Pertanyaan :
Etika Pengacara
Sebagai orang awam, saya ingin bertanya tentang etika pengacara, saya terlibat perkara perdata di mana saya didampingi seorang pengacara sejak pengadilan negeri hingga putusan MA, di mana saya memenangkannya semua. Namun karena masalah pembayaran, pengacara saya ini minta mundur dan kemudian berbalik menjadi pengacara lawan dengan mengajukan peninjauan kembali? Apakah sebagai seorang pengacara ini dilegalkan, bung Pokrol? Jika tidak, apa ada dalam KUHP yang mengatur tentang etika seorang pengacara, bung Pokrol? Jika seseorang mencemarkan nama baik orang lain, itu akan dikenakan pasal berapa dalam KUHP, Bung Pokrol? Terima kasih atas bantuannya Bung Pokrol.
Jawaban :
Untuk menjawab permasalahan di atas kita harus merujuk pada UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) dan Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”).
Advokat dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan (lihat pasal 15 UU Advokat). Kemudian, di dalam pasal 26 ayat (2) UU Advokat juga diatur bahwa advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Hubungan yang paling mendasar dalam hubungan advokat-klien adalah saling percaya (reciprocal trust). Dalam hubungan tersebut, klien percaya bahwa advokat menangani dan melindungi kepentingannya (klien) dengan profesional dan penuh keahlian, memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan kepentingannya tersebut.
Di pihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya.
Kepercayaan yang diperoleh advokat dari klien menerbitkan kewajiban bagi advokat untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya. Kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan dalam hubungan advokat-klien diatur secara tegas baik di dalam UU Advokat (pasal 19 ayat [1]) maupun di dalam KEAI (pasal 4 huruf a).
Dalam permasalahan yang anda hadapi, berdasarkan hal-hal di atas, tindakan advokat yang sebelumnya mewakili anda dalam suatu perkara, kemudian yang bersangkutan mundur sebagai kuasa hukum anda dan berbalik menjadi kuasa hukum bagi lawan berperkara anda pada kasus yang sama, boleh jadi tidak dibenarkan secara etik. Alasannya adalah dengan menjadi kuasa hukum lawan berperkara anda untuk kasus yang sama, maka advokat tersebut berpotensi melanggar kewajiban menjaga rahasia klien sebagaimana diatur dalam pasal 19 ayat (1) UU Advokat dan pasal 4 huruf h KEAI.
Dalam pasal 19 ayat (1) UU Advokat dinyatakan bahwa advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal 4 huruf h KEAI menyatakan bahwa advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien itu. Jadi, kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan klien tetap ada walaupun advokat tersebut telah mundur sebagai kuasa hukum anda atau setelah berakhir hubungan advokat-klien.
Sebagai kuasa hukum bagi klien barunya yaitu lawan berperkara anda, advokat tersebut berpotensi menggunakan hal-hal terkait perkara tersebut yang dia ketahui atau peroleh dari anda saat menjadi kuasa hukum anda. Advokat tersebut berpotensi menggunakan informasi yang seharusnya dia rahasiakan tersebut untuk keuntungan klien barunya dan mungkin akan merugikan kepentingan anda.
Untuk memastikan apakah tindakan advokat tersebut melanggar kode etik atau tidak, anda dapat mengajukan pengaduan kepada Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Jika dalam sidang Dewan Kehormatan terbukti advokat tersebut melanggar kode etik, maka yang bersangkutan dapat dijatuhi tindakan mulai dari sanksi teguran, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap dari profesi advokat (lihat pasal 26 jo pasal 7 dan pasal 8 UU Advokat).
Adapun pencemaran nama baik diatur antara lain di dalam pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Kemudian, dalam pasal 310 ayat
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Demikian hemat kami, semoga bermanfaat. (www.hukumonline.com)
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad1915 No. 732)
2. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
3. Kode Etik Advokat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar