Minggu, 17 Januari 2016

Epe Divonis 4,5 Tahun Penjara




Mantan Wali Kota Tomohon divonis bersalah. Dan dia cukup menjalani tak sampai setengah dari tuntutan jaksa.
===============

Setelah menunggu kepastian waktu lebih dari dua bulan, akhirnya mantan Wali Kota Tomohon, Jeferson Soleiman Montesgiue Rumajar, menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manado, Jumat (8/1). Dia divonis 4 tahun 6 bulan penjara dipotong masa tahanan dalam sidang yang berlangsung selama dua jam itu.

Sidang putusan dipimpin hakim ketua Aminal Umam SH MH, hakim anggota Vincentius Banar SH MH, Darius Naftali SH MH, Wennynanda SH, Nich Samara SH MH.

Sebelumnya, pada akhir Oktober 2015 lalu, saat sidang penuntutan di PN Tipikor Manado, tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK --Budi Nugraha, Trianggoro Mukti dan Pulung Rindandoro—mengajukan tuntutan 10 tahun penjara terhadap mantan Walikota Tomohon, Sulawesi Utara, Jefferson Rumajar. Bagi tim jaksa, tuntutan hukuman tersebut sudah maksimal karena sesuai bukti perbuatan terdakwa yang mana telah secara sengaja melakukan korupsi guna untuk kepentingan pribadi.

Persidangan putusan perkara yang menjerat mantan Waliko Kota Tomohon sempat tidak jelas kepastian waktunya. Pasca sidang penuntuntan hukuman, Ketua Majelis Hakim Aminal Umam SH, MH, sempat bertutur, dalam waktu dekat sidang putusan hukuman terhadap Epe segera digelar. Namun hingga akhir tahun 2015, sidang putusan itu belum ja dilaksanakan. Tiga jaksa penuntut umum KPK itu harus kecewa lantaran. “Seharusnya sidang kasus korupsi ini sudah tuntas akhir tahun lalu. Coba lihat, waktu sidang penuntutan digelar akhir Oktober, masuk bulan Desember 2015 seharusnya sudah selesai. Kalau soal kecewa, bisa saja ada rasa itu, sebab kami harus bolak balik Jakarta-Manado,” ujar Budi Nugraha, saat menanggapi jadwal persidangan kasus korupsi tersebut terlalu boros waktu.

Seiring waktu berjalan, akhirnya kepastian jadwal sidang kasus korupsi anggaran APBD Tomohon tahun anggaran 2009-2010 itu digelar pada Jumat (8/1) pekan lalu. Terdakwa Epe yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan bercelana hitam terlihat tenang saat duduk di kursi pesakitan. Sesekali pandangan matanya tertuju kepada para wartawan yang acapkali mengabadikan sosoknya yang terlihat agak sedikit kurus.

Ketika sidang akan dimulai, ketua hakim majelis Aminal Umam, membuka persidangan tersebut dengan melontarkan kalimat pendek dengan nada bertanya terhadap Epe, “Apakah Anda sehat?” Langsung dijawab Epe bahwa dirinya sehat. Hakim pun segera memulai persidangan.

Singkat certia proses jalannya persidangan itu berlangsung lancer. Tibalah saatnya pembacaan putusan hukuman oleh Ketua Majelis Hakim Aminal Umam yang didampingi empat hakim anggota masing-masing Vincentius Banar, Darius Naftali, Wenny Nanda dan Nick Samara. Dalam amar putusan yang dibacakan Aminal Umam,  terdakwa Epe divonis 4 tahun 6 bulan penjara.

Selain itu dia juga harus membayar denda Rp200 juta atau subsider hukuman dua bulan penjara serta harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 19 miliar. Hukuman penjara ditambah denda dan ganti rugi uang negara itu dibebankan kepada terdakwa, karena menurut ketua majelis hakim bahwa perbuatan terdakwa Epe secara sah dan meyakinkan telah melanggar undang-undang tindak pidana korupsi yang mengacu pada pasal 2 ayat 1, jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, jo pasal 53 ayat (1), KUHP jo pasal 65 ayat (1), KUHP jo pasal 5 ayat (1) huruf a ditambah undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 71 KUHP.

Bagi Epe, putusan hukuman tersebut di luar dugaannya. Sebab pada sidang penuntutan sebelumnya, Epe dituntut hukuman  sepuluh tahun penjara. “Saya kira putusan hukuman buat saya itu cukup maksimal. Dan saya tidak akan melakukan banding. Hukuman penjara itu sudah sesuai dengan perbuatan saya. Pokoknya urusan saya dengan kasus ini sudah selesai,” kata Epe usai persidangan.

“Bagi saya,” sambungnya lagi, “Berapa lama pun hukuman yang harus saya jalani, pada prinsipnya saya siap, termasuk kurungan penjara 4 tahun 6 bulan ini. Saya terima dan akan saya jalani serta tidak ada niat untuk banding.”

Boleh dibilang Epe termasuk beruntung lantaran vonis hakim itu jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa. Walhasil, tiga jaksa penuntut umum KPK merasa tidak puas dengan putusan majelis hakim tersebut.

“Yah, tidak puas, karena tidak sesuai dengan tuntutan kami. Tuntutan kami 10 tahun. Nanti kita akan laporkan ke pimpinan (maksudnya pimpinan KPK-red). Putusan belum berkekuatan hukum tetap. Kita akan laporkan dulu, setelah itu bagaimana hasilnya nanti kita beberkan,” jelas Budi Nugraha.

Disinggung soal penjelasan terdakwa Epe bahwa dirinya hanya menggunakan uang hasil korupsi sebesar Rp19. miliar, sementara jumlah kerugian uang negara totalnya Rp70 miliar. Sisanya Rp51 miliar lagi hingga kini masih kabur, menurut Nugraha, selisih kerugian uang negara itu akan dibahas dengan pimpinan KPK.

Ihwal putusan hukuman kasus miiaran APBD Tomohon ini juga diam-diam ikut menyita perhatian Komisi Yudisial (KY) RI. Tampak beberapa personil kantor penghubung KY perwakilan Sulut hadir dalam sidang putusan Epe guna melakukan pemantauan terhadap para hakim. Maksudnya, mereka hadir sekadar menyaksikan jalannya persidangan sekaligus mencermati kemungkinan adanya pelanggaran terhadap kelima hakim majelis tersebut. Jika ada maka mereka bakal diproses sesuai mekanisme yang berlaku.      

Kembali ke masalah Epe, bila dikonfrontir dengan penjelasan terdakwa dalam beberapa kali sidang sebelumnya, bahwa kasus korupsi anggaran APBD Tomohon (TA) 2009-2010 ini tak hanya Epe seorang yang menikmati uang hasil korupsi. “Saya pernah katakan di persidangan sebelumnya bahwa di saya itu hanya Rp19 miliar. Itu sudah sesuai dengan fakta audit oleh jaksa penuntut umum KPK. Nah, sisanya Rp51 miliar lagi digunakan oleh siapa, saya tidak tahu,” katanya.

Tapi saat ditanya apakah kasus ini  ada indikasi koneksitas dengan para legislator DPRD Kota Tomohon, Epe hanya tersenyum sambil berkata itu ranahnya KPK untuk mengusutnya.

Berdasarkan dakwaan JPU KPK dalam persidangan sebelumnya, perbuatan penyalah-gunaan dana APBD itu dilakukan terdakwa bersama Yan Lamba, Frans A. Sambow dan Eduard Paat. Ketiga nama ini di era kepemimpinan Epe sebagai Wali Kota Tomohon 2009-2010, masing-masing menjabat kepada dinas dan kepala badan pengelolaan keuangan dan aset daerah Kota Tomohon. Kala itu, sekitar Januari 2009 hingga Agustus 2010, terdakwa telah memerintahkan Yan Lamba dan Frans Sambow untuk melakukan pencairan dana kas daerah Kota Tomohon. Selain untuk kepentingan pribadi terdakwa juga untuk pembayaran dan penggunaan kegiatan yang tidak dianggarkan dalam APBD.

Menindak-lanjuti perintah terdakwa, Yan Lamba lalu menyuruh Frans Sambow mencairkan cek yang sudah ditanda-tanganinya tanpa harus melalui prosedur pencairan   sebenarnya atau tidak didukung dengan penerbitan surat permintaan pembayaran (SPP). Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa secara berulang kali. Sehingga negara harus merugi sampai Rp70 miliar. Dari uang sebesar itu diduga ada sekitar Rp34 miliar mengalir ke kantong pribadi terdakwa Epe. Namun fakta persidangan menyebutkan Epe hanya menggunakan uang hasil korupsi sebesar Rp19 miliar.

Sekadar diketahui kasus korupsi APBD Tomohon ini sampai di meja hijau setelah pihak KPK berhasil merampungkan hasil penyidikan atas keterlibatan Epe. Sehingga KPK merasa harus melibatklan diri untuk mengadili Epe lantaran jumlah kerugian uang negara yang diselewengkan terdakwa cukup besar. Karena itu jaksa KPK menuntut terdakwa dengan hukuman sepuluh tahun penjara ditambah bayar denda Rp350 juta serta uang pengganti Rp30 miliar. Namun semua tuntutan KPK itu ditepis habis oleh majelis hakim. Pertama dari tuntutan hukuman sepuluh tahun penjara diputus hakim majelis menjadi 4 tahun 6 bulan penjara. Selanjutnya uang denda Rp350 juta dan ganti rugi Rp30 miliar dipangkas menjadi Rp200 juta dan uang ganti rugi cuma Rp19 miliar.

Bagi Epe, kasus ini merupakan kali kedua dialaminya. Sebelumnya Epe pernah divonis 13 tahun penjara oleh pengadilan negeri (PN) Tipikor Jakarta, setelah terbukti bersalah melakukan korupsi anggaran APBD Tomohon periode 2006-2008. DIDI WONGSO (Sulut)      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar