Rabu (15/4), BPJS Kesehatan menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Diteken pimpinan kedua lembaga, BPJS Kesehatan dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) sepakat kerjasama ini berlaku hingga dua tahun ke depan. Sebelumnya, kerjasama serupa dijalin dengan Kejaksaan Tinggi di Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, dan Jawa Barat
Menurut Direktur Komunikasi, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro, kesepakatan bersama itu dijalin untuk memastikan agar para pemangku kepentingan mematuhi regulasi jaminan kesehatan. Selain itu, kerjasama bertujuan mengantisipasi persoalan hukum yang potensial muncul dalam pelaksanaan jaminan kesehatan.
Purnawarman mengingatkan kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam UU BPJS, kewajiban kepesertaan itu dilaksanakan dengan pentahapan. Tahapan itu secara teknis diatur lewat Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini mengatur badan usaha skala besar, menengah dan kecil termasuk BUMN/BUMD harus mendaftarkan diri dan pekerjanya jadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015.
"Lewat kesepakatan bersama itu kami berharap kejaksaan bisa membantu agar badan usaha patuh terhadap regulasi, terutama pendaftaran peserta penerima upah (PPU)" katanya dalam acara penandatanganan kesepakatan bersama BPJS Kesehatan dan Kajati serta Kajari seluruh Jakarta di gedung Kejati DKI Jakarta Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (15/4).
Dengan menaati peraturan yang ada, kata Purnawarman, diharapkan kepesertaan BPJS Kesehatan meningkat. Itu penting dalam rangka menjaga keberlanjutan program jaminan kesehatan, dan melaksanakan salah satu prinsip pelaksanaan BPJS Kesehatan yakni gotong royong. Artinya peserta sehat membantu yang sakit.
Purnawarman mengatakan BPJS Kesehatan menggunakan pendekatan persuasif kepada badan usaha. Jika badan usaha menemui kendala, BPJS Kesehatan bersama pihak terkait siap membantu mencarikan solusi. Misalnya, badan usaha mengeluhkan masalah fasilitas tingkat pertama (FKTP) karena di perusahaan sudah punya klinik yang biasa digunakan pekerja. Klinik milik badan usaha tersebut bisa bermitra dengan BPJS Kesehatan.
Untuk saat ini, Purnawarman mengatakan BPJS Kesehatan belum mengutamakan penerapan sanksi. Walaupun BPJS Kesehatan bisa merekomendasikan penjatuhan sanksi yang bentuknya administratif, denda dan pidana kepada badan usaha. Tapi ia berharap badan usaha mematuhi aturan sehingga terhindar dari sanksi yang ada.
Walau begitu Purnawarman menegaskan BPJS Kesehatan mempersiapkan pelaksanaan sanksi tersebut. Setelah 1 Januari 2015, BPJS Kesehatan sudah melayangkan surat kepada sejumlah perusahaan yang belum mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan. Petugas BPJS Kesehatan juga melakukan pemeriksaan ke berbagai perusahaan. Untuk menerapkan sanksi administratif, BPJS Kesehatan sudah menjalin kerjasama dengan Kemendagri dan beberapa pemerintah daerah (pemda).
Dikatakan Purnawarman, ada daerah yang sepakat menerapkan kebijakan pelayanan publik dengan menetapkan bukti pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat mendapat pelayanan publik tertentu seperti SIUP dan IMB. Badan usaha yang bersangkutan harus melampirkan keterangan sudah mendaftarkan diri dan pekerjanya jadi peserta BPJS Kesehatan.
Purnawarman mengatakan sampai 2016 BPJS Kesehatan akan terus memantau badan usaha yang belum mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan. Jika lewat 2016 ada badan usaha yang belum mendaftar maka BPJS Kesehatan menyiapkan penerapan sanksi pidana. Salah satu persiapan yang akan dilakukan yakni berkonsultasi dengan kejaksaan.
Purnawarman menyebut kerjasama dengan kejaksaan sudah dilakukan sejak BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes. Kerjasama yang dijalin itu diantaranya mendorong efektifitas penyelesaian masalah hukum bidang perdata dan tata usaha. Selain itu, saat ini BPJS Kesehatan sudah bekerjasama dengan Jamdatun di provinsi Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Jambi serta Kajati Jawa Barat.
Purnawarman menjelaskan jumlah peserta BPJS Kesehatan saat ini mencapai 141 juta orang. Sekitar 20 juta orang peserta diantaranya berasal dari PPU (pekerja sektor formal). Ia mengatakan semua pihak berkepentingan mendukung suksesnya program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Sebab, manfaatnya sangat dirasakan masyarakat sehingga diharapkan meningkatkan produktivitas guna menggenjot pembangunan.
Kepala Kajati Jakarta, M Adi Toegarisman, mengatakan kesepakatan bersama itu harus ditindaklanjuti secara ril di lapangan. Namun, perlu diantisipasi adanya multitafsir di masyarakat terkait aturan yang ada. Ia melihat kecenderungan saat ini masyarakat bebas menafsirkan hukum. "Ini yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan UU," tukasnya.
Adi mengingatkan, UU BPJS mewajibkan semua orang ikut program jaminan kesehatan yang diselenggarakan lewat BPJS itu. Namun, dalam menegakan aturan sebagaimana amanat peraturan, hak-hak masyarakat yang jadi peserta BPJS Kesehatan perlu diperhatikan karena mereka menerima manfaat dari program tersebut. Oleh karenanya antara sanksi yang diterapkan dengan manfaat yang diterima peserta harus seimbang. (www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar