman terhadap mantan Kepala Dinas Perhubungan DKl Jakarta, Udar
Pristono. Eksekusi itu setelah Mahkamah Agung menjatuhkan putusan atas kasasi
yang diajukan Udar. "Langsung eksekusi. Eksekusi badan maupun eksekusi
pidana tambahan lainnya," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, Victor
Antonius, Kamis (24/3).
Kendati begitu, Victor menyebut Kejaksaan masih menunggu
salinan putusan kasasi terlebih dulu dari MA. Kejaksaan akan mempelajari
putusan itu sebelum melakukan eksekusi. Hal itu diperlukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan eksekusi, mengingat sebagian aset milik Udar
diputuskan untuk dirampas negara.
"Kita mesti teliti kembali, mesti baca kembali, ini kan
putusan sudah berkekuatan hukum tetap, jadi tinggal pelaksanaan eksekusinya
nanti kita lihat, kita eksekusi," ujar Victor.
Putusan kasasi MA yang memperberat hukuman Udar Prsitono
diapresiasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah. “Saya belum
bisa komentar, karena saya belum terima petikan MA,” kata Arminsyah, di Gedung
Bundar, Kejaksaan Agung, Rabu (23/3) malam. Namun demikian, dia menyambut
dengan lega putusan tersebut, sebab hal ini membuktikan apa yang disidik dan
dituntut sudah on the track.
“Jadi, sementara itu dulu komentar saya,” ujarnya seraya
memasuki kendaraan dinasnya meninggalkan kerumunan wartawan.
Menanggapi putusan kasasi MA, pengacara Udar Pristono, Tonin
Tahta Singarimbun, mengatakan, keputusan MA tersebut telah menyalahi aturan
tata acara kasasi. Sebab, dia meyakini, proses kasasi itu belum memiliki nomor
kasasi hingga Rabu (23/3) sore, tetapi sudah langsung diputus.
"Mereka jelas belum memiliki pertimbangan, tetapi
langsung menjatuhkan putusan. Ini bentuk MA untuk mencari popularitas setelah
kasus korupsi yang menimpa lembaga itu beberapa waktu lalu," kata Tonin.
Kasus korupsi yang dilakukan Udar mengemuka setelah sejumlah
bus Transjakarta baru asal Tiongkok ditemukan berkarat pada tahun 2014. Atas
temuan itu, Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan menetapkan Udar Pristono
sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 9 Mei 2014.
Selain Udar, Kejaksaan Agung juga menetapkan tersangka pegawai
Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, Prawoto. Dua tersangka lain dalam kasus itu ialah Drajad Adhyaksa
dan Setyo Tuhu yang berasal dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Dari pihak
swasta, Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso, dan
Direktur PT Korindo Motors, Chen Chong Kyong.
Berapa kerugian Negara? Berdasarkan penghitungan ulang yang
dilakukan pihaknya, kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor
Nainggolan, telah terjadi dugaan mark up dalam proses pelelangan bus
transjakarta sebesar Rp 53 miliar.
"Mark up yang sudah terdeteksi itu sebanyak Rp
53 miliar itu potensi yang bisa menjadi kerugian negara dalam proyek pengadaan
bus seharga Rp 1 trilun itu," kata Azas Tigor.
Menurut Azas Tigor, kerugian tersebut mucul lantaran dalam
proses lelang pihak Dinas Perhubungan, selaku panitia lelang, membuat
klasifikasi melalui lima paket lelang dengan beberapa daftar harga yang
berbeda-beda. Karena itu, setiap perusahaan pengadaan bus Transjakarta
mendapatkan harga yang berbeda. Sehingga, karena dalam pelelangannya dilakukan
secara terpecah-pecah maka potensi mark up-nya terlihat.
"Berbagai opsi lelang sebenarnya bisa dilakukan, salah
satunya adalah dengan hanya membuka lelang untuk satu paket per tipe bus.
Dengan hanya membuka lelang satu paket saja, maka potensi keberagaman harga
dapat hilang. Sehingga, jika satu kali lelang saja dengan spesifikasi yang
sama, dapat mengirit keuangan sampai Rp 53 miliar," kata Azaz Tigor. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar