Kamis, 02 Oktober 2014

Membaca Utuh Kuliah Twitter Advokat Korup

Membaca Utuh Kuliah Twitter Advokat Korup

Denny Indrayana. TEMPO/Aditia Noviansyah

 Ocehan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana soal Advokat Korup di situs mikrobloggingTwitter menuai kontroversi beberapa hari ini. Salah satunya dianggap menghina profesi advokat alias pengacara.

Denny kemudian mencoba menjernihkan beberapa poin untuk meluruskan dugaan itu. Dalam sebuah surat elektronik yang dikirim Tempo berjudul “Membaca Utuh Twit Advokat Korup”, Denny bertutur tentang kronologi ocehannya pada 17 Agustus 2012 itu.

“Saya menjelaskan soal kebijakan remisi melalui serial twit, yang kemudian mendapatkan tanggapan. Salah satunya mengatakan kebijakan antikorupsi menjadi lebih berat karena adanya pembelaan kasus korupsi,” kata Denny.

Seperti yang dikeluhkan oleh akun @sapariwijaya pada Denny, “Yg anehnya justru pr #koruptor pembela hukumnya #pengacara malah orang2 yg hebat. #dilema.” Denny balik menanggapi, “Uang bicara, money talks :)”

Untuk menjelaskan maksud pernyataannya, Denny mengetik tujuh twit keramatnya tentang advokat korup pada hari itu. “Advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri. Yaitu advokat yg membela kliennya yang nyata-nyata korupsi, menerima bayaran dari uang hasil korupsi,” begitu bunyi twit keramat pertama Denny.

Lalu di twit berikutnya, Denny menegaskan bahwa tidak ada maksud dia menghina profesi advokat. “Saya hanya kritik advokat yang asal bela kasus korupsi demi uang dan popularitas semata,” ujar Denny. Menurut dia, seharusnya seorang advokat yang bijak menolak klien dengan kasus korupsi. Sehingga tidak ikut menerima bayaran dari hasil korupsi.

Setelah twit-twit itu, Denny kebanjiran mention di twitter. Ada yang mendukung, tapi sebagian besar, menurut Denny, salah paham. Maka Denny kembali mengetik 24 twit penjelasan tentang Advokat Korup jilid II.

Poin pertama, Denny kembali menjelaskan bahwa ia tidak bermaksud menghina profesi advokat. Ia kemudian menjelaskan maksud advokat korup. “Saya berikan dua batasan: yang membela kliennya membabi buta; dan yang tidak malu menerima bayaran dari hasil korupsi #AdvokatKorup,” ujar Denny.

Artinya, pengacara yang tidak membela kliennya dengan membabi buta plus menolak bayaran uang korupsi, tak masuk kategori advokat korup versi Denny Indrayana.
Denny menggarisbawahi bahwa pembelaan membabi buta merupakan cirri advokat korup. Advokat korup akan melakukan itu demi membebaskan koruptor yang membayarnya.

Padahal contoh advokat yang baik, menurut Denny, bukan semata-mata membela yang bayar. Tetapi menemukan keadilan. “Di negara maju, advokat tidak akan menyatakan kliennya yang jelas-jelas korupsi, disulap atau dibela menjadi tidak korupsi,” ujar Denny.

Jadi, lanjut Denny, jika ada tersangka korupsi, datang dan meminta agar dia bebas, padahal dia memang korupsi, maka advokat wajib menolak membelanya. “Pembelaan membabi buta demikian, akan merupakan pelanggaran etika serius, dan berujung pada hukuman berat #AdvokatKorup,” ujar Denny.

Selain itu, kata Denny, pengacara yang masih menerima bayaran dan tahu persis itu dari korupsi, bisa dijerat dengan undang-undang pencucian uang. Di akhir ocehan twitternya, Denny menegaskan lagi bahwa pihaknya bermaksud melawan advokat korup, bukan profesi advokat. “Yaitu advokat yang asal bela koruptor, demi uang, demi tenar,” ujar Denny.

Sebelumnya, pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya, yang tersinggung atas kicauan Denny. Menurut dia, semua pengacara bersih kecuali sedang terjerat kasus hukum. Kaligis mengatakan, seharusnya Denny bisa menahan diri ihwal pernyataannya seputar advokat koruptor. "Bila ada pelanggaran kode etik terhadap advokat cukup laporkan saja," sebutnya.

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sudah memeriksa Kaligis pada Selasa 28 Agustus 2012. Kaligis menegaskan akan tetap meneruskan proses hukum ini hingga ke pengadilan meski Denny sudah melontarkan permintaan maaf. "Kalau mau ada pembelaan di pengadilan saja," ucap Kaligis. (www.tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar