"Tidak ada lagi proses hukum setelah keputusan itu. Ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi," kata I Gede yang tak lain saksi ahli sidang praperadilan Ilham Arief Sirajuddin, bekas Wali Kota Makassar, dalam rilisnya Rabu 6 Mei 2015.
.Ilham ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus Perusahaan Daerah Air Minum Makassar pada Mei tahun lalu. Ia diduga terlibat dalam korupsi rehabilitasi, kelola, dan transfer pengolahan instalasi air antara Pemerintah Makassar dan pihak swasta pada 2006-2012. Dugaan kerugian negara dalam proyek itu sebesar Rp 38 miliar.
Bekas Ketua Demokrat Sulawesi Selatan itu mengikuti jejak sejumlah tersangka korupsi yang mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Persidangannya dimulai sejak awal pekan ini. Gugatan mulanya digulirkan oleh Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan memenangkannya.
Menurut I Gede, penetapan tersangka terhadap Ilham juga melanggar hukum acara pidana dan hak asasi manusia. Sebab Ilham selama setahun dibiarkan menyandang status pesakitan tanpa dipanggil oleh lembaga antikorupsi tersebut.
Pasal 50 ayat 1 sampai 3 beleid acara pidana, kata dia, menyebutkan proses penyidikan harus segera diajukan ke penuntut umum untuk kemudian diproses dalam pengadilan. Itu juga diatur dalam ketentuan Kovenan Internasional Hak Sipil dan politik pasal 14 ayat 3. "Makanya, hak-hak sipil dan politik tersangka juga dilanggar," ucapnya. (www.tempo.co)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar