Nasib lembaga non-struktural di tangan presiden. Kementerian Pan dan RB sudah menyorongkan usulan pembubaran lembaga yang kebanyakan dibentuk sebagai wujud euphoria reformasi itu.
================
Akhir Januari 2016 lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi menyampaikan
sepekan ke depan ada kepastian pembubaran 14 lembaga non-struktural (LNS) yang
telah direkomendasikan kementeriannya. Tapi sampai pekan ketiga Februari,
kepastian itu belum terlihat, masih dengan kata-kata pecan depan.
"Saya sudah minta ke Menko Polhukam (Menteri
Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan) minggu depan, minta supaya sudah
diputuskan (14 lembaga yang akan dibubarkan) karena kami akan mengevaluasi lagi
(keberadaan) 78 lembaga lainnya," ungkap Yuddy yang ditemui di kantor
Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (19/2).
Menurut Yuddy, Presiden Jokowi sudah memberikan arahan
kepada Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan perihal keputusan pembubaran 14
lembaga non-struktural. Kemudian, rapat di Kemko Polhukam sudah selesai,
sehingga tinggal mengambil keputusan saja.
Repotnya, Yuddy enggan menjabarkan ke 14 lembaga non-struktural
yang direkomendasikan dibubarkan. Dia hanya mengatakan lembaga yang paling
banyak dibubarkan di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat (kesra).
Yuddy menjelaskan rekomendasi pembubaran didasarkan kajian
selama delapan bulan. Dengan indikator pada fungsi, tugas, dan kewenangan
organisasi non-struktural. Wacana pembubaran lembaga non-struktural telah
mengemuka sejak pertengahan tahun 2015. Ketika itu, Yuddy mengungkapkan bahwa
komite pengarah reformasi birokrasi nasional yang dipimpin oleh Wakil Presiden
Jusuf Kalla tengah mengkaji penghapusan atau penggabungan lembaga atau komisi
negara yang berada langsung di bawah Presiden RI. Dengan pertimbangan,
efisiensi.
Lalu awal November 2015, seperti disampaikan Kepala Kantor
Staf Presiden Teten Masduki, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mendapatkan
laporan rekomendasi 14 lembaga non-struktural yang akan dibubarkan. Namun
ketika itu belum ada persetujuan presiden tentang pembubaran itu. "Belum
disetujui. Masih dilaporkan ke Presiden," ujar Teten di Kompleks Istana
Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2015).
Pegiat antikorupsi itu menyebutkan, sebelumnya pemerintah
telah membubarkan sepuluh lembaga non-struktural yang dianggap memiliki fungsi
yang hampir sama dengan lembaga lainnya atau bahkan tidak lagi dibutuhkan.
Ke-10 lembaga non-struktural yang dibubarkan itu adalah Dewan Penerbangan dan
Antariksa Nasional; Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; Dewan Buku Nasional; Komisi Hukum
Nasional; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional; Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan; Badan
Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; Komite Aksi Nasional
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; Dewan Pengembangan
Kawasan Timur Indonesia; dan Dewan Gula Indonesia.
Pembubaran, katanya, bertujuan menyederhanakan lembaga
sebagai bagian dari reformasi birokrasi. "Jadi semangatnya itu evaluasi
atau bisa saja dibubarkan seperti yang sepuluh lembaga terjadi di
awal-awal," tandasnya.
Menteri Yuddy Chrisnandi menjelaskan pemerintah membubarkan
14 lembaga non-struktural yang dianggap tidak lagi diperlukan keberadaannya. "Presiden
secara lisan sudah setuju dengan hasil rekomendasi Kemenpan-RB," katanya.
Yuddy berpandangan, Presiden telah memerintahkan
kementeriannya untuk mengevaluasi 25 lembaga non-struktural yang dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Presiden. Setelah mengevaluasi lembaga-lembaga itu,
kementeriannya lalu merekomendasikan untuk membubarkan 14 lembaga
non-struktural.
Politisi Partai Hanura itu memaparkan, lembaga-lembaga
non-struktural tersebut harus dibubarkan dalam rangka efisiensi anggaran,
efisiensi struktur, efisiensi kewenangan, dan efisiensi sumber daya manusia.
Dia pun menjamin para pegawai negeri sipil di lembaga-lembaga
yang bakal dibubarkan akan dipindah-tugaskan ke lembaga lain, sementara pekerja
lepasnya akan diberi pesangon oleh pemerintah.
Menanggapi langkah Pemerintah membubarkan lembaga
non-struktural, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bisa memahami itikad pemerintah
yang berniat melakukan pembubaran lembaga-lembaga yang dianggap sudah tidak
diperlukan lagi.
Lembaga semi negara, demikian Fahri menyebutnya, dibentuk
dengan tujuan sebagai lembaga transisi. Dalam banyak hal, ujar dia, pembentukan
lembaga yang bersifat ad hoc itu muncul karena dilatarbelakangi
kekecewaan terhadap lembaga lama yang terlebih dulu ada.
Fahri menilai pemerintahan Joko Widodo sudah berjalan pada
jalur yang tepat dalam hal pengkajian lembaga-lembaga yang tidak diperlukan
lagi. Dia menegaskan dalam posisi memberikan dukungan terhadap niatan
pemerintah agar bisa melakukan penghematan dan meminimalisir kericuhan.
Untuk itu, lanjut Fahri, mulai saat ini diperlukan
kehati-hatian dalam membentuk undang-undang yang memandatkan pembentukan
lembaga negara. Sebab, pada akhirnya rentan memicu konflik kepentingan di
antara-sesama lembaga itu sendiri. (BN)
Boks:
BOPI dan BSANK Keberatan
Dua di antara 15 lembaga non-struktural yang diusulkan
dibubarkan atau dibelur adalah Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) dan
Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK).Kementerian
Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pun langsung tanggap. Kedua lembaga itu lalu
mengikuti rapat koordinasi khusus di Kantor Kementerian Koordinator Politik,
Hukum dan Keamanan (Polhukam) Jakarta, Jumat (29/1/2016). Dan, Kemen PAN RB
diperintahkan terlebih dulu mendengarkan presentasi keberatan dari pihak
Kemenpora dan yang menaungi kedua badan tersebut.
“Rapat hanya berlangsung 15 menit. Setelah kami dari
Kemenpora menyampaikan keberatan dan Kemenpora minta presentasi dulu ke
Kemenpan, rapat langsung ditutup dan Menko Polhukam mengintsruksikan agar
Kemenpan mendengar presentasi Kemenpora,” kata Semenpora Alfitra Salamm usai
mengikuti rapat koordinasi khusus di Kantor Kementerian Koordinator Politik,
Hukum dan Keamanan (Polhukam) yang membahas rekomendasi Kemenpan soal
pembubaran BOPI dan BSANK.
Terkait BOPI dan BSANK, pihak Kemenpora menyampaikan
keberatan karena menilai alasan yang dikedepankan KemenPAN RB masih harus
dikaji dan secara yuridis formal tidak tepat. Alfitra menjelaskan, Pembentukan
BSANK secara yuridis diamanatkan dalam ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Organisasi dan tata kerja
BSANK ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Susunan, Kedudukan, dan Tata Kerja Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional
Keolahragaan.
Presiden Joko Widodo juga sudah mengangkat 9 (sembilan)
orang Anggota BSANK melalui Keputusan Presiden Nomor Nomor
170/M Tahun 2015 pada tanggal 4 November 2015. Sembilan anggota tersebut
adalah Sony Teguh Rilaksono, M.Pd, MBA, H.M. Anwar Rahman, SH, MH., Prof. Dr.
Mulyana, M.Pd., Dr. Lily Greta Karmel., Dr. Edy Purnomo, M.Kes. AIFO., Prof.
Dr. Hari Amirullah Rachman, M.Pd., Drs, Agus Mahendra, MA., Dr. Linda Darnela
dan Hani Hasyim, M.Si.
Menurut Sesmenpora, kebutuhan atas pembentukan BSANK
guna menjalankan tugas dan fungsi
standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi merupakan hal yang mutlak diperlukan
mengingat luasnya cakupan bidang tugas dan fungsi standardisasi, akreditasi,
dan sertifikasi dalam sistem keolahragaan nasional yang tidak mungkin ditangani
secara bersamaan dengan tugas dan fungsi Kementerian.
Sementara BOPI, dari aspek yuridis, historis dan faktual,
eksistensinya sah dan sangat diperlukan. Tugas dan fungsi BOPI sebagaimana
diatur dalam ketentuan UU SKN dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007
sangat luas dan strategis dalam menopang peningkatan prestasi olahraga,
perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan Industri Olahraga perlu
ditangani secara mandiri dan professional oleh BOPI.
Secara historis, Sesmenpora menuturkan, BOPI sudah terbentuk
sejak tahun 1971 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1971, oleh
karenanya dengan kelahiran UU SKN 2005 pembentuk undang-undang memandang sangat
perlu bahwa tugas dan fungsi pembinaan, pengembangan, pengawasan dan
pengendalian olahraga profesional tetap dilanjutkan untuk ditangani oleh BOPI
dan tidak diintegrasikan dalam tugas-tugas Kementerian. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar