Meskipun pembahasan RUU Advokat sudah resmi berakhir, namun Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menyatakan akan tetap waspada. Ketua DPC PERADI Jakarta Pusat, Jamaslin James Purba mengatakan PERADI akan terus memantau perkembangan di DPR. Menurut dia, kemungkinan RUU Advokat masuk lagi dalam daftar legislasi DPR bukan suatu hal yang mustahil.
“PERADI akan tetap alert (waspada), karena sewaktu-waktu RUU Advokat bisa saja dimasukkan lagi ke DPR, makanya kita tidak mau kecolongan lagi,” ujar James ditemui di sela-sela acara diskusi informasl DPC PERADI Jakarta Pusat di Jakarta, Rabu malam (8/10).
James menegaskan bahwa PERADI akan konsisten menolak UU Nomor 18 Tahun 2003tentang Advokat diganti jika undang-undang penggantinya justru memperlemah peran dan keberadaan advokat. Menurut dia, UU Advokat yang baru seharusnya menjadikan profesi advokat lebih baik, bukan sebaliknya.
Dia menambahkan, landasan ide pihak-pihak yang mendorong perubahan UU Advokat harus jelas. Menurut James, harus ada kajian yang komprehensif untuk membedah bagian mana dari UU Nomor 18 Tahun 2003 yang dianggap sebagai kekurangan. Kajian ini juga harus melibatkan ahli yang kompeten.
“Kalau persoalannya di organisasi PERADI, ya mari kita bicarakan bersama melalui forum organisasi, bagian mana yang harus diperbaiki dan apa solusinya. Ingat, anggota kita itu sudah 35 ribu, jadi nasib mereka juga harus diperhatikan,” papar James.
Terkait peta politik di DPR sekarang, James mengaku belum bisa membaca apakah Koalisi Merah Putih atau Koalisi Indonesia Hebat akan mendukung atau tidak gagasan perubahan UU Advokat. Pasalnya, lanjut dia, advokat PERADI yang menjadi anggota legislatif tersebar di dua kubu bersebarangan itu.
“Advokat PERADI ya ada yang di Koalisi Merah Putih, ada juga di Koalisi Indonesia Hebat. Jadi sulit menentukan kubu mana yang mendukung atau tidak mendukung,” ujar James yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia.
Anggota DPR 2014-2019, Henry Yosodiningrat mengatakan proses legislasi DPR tidak mengenal sistem ‘lungsuran’. Artinya, RUU yang tidak rampung pembahasannya tidak otomatis dilanjutkan oleh DPR periode berikutnya. Makanya, kalaupun akan diajukan lagi, RUU Advokat bisa menjadi usulan pemerintah atau inisiatif DPR.
“Bukan membahas ulang rancangan yang kemarin, dan itu sudah dinyatakan tidak dilanjutkan, maka harus di-drop itu. Ngapain barang rusak dibahas lagi, lebih baik dari ulang lagi,” jelas Henry yang juga berprofesi advokat.
Menurut Henry, dirinya bukan ‘alergi’ terhadap ide perubahan UU Advokat. Faktanya, UU Advokat masih memiliki sejumlah kelemahan. Salah satunya, sebut dia, terkait kedudukan advokat yang belum setara dengan aparat penegak hukum lainnya. Sebagai sesama penegak hukum, advokat seharusnya diposisikan sejajar dengan penegak hukum lainnya seperti polisi dan jaksa.
Henry berpendapat satu hal yang tidak bisa diubah dari UU Advokat adalah konsep wadah tunggal (single bar). Menurut dia, single bar mutlak tidak bisa diubah. Henry mengkritik materi RUU Advokat yang digodok DPR periode sebelumnya, karena mengatur tentang pembentukan organisasi advokat dengan begitu mudah.
“Tetapi harga mati itu mengenai single bar, tidak ada itu multi bar, diketawain dunia kita. Bisa bayangkan buruknya RUU yang kemarin itu, masa’ 30 sekian orang bisa berkumpul dan buat organisasi dan mengangkat, menyumpah, mau jadi apa bisa ada ratusan organisasi profesi,” paparnya lagi. (www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar