Perseteruan antara Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) tak kunjung menemui titik akhir. Salah satu buntut panjang dari perseteruan ini adalah beredarnya kabar bahwa Peradi telah bubar.
Kabar tersebut datang dari delapan orang perwakilan empat organisasi advokat, seperti Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Himpunan Advokat Pengacara Indonesia (HAPI), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Masing-masing organisasi diwakili oleh dua orang yang sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Eggi Sudjana menilai, perpecahan di kalangan para advokat tersebut membuktikan bahwa organisasi advokat tidak dapat bersatu dalam satu wadah tunggal atau dimonopoli oleh satu organisasi saja. Menurutnya, fakta tersebut seharusnya menggugah kesadaran para advokat untuk merelakan organisasi advokat sebagai Multi Bar.
“Tidak ada lagi wadah tunggal dari para advokat,” ujar Eggi kepada BeresNews.com, Selasa (25/2).
Karena sesungguhnya, Eggi menambahkan, "pernyataan bubar kepada Peradi dari ke empat organ advokat pada antara tahun 2007 - 2008 sebelum konggres Advokat yang melahirkan KAI pada tanggal 30 Mei 2008," tegas Eggi.
Itu sebabnya, Eggi mendesak pemerintah dan DPR-RI segera memberlakukan UU Advokat yang baru yang merupakan hasil perubahan dari UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Presiden Suara Independen Rakyat Indonesia (SIRI) ini juga menambahkan, bila secara teknis dan waktu tidak memungkinkan diundangkan sebelum Pemilu 2014, maka setelah pemilu sudah harus diundangkan uu advokat yang baru, yang muatannya terjadi perubahan subtansial.
Perubahan substansial dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Bahwa organisasi advokat merupakan organisasi yang tidak bisa lagi sebagai wadah tunggal, jadi multi bar.
2. Mengenai berita acara sumpah advokat (BAS) tidak lagi dihadapan Ka PT melainkan cukup dilakukan oleh organisasi advokat masing-masingnya.
3. Semangat kebersamaan dan rasa persatuan yang utamanya harus di jaga oleh masing-masing organisasi advokat tanpa perlu terjadi konflik kepentingan satu dan lain halnya.
4. Dalam menjalankan fungsi organisasi advokat yang multi bar tersebut sangat perlu kehadiran Dewan Advokat Nasional (DAN) yang berfungsi seperti Bapenasnya atau sebagai Mabesnya para Advokat seluruh Indonesia.
5. Diingatkan kepada MA dan jajarannya ke Ka. PT dan KaPN-nya untuk tidak menanyakan apalagi mempersoalkan Berita Acara Sumpah (BAS) dari para Advokat KAI yang baru, karena ini perbuatan hakim yang melawan hukum, sebab berdasarkan putusan MK no. 101 keberadaan KAI sah berlaku di Indonesia dan tidak boleh para advokatnya di peralakukan diskriminasi.
Demikian juga BAS tidak ada dari ka. PT karena kaPT takut melakukan penyumpahannya karena ada larangannya melalui surat edaran Ka. MA zaman Harifin Tumpa, jadi mengapa KAI yang jadi korbannya? Kelakuan para hakim yang demikian juga telah melanggar Azas Banglore dalam pertemuan hakim seduniania di India bahwa Hakim harus Jujur, bijaksana dan tidak memihak. Kenapa hakim jadi memihak ke peradi? Maka saya selaku wakil presiden KAI, memerintahkan ke seluruh anggota KAI bila menemui Hakim atau siapa saja yang melarang kalian beracara di Pengadilan maka harus dilawan dengan cara laporkan pada pihak Polisi dengan tuduhan pasal 421 KUHP, jika tidak ada respone positifnya maka Kalian silahkan demo ke kaPN dan KaPT-nya di wilayah kalian masing-masing.
“Dengan demikian perpecahan atau perseteruan para Advokat sekarang ini sudah dapat diakhiri, untuk itu kami dari KAI mendesak sesegera mungkin kepada Pemerintah RI dan DPR-RI untuk segera bersidang dan kemudian mensahkan berlakunya UU Advokat yang baru,” katanya. (http://beresnews.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar