Kasus papa minta saham Freeport terus bergulir.
Kejaksaan Agung berupaya memanggil mantan Ketua DPR Setya Novanto. Dan Komisi
III DPR bersiap membentuk panitia kerja (Panja).
============
Pekan lalu Komisi III DPR memutuskan untuk membentuk Panitia
Kerja (Panja) terkait kasus Freeport yang tengah ditangani oleh Kejagung.
Keputusan yang belum dinitindak-lanjuti dengan aksi pembentukan Panja itu serta
merta mengundang sikap pro-kontra.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah
berharap bila Panja Freeport terbentuk akan membantu kinerja Kejagung. Harapan
Arminsyah tak terlepas dari kekhawatiran Jaksa Agung Prasetyo yang merasa kalau-kalau
adanya Panja ini akan memberikan kesan intervensi. Hal itu karena Kejagung
menangani proses hukum, dan DPR tentang politik meskipun dalam hal ini
pembentukan panja bertujuan sebagai fungsi pengawasan dalam menyelesaikan kasus
dugaan pemufakatan jahat yang sedang ditangani korps adhyaksa.
"Sebenarnya Panja ini kita melihat kan belum begitu ya.
Baru putusan akan dibentuk Panja. Kalau Panja memberi kesan intervensi iya,
tapi tentunya kalau Panja ini sungguh-sungguh, Panja ini harus mendorong
kinerja Kejaksaan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
Arminsyah di Jakarta, Rabu (27/1).
Menurut Arminsyah, Panja Komisi III dan Kejagung seharusnya
bekerjasama dalam menyelesaikan kasus papa minta saham ini. Meskipun Panja
dibentuk sebagai fungsi pengawasan, dia berharap Komisi III mendukung Kejagung.
"Harusnya (bekerjasama) Panja itu kan unit kerja
kelengkapan, yang saya tahu Panja itu kan mengefisiensikan kerja Komisi III.
Panja itu kan efisiensi kerja Komisi III untuk mengawasi pemerintahan jadi
harusnya, harusnya Panja itu mendukung kita," ungkap Arminsyah sembari
berharap jangan sampai Panja menghambat penegakan hukum yang dilakukan
Kejaksaan.
Menanggapi kekhawatiran Kejaksaan bakal muncul intervensi
Panja Freeport, Anggota Komisi III DPR dari Partai Golkar Bambang Soesatyo
menilai pembentukan Panja penanganan kasus hukum Freeport bukanlah bentuk
intervensi terhadap Kejaksaan Agung.
Menurut Bendahara Umum Golkar itu, pembentukan Panja
Freeport itu merupakan bagian dari pengawasan Komisi III DPR. Diketahui,
Kejaksaan Agung mengusut skandal Freeport terkait dugaan pemufakatan jahat yang
melibatkan Setya Novantto.
"Soal Freeport, ini soal lain. Karena kita mendengar
Kejaksaan juga mempunyai bukti-bukti yang cukup kuat. Itu solidaritas sesama
anggota. Kita Komisi III sebagai mitra itu bentuk pengawasan," kata
Bambang.
Pernyataan sedikit mengambang datang dari Wakil Ketua DPR
Fadli Zon menyatakan pembentukan Panja Freeport disesuaikan dengan kebutuhan. "Itu
(Panja Freeport) sesuai kebutuhan. Dengan adanya Panja tersebut mungkin
kerjanya akan jadi lebih dalam. Kita bisa lihat proses dan hasilnya seperti apa
nanti," ujar Fadli Zon.
Soal divestasi saham, Fadli mengatakan dirinya tidak bisa
mendahuluinya. "Kita harus kembali pada
Pasal 33 UUD 1945 bahwa air, bumi, dan kekayaan alam sebesar-besarnya
digunakan untuk kemakmuran rakyat, oleh karena itu dikuasai negara," kata
Fadli.
Senada dengan Fadli Zon, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi
PPP Arsul Sani menjelaskan wacana pembentukan Panja kasus PT Freeport Indonesia
belum disepakati oleh fraksi-fraksi di Komisi III. Itu karena setiap fraksi di
DPR mempunyai sudut pandang yang berbeda terkait dengan panja Freeport.
"Jadi, jangan terburu-buru disimpulkan bahwa pandangan dari seorang anggota
atau fraksi pasti menjadi pandangan Komisi III atau bahkan DPR secara
keseluruhan," ujar Arsul.
Menurut dia, pembentukan Panja dan berbagai rekomendasi pada
rapat kerja (raker) dengan Kejaksaan Agung ialah bagian dari fungsi pengawasan
DPR. Namun, pembentukan Panja tersebut belum final menjadi keputusan Komisi
III. "Sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa. Kebetulan saja isu
Freeport mengerucut. Itu baru menjadi catatan rapat, bentuk konkretnya masih
harus diplenokan di Komisi III," pungkasnya.
Di tengah belum-pastinya pembentukan Panja Freeport di
Komisi DPR, beberapa kalangan mendesak DPR
membentuk Panitia Khusus (Pansus) Freeport, bukan dengan membenuk Panja yang
skalanya hanya di tingkat komisi. Pembentukan Pansus sangat mudah, syarat
minimal 20 anggota DPR dari dua fraksi saja sudah cukup.
"Usulan ini (pembentukan Pansus – red) sudah bergulir
sejak Desember 2015 lalu, sebaiknya secepatnya dibentuk, agar masalah Freeport
terang benderang," kata pengamat komunikasi politik Universitas Paramadia,
Hendri Satrio, seperti dikutip RMOL, Selasa (26/1).
Akhir Desember 2015 lalu, pimpinan DPR, baik Fahri Hamzah,
Agus Hermanto dan Fadli Zon mengusulkan agar Pansus Freeport segera dibentuk.
Dorongan pimpinan ini juga didukung sejumlah anggota dari beberapa fraksi yang
sepakat untuk membentuk Pansus Freeport.
"Jadi, kita mendorong Ketua DPR yang baru, Ade
Komarudin, untuk melakukan gebrakan maksimal dengan membentuk Pansus Freeport.
Juga pada anggota DPR yang sebelumnya sudah semangat untuk membentuk
Pansus," ujar Hendri.
Jurubicara Lembaga Survei Kedai Kopi ini menegaskan kalau
Pansus memiliki kekuatan politik yang tinggi, terutama untuk memanggil pihak pihak yang selama ini
berkaitan langsung dan tak langsung dengan Freeport.
"Pansus pastinya akan memanggil Menteri ESDM Sudirman
Said, apalagi sebelumnya kalangan pimpinan DPR menyoal SK yang pernah
dikeluarkannya karena memberi jaminan perpanjangan kontrak, padahal belum
waktunya untuk membahas perpanjangan tersebut," tandasnya.
Tidak itu saja, tak kalah penting, ujar Hendri, Pansus bisa
memanggil siapa saja. Termasuk jika ingin meminta keterangan berkaitan
pertemuan kerabat dekat Jusuf Kalla yang pernah mengadakan pertemuan dengan
pimpinan Freeport di AS.
Sebaliknya, lanjut Hendri, jika DPR membentuk Panja,
kekuatan dan rekomendasinya tidak setinggi Pansus. Pasalnya, Panja hanya
dibentuk di satu komisi saja dan hasilnya pun cukup dilaporkan ke pimpinan DPR,
yang kemudian meneruskan ke pemerintah atau pihak terkait.
"Dengan kompleksitas persoalan yang rumit, maka Pansus
lebih tepat untuk membongkar kisruh Freeport dan bisa memberikan rekomendasi
kepada pemerintah, apakah harus membeli saham Freeport atau mendiamkan saja dan
tidak memperpanjang kontrak, atau opsi lain mengambil Freeport saat kontraknya
selesai," jelasnya.
Sikap berbeda disampaikan oleh Direktur Advokasi Pusat
Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril. Menurutnya, panitia kerja Freeport bermuatan
politik dan besar kemungkinan keluar dari tujuan fungsi hak pengawasan.
Pasalnya, hak DPR itu hanya akan digunakan untuk mengintervensi kasus 'papa
minta saham' dan mengintervensi pemerintah dalam perpanjangan kontrak karya PT
Freeport.
"Panja dan pansus merupakan hak pengawasan yang
dimiliki DPR. Namun, itu banyak digunakan untuk hal yang berujung intervensi
sehingga Panja Freeport ini tidak memiliki urgensinya, malah bisa intervensi
kasus yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung," terang Oce.
Belum jelas apakah DPR mamu membentuk Panja atau Pansus.
Yang pasti, rakyat menunggu kelanjutan papa minta saham Freeport yang telah
bergulir di ranah hukum dengan langkah Kejaksaan Agung memanggil mantan Ketua
DPR Setya Novanto yang kini berada di Komisi III DPR. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar