Minggu, 03 April 2016

Kurir pun Dapat Tambahan Hukuman




Menjadi kurir, terutama kurir suap, penuh risiko. Selain berurusan dengan yang berwajib, sulitlah mengelak dari jerat hukuman.
=============

Kasus dugaan suap dan korupsi yang kini membelit Fuad Amin, mantan Bupati Bangkalan yang sekarang jadi Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, terus menggelinding. Hukuman terhadap mereka yang terlibat di dalamnya yang semula mendapat hukuman relatif ringan, di tangan hakim kasasi semakin bertambah masa hukumannya. Bahkan, aset milik Fuad Amin dirampas negara.  

Setidaknya ada tiga nama yang menerima tambahan masa hukuman penjara. Pertama  Antonius Bambang Djatmiko. Pada 6 April 2015, Jaksa KPK mengajukan tuntutan 3 tahun penjara kepada Direktur HRD PT Media Karya Sentosa yang didakwa memberi jatah bulanan kepada Fuad Amin untuk medapatkan blok migas di Bangkalan. Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menjatuhkan 2 tahun penjara kepada Bambang pada 20 April 2015. Vonis ini lalu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 25 Agustus 2015.

Jaksa KPK kurang puas atas putusan banding itu. Jaksa lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dan awal Februari 2016 muntusan putusan kasasu. "Mengabulkan kasasi jaksa pada KPK," demikian dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Senin (28/3/2016). Duduk sebagai ketua majelis Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Krisna Harahap dan MS Lumme. Perkara nomor 2707 K/PID.SUS/2015 diketok pada 2 Februari 2016. Selain itu, Antonius juga dihukum denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan penjara. MA beralasan memperberat hukuman karena pertimbangan majelis tingkat pertama dan banding kurang pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd).

Yang kedua, Abdur Rouf, orang dekat Fuad Amin. Jaksa menuntut Rouf dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Tapi Pengadilan Tipikor Jakarta hanya menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara. Vonis ini kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Menanggapi vonis ini, jaksa juga mengajukan kasasi dan meminta agar Rouf dihukum sesuai tuntutan.

Setali tiga uang dengan Antonius, Rouf dijatuhi pula hukuman lebih berat dari tuntutan. Oleh MA, hukuman Rouf diperberat menjadi 5 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Abdul Latief.

Dan ketiga, Fuad Amin. Semula Fuad dihukum 8 tahun penjara dan hartanya tidak dirampas. Tapi Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menambah hukuman Fuad menjadi 13 tahun penjara dan aset Rp 250 miliar dirampas negara. Aset itu dalam bentuk rumah, tanah, kendaraan, apartemen hingga berbagai investasi di bank. Putusan ini sedang diuji kembali di tingkat kasasi. Fuad kini menjabat Ketua DPRD Bangkalan sedangkan anaknya, Makmun Ibnu Fuad, duduk sebagai Bupati Bangkalan.

Atas putusan banding PT DKI Jakarta itu, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan kasasi ke MA. "Minggu lalu KPK mengajukan kasasi terhadap keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap terdakwa FAI (Fuad Amin Imron - red)," jelas Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/2/2016).

Meski hukuman terhadap Fuad diperberat, KPK tidak dapat menerima putusan itu karena sejumlah harta Fuad yang disita harus dikembalikan.  Menurut Priharsa, putusan majelis hakim PT DKI Jakarta tidak sesuai dengan tuntutan jaksa. "Keputusan tersebut belum sesuai dengan tuntutan dari JPU, termasuk di dalamnya mengenai perampasan harta," kata Priharsa.

Di pengadilan tingkat pertama, harta Fuad yang disita sebesar Rp 250 miliar berupa harta bergerak dan tidak bergerak. Oleh PT DKI Jakarta, sebagian dari harta tersebut dikembalikan atas pertimbangan majelis hakim. Namun, jumlah harta Fuad yang diputuskan untuk dikembalikan masih dihitung. Selain itu PT DKI Jakarta juga mencabut hak politik Fuad Amin.

Fuad dianggap terbukti melakukan korupsi saat masih menjabat sebagai bupati Bangkalan dan melakukan pencucian uang. Selama menjadi Bupati Bangkalan dan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad disebut telah menerima uang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi terkait jabatannya, yaitu menerima dari bos PT MKS Antonius Bambang Djatmiko sebesar Rp 18,05 miliar.

Uang suap diberikan Bambang agar Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan memuluskan perjanjian konsorsium kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya, serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.

Fuad juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan mengalihkan harta kekayaannya ke sejumlah rekening di bank.

Selain itu, terdapat juga pembelian sejumlah aset berupa tanah dan bangunan serta mobil yang diatas-namakan istri dan anak Fuad.

Dalam persidangan terungkap bahwa Fuad menggunakan identitas berbeda untuk membuka sejumlah rekening di bank. Selain menggunakan identitas dengan namanya sendiri, Fuad juga menggunakan identitas orang lain dalam membuka rekening untuk menyimpan harta kekayaannya.

Kasus ini bermula saat Direktur HRD PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonius Bambang Djatmiko memberikan jatah bulanan kepada Bupati Bangkalan Fuad Amin. Tujuannya agar MKS memenangkan tender blok migas di Bangkalan. Jatah bulanan ini bervariasi, dari Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.

Kesepakatan jahat itu terbongkar saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus rencana Bambang yang akan memberikan jatah bulanan Rp 700 juta ke Fuad Amin pada tanggal 1 Desember 2014. Bambang menyuruh anak buahnya, Sudarmono, sedangkan Fuad menyuruh Abdur Rouf.

Saat sesama kurir itu sedang serah terima uang di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, petugas KPK mencokok keduanya. KPK langsung mengejar Bambang yang ada di rumahnya di Jakarta dan Fuad yang ada di Bangkalan. Kasus ini pun terkuak, termasuk harta fantastis Fuad yang mencapai Rp 250 miliar. Mereka yang terlibat di kasus ini diadili secara terpisah.  

Proyek senantiasa menggiurkan. Oknum selalu saja mencari celah untuk bermain. Dengan dijatuhkannya hukuman terhadap “pelaku” setingkat kurir, adakah efek jera? Tidak mudah memang untuk menjerakan pada penerima suap dan koruptor yang telah membuat kerusakan di muka bumi, minimal kerusakan tatanan ekonomi dan perizinan. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar