Lama
atau sebentar itu relatif. Tapi, mendekam di penjara, berapa pun lamanya tetap
saja terasa lama. Vonis empat tahun penjara pun terasa begitu lama.
=================
Dari perjalanan persidangan, hakim menilai
mantan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin terbukti terlibat dalam kasus
korupsi instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tahun anggaran 2006-2012. Sebuah
masa korup yang tentu tidak sebentar. Lalu, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi
Jakarta mengganjar Ilham Arief Sirajuddin dengan 4 tahun penjara serta denda Rp
100 juta dengan subsider satu bulan.
Hakim juga mengharuskan Ilham membayar ganti
rugi atas kerugian yang dia timbulkan. "Membayar ganti rugi sebesar Rp 150
juta," kata Ketua Majelis Hakim Tito Suhud saat membacakan putusan dalam sidang
pada Senin (29/2). Bila Ilham tidak mampu membayar dalam waktu satu bulan
setelah putusan, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika jumlahnya
tidak pula mencukupi, ganti rugi dibayar dengan kurungan selama satu tahun.
Putusan tersebut lebih ringan daripada
tuntutan Jaksa. Jaksa menuntut Ilham dengan Pidana 8 tahun dan denda Rp 300
juta. Ilham juga dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 5,5 miliar atau kurungan selama 3 tahun.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan
Ilham terbukti menyalah-gunakan jabatannya. Majelis hakim yang terdiri dari
Tito Suhud, M Mukhlis, Casmaya, Ugo dan Sofialdi itu menilai, sebagai Wali Kota
Makassar periode 2004-2009 dan 2009-2014, Ilham bersama-sama dengan Direktur
Utama PT Traya dan PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja selama 2007-2013
merugikan keuangan negara senilai Rp45,844 miliar dengan PT Traya Tirta
Makassar mendapat sejumlah Rp40,339 miliar.
PT Traya Tirta Makassar adalah pihak ketiga
dalam Kerjasama Pengelolaan Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang
Makassar yang menjadi rekanan PDAM Kota Makassar. Hengky pada periode 15-18
Januari 2007 memberikan uang kepada Ilham karena telah menunjuk PT Traya dalam
kerja sama ROT IPA II Panaikang yaitu Rp250 juta (15 Januari 2007), Rp750 juta
(16 Januari 2007), Rp750 juta (17 Januari 2007) dan Rp250 juta (18 Januari
2007) sehingga nilai total Rp2,5 miliar.
Ilham bahkan memperpanjang jangka waktu
investasi selama empat tahun mulai 29 Mei 2009, sehingga pada 1 Juni 2010
Hengky kembali memberikan uang Rp400 juta kepada Ilham. Pada 17 Oktober 2010
Ilham masih meminta uang kepada Hengky sebesar Rp1,34 miliar untuk mengganti
pengeluaran PDAM Kota Makassar yang digunakan untuk kepentingan Ilham. Atas
permintaan tersebut Hengky menyetujuinya dan selanjutnya pada 8 Desember 2011
Ilham kembali menerima uang dari Hengky sebesar Rp215 juta dan Rp300 juta.
Uang-uang itu ditampung Kepala Cabang Pembantu
Bank Mega Panakkukang Makassar Suhardi Hamid. Dana tersebut digunakan untuk
pendanaan klub sepak bola PSM Makassar yang dipimpin oleh Ilham Arief.
Hakim pun menilai Ilham Arief menerima dua
kali cek sebesar Rp200 juta dari Hengky Widjaja yang sebagian diberikan kepada
orang lain sehingga hanya tinggal Rp150 juta yang dinilai langsung dinikmati
Ilham.
"Pidana tambahan sebesar-besarnya adalah
uang yang diperoleh pelaku meski tidak menguasai secara fisik tapi diperoleh
transfer dana Rp4,1 miliar dari PT Traya ke terdakwa yang digunakan untuk
masjid terapung dan PSM Makassar sehingga yang dinikmati adalah Rp150 juta sehingga
yang harus dibayar 150 juta," kata anggota majelis hakim Ugo.
Putusan tersebut diambil dengan pertimbangan
bahwa Ilham telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan program
pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Sementara status Ilham yang
memiliki tanggungan keluarga menjadi pertimbangan yang meringankan. Hakim pun
mempertimbangkan prestasi dan penghargaan yang selama ini diperoleh oleh Ilham.
Putusan yang diberikan bukanlah keputusan
bulat. Ada dissenting opinion. Hakim
anggota Sofialdi menyatakan perbuatan yang dilakukan Ilham termasuk ke dalam
ranah hukum perdata. "Sehingga terdakwa harus dibebaskan dari segala
dakwaan," katanya. Ilham, menurut Sofialdi, seharusnya menyelesaikan
masalahnya melalui gugatan perdata. Saat hakim Sofialdi membacakan pendapatnya,
sekitar 200 orang pendukung Ilham pun bersorak.
Namun Majelis Hakim tetap menilai Ilham
melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto
Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ketika vonis dibacakan, keluarga dan kerabat
Ilham yang memenuhi ruang sidang sebagian menangis. Istri Ilham, Aliyah Mustika
Ilham, menangis tersedu. Anak-anak Ilham pun langsung memeluk Ilham setelah
sidang usai.
Atas putusan tersebut, Ilham dan kuasa
hukumnya menyatakan pikir-pikir, sedangkan Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri mengungkapkan
sejumlah ketidaksetujuan terhadap vonis itu.
"Sejumlah hal yang masih dipertimbangkan
oleh kami adalah besarnya hukuman pidana, perbedaan uang pengganti dan 'dissenting opinion'. Lagi pula tidak
mungkin ada saksi yang langsung mengatakan bahwa dia disuruh Ilham untuk
mengajukan PT Traya dan gugatan yang diajukan PT Traya kepada PDAM Makassar
hanyalah pada 2007-2008 bukan hingga 2013," kata jaksa Ali setelah sidang.
Menanggapi putusan majelis yang relatif
ringan, Pelaksana harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan, JPU KPK
akan membuat analisa atas putusan vonis tersebut. Selain itu, kata Yuyuk, hal
tersebut juga akan dibicarakan dulu dengan pimpinan. "Nanti dibicarakan
dulu sebelum mengambil keputusan apakah akan banding atau tidak," kata
Yuyuk seperti dikutip republika.co.id,
Senin (29/2).
Jawaban lebih tegas dari Ketua KPK Agus
Rahardjo. "Iya pasti banding, standarnya KPK kan kalau kurang dari dua
pertiga kan banding," kata Agus Rahardjo di Gedung KPK Jakarta, Senin
(29/2), sembari menambahkan, "Biasanya besok penuntut lapor ke kami,
penuntutnya sudah ada usulannya biasanya usulannya kurang dari dua pertiga itu
banding, kita akan setujui usulannya."
Memori banding pun akan diajukan paling lambat
dua pekan ke depan. "Biasanya 14 hari kerja (akan diajukan)," ungkap
Agus.
Ya KPK akan banding. Ini sejalan dengan desakan
agar KPK melakukan banding datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Peneliti ICW Aradila Caesar mengimbau agar KPK segera melakukan banding atas
vonis ringan tersebut. "KPK harus lakukan banding," kata Arad.
Arad menilai, putusan vonis jelas sangat
ringan mengingat peran Ilham sebagai Wali Kota Makassar. "Ini persoalan
yang tak pernah habis, hakim memvonis ringan pelaku koruptor," katanya.
Untuk itu, ICW juga mengimbau kepada Mahkamah Agung (MA) untuk membuat pedoman
pemidanaan bagi hakim. "Agar para hakim tidak seenaknya memutuskan hukuman
ringan," kata Arad.
Sudut pandang hakim jelas sangat berpengaruh
pada putusan. Bagaimana kalau yang berlaku pendapat hakim Sofialdi yang
membebaskan Ilham dari dakwaan karena perkaranya berada di ranah hukum perdata.
Nikmat betul korupsi masuk ranah hukum perdata. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar