Beberapa Advokat yang ada di Kota Probolinggo menilai Dewan Advokat Nasional (DAN) sebagai lembaga bentukan pemerintah bakal mengekang profesi advokat. Bukan tidak mungkin, advokat dalam menjalankan tugas dan fungsinya memberikan pelayanan pembelaan masyarakat tak dapat bergerak bebas. Mereka khawatir pemerintah akan campur tangan dengan keorganisasian advokat.
“Padahal ini tidak pernah terjadi di negara mana pun. Tidak ada ada organisasi advokat berada di bawah kaki pemerintah,” ujar Hasmoko, salah satu advokat Kota Probolinggo.
Sementara itu, Sugeng Advokat Kota Probolinggo mengatakan, “Hakim dan jaksa adalah representatif negara. Jika advokat berada di bawah pemerintah, maka tak ada keseimbangan dalam penegakkan hukum.” Advokat idealnya mesti tetap independen. Tidak saja dalam organisasi, tapi dalam melaksanakan tugas pelayanan pembelaan hukum terhadap masyarakat. Independensi, menurutnya menjadi hal prinsipil. “Dan, kami tidak setuju dan menentang sekali,” ujarnya.
Sistem single bar menjadi persoalan inti. Menurut Santo dari Fraksi PPP, kebebasan berserikat memang dijamin konstitusi. Namun UU No. 18 Tahun 2003 setidaknya telah memberikan ruang kepada sekelompok orang membentuk organisasi advokat. Buktinya, meski PERADI menjadi wadah tunggal, banyak organisasi advokat lain bermunculan.
Ia menekankan, perlunya wadah tunggal agar dalam memberikan standar lisensi ujian advokat serta pemberian sanksi dilakukan oleh satu organisasi induk advokat bagi para advokat yang melanggar etika.
Ia juga menambahkan RUU Advokat dinilai tidak berdampak pada perbaikan profesi advokat. Menurutnya, advokat merupakan pihak swasta yang dalam menjalankan tugasnya diatur oleh UU. Kalau pun nantinya advokat dalam menjalankan tugasnya dicampuri oleh pemerintah, akan berdampak pada independensi advokat. “Itu menunjukkan advokat dikatrol dan tidak mandiri,” terangnya.
Anggota Fraksi PPP, PDIP serta PKS Kota Probolinggo memahami keluh kesah dari sejumlah organisasi di bawah naungan PERADI. Santo tak menampik RUU Advokat memiliki tensi politik sedemikian tinggi. Dia juga menegaskan tak memiliki kepentingan dengan RUU tersebut.
Sedari awal munculnya RUU Advokat, H. Santo yang kini tercatat sebagai Ketua Fraksi PPP menunjukkan sikap penolakannya, terlebih lagi melakukan pembahasan. Pendeknya waktu anggota dewan periode 2009-2014 tidak memungkinkan melakukan pembahasan, hingga menghasilkan RUU yang maksimal.
Maka dari itu, dia berupaya membicarakan dengan pimpinan fraksi lainya agar menentukan sikap menghentikan pembahasan. “Saya akan minta pembahasan distop dan dilakukan periode ke depan. Mudah-mudahan pimpinan DPR, Panja, Pansus punya kesadaran diri, karena waktunya beberapa hari lagi waktu tidak cukup,” terangnya di ruang Fraksi PPP beberapa waktu yang lalu. Semua laporan yang dilayangkan ke DPRD Kota Probolinggo sudah dikirim ke DPR RI untuk menolak. (http://www.tubasmedia.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar