Minggu, 03 Januari 2016

Bambang Ikuti Sidang dengan Ranjang Pasien


Hasil gambar untuk sdiang bambang w. soeharto di atas ranjang pasien
 Alasan sakit acap  dipakai buat alasan terdakwa menghindar (mangkir) dari pemeriksaan di persidangan. Namun, kali ini, hakim tetap berkeras agar jaksa menghadirkan terdakwa di persidangan. Dan sidang pun menghadirkan terdakwa di tempat tidur pasien.
=====================
Setelah tertunda beberapa kali, pertengahan Desember 2015 lalu, akhirnya Bambang Wiratmadji Soeharto, mantan Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura, datang ke sidang yang menghadirkan dirinya sebagai terdakwa kasus dugaan suap penanganan perkara pemalsuan sertifikat lahan yang menjerat Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, M. Subri. Namun Bambang datang ke ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta itu dalam keadaan terbaring di atas ranjang pasien.   
Bambang yang terbaring di tempat tidur pasien didampingi istrinya itu harus dibantu petugas pengadilan untuk menjawab pertanyaan majelis hakim yang baru membuka jalannya persidangan dengan agenda pembacaan nota dakwaan tersebut. Ketua Majelis Hakim langsung mengawali pertanyaan seputar kondisi kesehatan kepada terdakwa Bambang Soeharto.
"Apakah saudara terdakwa mendengar suara saya?" tanya Ketua Majelis Hakim John Butarbutar kepada Bambang saat membuka persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Bambang yang masih terbaring itu pun tidak langsung menjawab. Kendati sudah dibantu dengan pengeras suara yang diarahkan petugas ke telinganya, Bambang masih terdiam.
Dengan suara lembut, hakim pun kemudian mengajukan pertanyaan yang sama kepada mantan Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura tersebut.
"Saya sakit," jawab Bambang dengan suara terdengar sayup.
Melihat kondisi terdakwa yang tampak mengenakan penyangga leher itu, majelis hakim yang sempat berunding sejenak akhirnya memutuskan untuk menunda persidangan yang masih mengagendakan pembacaan dakwaan itu.
"Sementara ini persidangan tidak bisa dilanjutkan. Persidangan akan kami tunda, sambil tentunya kepada yang bersangkutan oleh Pak Jaksa dan Tim Dokter agar dilakukan pemeriksan yang lebih komprehensif," ucap hakim.
Majelis Hakim yang diketuai John Halasan Butarbutar memutuskan menunda sidang lantaran terdakwa tidak dapat berkomunikasi. Bekas Politikus Partai Hanura ini menderita sejumlah penyakit kronis.
Hakim John Butarbutar tidak menyebutkan kapan rencananya sidang yang sudah dua kali ditunda ini dapat dilaksanakan. "Kami tunda sampai waktu yang akan ditentukan kemudian," katanya seraya menutup persidangan.
Pada persidangan sebelumnya, 2 November 2015, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan sidang perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Bambang Wiratmadji Soeharto tetap dilanjutkan.
"Di persidangan, penasihat hukum mengajukan dua orang saksi RWM Kaligis dan Moh Solih yang melakukan perawatan terhadap keluarga, jaksa penuntut umum juga mengajukan ahli. Perihal penghentian perkara agar case closed karena terdakwa tidak layak dihadirkan dalam persidangan atau unfit to stand trial, sejauh ini di Indonesia belum ada UU atau ketentuan tertulis yang mengaturnya. Meski demikian, seperti yang disampaikan penasihat hukum, ada konsep penyelesaian perkara melalui unfit to stand trial sebagaimana di pengadilan Indonesia dikenal seperti mantan Presiden Soeharto yang tidak bisa dihadirkan karena penyakit," kata Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, saat itu.
Hakim John Butarbuar lantas membaca surat keterangan saksi yang menyatakan Bambang menderita hipertensi kritis dan masalah jantung. Saksi lainnya menyebut Bambang berisiko untuk mati mendadak. "Saksi Dokter W. Mamento Kaligis menyimpulkan Bambang pasien berisiko sangat tinggi untuk mati mendadak, serangan jantung tiba-tiba, stroke tiba-tiba, sudah mengajukan pemeriksaan pendukung," ujar John membacakan keterangan saksi. Sementara itu dokter yang diajukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu IDI (Ikatan Dokter Indonesia) menyatakan kondisi Bambang layak untuk diadili. Keterangan itu didapat dari tim dokter IDI yang dianggap majelis hakim lebih obyektif.
"Di tengah pendapat yang berbeda, majelis hakim cenderung memilih pendapat dan kesimpulan yang diajukan keterangan dan pendapat para ahli yang diajukan penuntut umum karena pemeriksaan yang dilakukan organisasi resmi di bidang kedokteran, IDI yang dalam menjalankan tugas dan menarik kesimpulan dilakukan 12 anggota tim dokter. Secara umum lebih obyektif dibandingkan pemeriksaan yang dilakukan sendiri-sendiri seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh para saksi yang dilakukan penasihat hukum," lanjut Hakim Ketua John Butarbutar.
Katanya lebih lanjut, "Dari pemeriksaan di persidangan diperoleh fakta terdakwa mampu untuk menjalani pemeriksaan dan observasi. Bahkan menurut tim dokter IDI, terdakwa dalam keadaan sadar, majelis berpendapat bahwa terdakwa masih dalam kondisi yang bisa memahami tahap peradilan dan masih mampu mengutarakan hal-hal terkait pembelaan dirinya. Terlebih sebagaimana yang disampaikan tim dokter IDI, terdakwa cenderung menampilkan ekspresi emosi depresi dan menunjukkan penurunan daya ingat. Tapi di akhir wawancara, terperiksa dapat menjelaskan harapannya dengan cukup rinci seperti menjelaskan pasal-pasal untuk mendukung dirinya unfit to stand trial. Dan tampaknya sejak awal pemeriksaan, terperiksa ingin menunjukkan dirinya agar unfit to stand trial berkaitan dengan persepsi bahwa dirinya mengalami multiple health dynamic yang bersifat permanen, di saat yang sama terperiksa mengatakan keluhan jantungnya bersifat sementara atau temporary."
Kemudian, majelis hakim menolak permohonan yang diajukan oleh Bambang W. Soeharto. Namun untuk proses persidangan nantinya, Majelis Hakim meminta agar Bambang didampingi dokter. "Mengadili, menolak permohonan penasihat hukum terdakwa Bambang Wiratmadji Soeharto untuk seluruhnya, menyatakan Bambang Wiratmadjji Soeharto layak disidangkan, melanjutkan pemeriksaan terdakwa Bambang Wiratmadjji Soeharto dengan menghadirkan terdakwa dengan didampingi dokter pribadinya atau dokter umum," jelas hakim yang juga menyatakan sidang dilanjutkan pada Senin, 9 November 2015.

September 2015 lalu, Majelis Hakim juga menunda dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Bambang W Soeharto. Penundaan dilakukan karena Bambang tidak hadir dalam persidangan dengan alasan sakit. Jaksa Penuntut Umum pada KPK rencananya akan menghadirkan 2 orang ahli terkait kondisi kesehatan Bambang. Sebab, dalam sidang, pihak Bambang menghadirkan dokter dan psikolog yang memaparkan kondisi kesehatan Bambang yang dinilai tidak memungkinkan mengikuti persidangan.
"Kami berencana menghadirkan dua orang ahli yang menjadi saksi. Pertama, dari tim medis KPK. Kedua, dari IDI. (Dokter) IDI ini pernah melakukan pemeriksaan kepada terdakwa, tapi dari berbagai macam tim. Maka kami butuh waktu untuk melakukan koordinasi lebih lanjut dengan tim-tim ini. Oleh karena itu, kami mohon waktu 2 minggu," kata Jaksa Ali Fikri. Majelis Hakim juga memerintahkan Jaksa pada KPK untuk menghadirkan Bambang dalam persidangan selanjutnya.
"Tetap dihadirkan. Kalau menurut Anda dan yang Anda lihat kondisi yang bisa dihadirkan, hadirkan ya. Kalau tidak bisa dihadirkan, Majelis akan melihat alternatif lain, mungkin mengunjungi yang bersangkutan langsung. Yang jelas Majelis harus mendapat keyakinan terhadap kondisi terdakwa hingga tidak bisa hadir ke persidangan," ujar Hakim John. Bambang ditetapkan sebagai tersangka penyuap Kajari Praya pada 12 September 2014. Bambang ditetapkan sebagai tersangka, setelah anak buahnya, Lusita Ani Razak, dijatuhi vonis untuk kasus yang sama.
Dan baru tanggal 16 Desember 2015, terdakwa Bambang Wiratmadji Soeharto dapat dihadirkan. Namun terdakwa hadir dengan ranjang pasien dan tampak badannya sudah kesulitan bergerak, hanya kepala yang mampu bergerak merespon pihak-pihak yang mengajaknya berkomunikasi.
Kasus yang menjerat Bambang W. Soeharto ini bermula dari tertangkapnya Lusita Ani Razak dan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari Praya), M. Subri. Saat ditangkap, Lusita sedang memberi suap kepada Subri.
KPK menetapkan Bambang W Soeharto sebagai tersangka sejak 12 September 2014. Dia diduga terlibat dalam suap pemalsuan sertifikat tanah serta menyuap mantan Kajari Praya M. Subri bersama dengan anak buahnya di PT Pantai AAN Lusita Anie Razak.
Atas perbuatannya, Bambang dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1).
Dalam kasus ini mantan Kepala Kejaksaan Negeri Praya M. Subri telah divonis bersalah dan dipidana selama 10 tahun serta denda sebesar Rp250 juta subsider 5 tahun kurungan pada sidang 25 Juli 2014. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar