Setelah 11 bulan merasakan pengabnya penjara, komedian H. Mandra akhirnya merasakan kebebasannya, pada Kamis, 11 Pebruari 2016. Bahkan, ia pun sudah mengadakan syukuran di kediamannya dengan mengajak anak-anak panti asuhan, kerabat dan teman-temannya serta komunitas Pandan Lovers, pada Minggu, 14 Pebruari 2016.
Mandra dihukum 1 tahun potong masa tahanan dan denda Rp 50 juta subider 2 bulan kurungan untuk tindak pidana korupsi. Masa hukuman Mandra berakhir 6 Maret 2016. Namun karena sudah menjalani 2/3 masa hukuman dan sudah membayar uang denda Rp 50 juta, maka Mandra pun menjalani Pembebasan Bersyarat (PB), mengingat ia telah menjalani masa hukuman lebih dari 2/3.
“Alhamdulillah, akhirnya saya bisa menghirup udara bebas,” ujar Mandra senang, sembari bergantian memeluk Penasehat Hukumnya Wawan Tunggul Alam dan Agus Prahara dari kantor Juniver Girsang & Partners. Saat itu, ia dijemput Mila, istrinya, dan Nani, staffnya yang setia dan Juned, rekannya.
Bagi yang mengerti hukum, putusan hakim yang dijatuhkan terhadap Mandra memang terbelang aneh. Betapa tidak. Satu hakim menyatakan bebas, sedangkan dua hakim lainnya menghukum 1 tahun dengan pertimbangan Terdakwa H. Mandra tidak terbukti korupsi, tetapi karena kekhilafan, di mana Mandra telah meminjamkan perusahaannya yang menyebabkan orang lain melakukan tindak pidana korupsi.
“Inti delik atau bestandelen dalam tindak pidana korupsi itu harus terpenuhi adanya unsur mens rea atau niat dari pelakunya dan adaactus reus atau perbuatan yang dilakukan pelaku. Nah, dalam perkara Mandra ini kedua inti delik itu tidak terbukti, makanya salah satu hakim memberikan dissenting opinion (pendapat yang berbeda) Mandra bebas. Sedangkan, dua hakim menyatakan Mandra melakukan kekhilafan yang membuat orang lain mempunyai kesempatan melakukan korupsi. Padahal, kekhilafan itu tidak merupakan unsur delik dalam tindak pidana korupsi,” jelas Wawan Tunggul Alam, penasehat hukum Mandra.
Lebih lanjut, Wawan Tunggul Alam juga menjelaskan yang dimaksud kekhilafan itu umpamanya seseorang mengendarai mobil menabrak orang hingga tewas. Sepanjang ia tidak terbukti sengaja menabrakkan orang itu hingga tewas maka ia memenuhi unsur kekhilafan karena ketidakhati-hatiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia sehingga dia bisa dihukum pidana penjara. “Tetapi, kekhilafan itu semestinya tidak dapat diberlakukan dalam tindak pidana korupsi,” jelasnya, sembari menambahkan Mandra sendiri sudah lelah di dalam penjara sehingga tidak ingin mengajukan upaya banding dan menerima putusan pengadilan.
Dalam pertimbangannya, kedua majelis hakim yang memutus H.Mandra bersalah menyatakan, “Kesalahan terdakwa bukanlah karena terdakwa mengambil uang negara atau menikmati uang negara dari suatu tindak pidana korupsi. Akan tetapi haji Mandra dinyatakan bersalah karena mengizinkan Andi Diansyah dan memberikan kuasa kepadanya untuk menggunakan PT Viandra Production milik terdakwa untuk mengikuti pengadaan program siap siar LPP TVRI dengan menyertakan tiga buah film miliknya dalam proses lelang. Andi Diansyah dan Iwan Chermawan malahan memanfaatkan kepercayaan yang diberikan terdakwa (Mandra) tersebut untuk menyetujui tiga kontrak film yang dimiliki terdakwa (Mandra) dengan me-mark-up nilai harga yang tidak wajar,” begitu pertimbangan dua majelis hakim yang memvonis Mandra bersalah.(http://wartapena.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar