Minggu, 13 Desember 2015

GM Pelindo III Tersandung Air Soft Gun



Acapkali, arogansi dan emosi seseorang mudah tersulut lantaran menenteng senjata api. Tersenggol sedikit saja, acungan senjata langsung mengarah pada lawan bicara.
==========

Gara-gara menodongkan air soft gun ke penjaga gerai handphone di Plasa Marina, Surabaya, General Manager (GM) PT Pelabuhan Indonesia (Persero) III Cabang Tanjung perak, Eko Harijadi Budijanto, terpaksa berurusan dengan polisi dan merasa dinginnya hotel prodeo. Karena, karyawan gerai itu langsung melaporkan kejadian yang dialaminya ke polisi.

Polisi juga langsung sigap menangkap Eko dan memeriksanya. Setelah menjalani pemeriksaan sejak Sabtu (5/12), Eko pun akhirnya ditahan di Mapolrestabes Surabaya, Minggu (6/12) sore. Bawahan Djarwo Surjanto, Dirut Pelindo III, ini ditetapkan sebagai tersangka gara-gara menodongkan senjata ke arah karyawan gerai ponsel.

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Takdir Matanette, menegaskan, pihaknya tidak memberikan perlakuan khusus bagi pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. “Setelah kami periksa secara maraton sejak kemarin (Sabtu, 5/12 - red) dan sudah kita gelarkan, yang bersangkutan kami naikkan statusnya menjadi tersangka. Kami tidak akan membedakan antara pejabat atau warga biasa. Kalau berbuat salah, akan diproses,” jelas Takdir ketika konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Minggu (6/12).

"Kami masih minta keterangan pelaku dan saksi," tambahnya.
Menurut pantauan Surya di lokasi, Eko tidak sendirian di ruang penyidik. Beberapa teman korban juga berada di ruang penyidik.

Dijelaskan, penetapan status tersangka dilakukan sejak Minggu (6/12) pukul 14.30 dan dilanjut dengan dilakukan penahanan. Eko terancam dijerat dengan dua pasal, yaitu pasal 335 KUHP dan UU Darurat 12/1951.

AKBP Takdir Mattanete menyatakan dua pasal itu memungkinkan pelaku ditahan. Sebab, ancamannya di atas lima tahun. Tapi, pihaknya masih menunggu pemeriksaan selesai dulu.

Perwira asal Makassar ini menambahkan tersangka ditangkap di kantornya di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak. Pihaknya masih memeriksa senjata yang digunakan pelaku untuk mengancam korban. Berdasar keterangan pelaku, senjata itu bukan pistol, tapi air soft gun. Dia mengaku belum mengetahui dari mana Eko mendapat air soft gun itu.

Menurut Takdir, penahanan akan dilakukan sampai penyidikan tuntas. Karena, masih ada ketidak-selarasan antara keterangan saksi dan pelapor dengan tersangka soal penodongan. “Tersangka mengatakan senjata hanya diletakkan di meja, tapi saksi dan pelapor mengungkapkan sempat ada penodongan di kepala korban,” terang Takdir.

Eko Harijadi Budijanto sendiri mengaku saat itu dalam keadaan emosi. GM Pelindo III Cabang Tanjung Perak ini semula hanya ingin mendesak karyawan agar menepati janji. “Semua itu ada sebabnya, soal janji layanan dan bonus. Tapi tadi kami sudah saling memaafkan,” ujar GM Pelabuhan kelas utama ini.

Eko juga menyatakan, senjata jenis air soft gun yang dipakai untuk menakut-nakuti itu baru saja dimiliki, karena dia anggota klub menembak di bawah organisasi Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin). “Sebelum berlatih di Polda Jatim, saya mampir ke toko ponsel,” ucapnya tentang kejadian di akhir pecan itu.

Sebagaimana keterangan yang dihimpun media ini, bapak berumur 46 tahun yang belum lama ditinggal meninggal anaknya tersebut telah menodongkan senjata jenis air soft gun ke arah Muhammad Shofi (28) di gerai Samsung, Plasa Marina, Surabaya, Sabtu (5/12). Kejadiannya, sekitar pukul 13.20 dia membeli sebuah ponsel pintar seharga Rp9,3 juta.

Untuk pembelian smartphone itu dijanjikan dapat bonus power bank. Akan tetapi, ketika mantan Sekper BJTI ini meminta bonus tersebut, Shofi mengatakan stok barang habis dan harus inden terlebih dulu. Kecewa gara-gara tidak dapat power bank, Eko  menodongkan senjata ke kepala Shofi.

Ulah pejabat BUMN tersebut terus dilaporkan ke Polsek Wonocolo, Surabaya. Berselang tiga jam kemudian, orang nomor satu di Pelabuhan Tanjung Perak ini dicokok polisi dari kantornya, diperiksa, dan ditahan serta ditetapkan sebagai tersangka.

Kejadian ini amat disayangkan berbagai pihak. Direksi PT Pelindo III dianggap kurang tanggap hingga lambat meregulasi pejabat bawahannya. Menurut seorang pegawai PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak sendiri, sepeninggal puteranya beberapa waktu lalu Eko Harijadi seperti mengalami guncangan jiwa, namun tidak segera diganti. Sumber tersebut mengatakan, Eko Harijadi kerap ke makam anaknya pada malam hari.

Keterangan lain menyebutkan, Eko Harijadi memang arogan. “Sebetulnya sikap arogansi GM ini sudah acap kali, Tapi baru kali ini kena batunya,” kata seorang wartawan yang sering berada di Pelabuhan Tanjung Perak. Direksi PT Pelindo III akhirnya baru menon-aktifkan Eko Harijadi Budijanto setelah kasus memalukan ini terjadi.

Muhammad Sofi, korban penodongan air soft gun yang dilakukan mantan GM Pelindo III Cabang Tanjung Perak Eko Harijadi Budijanto, berencana mencabut laporannya. Jika pencabutan laporan itu jadi dilakukan, itu tak berarti membuat kasus tersebut berhenti.

"Ini bukan delik aduan," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Takdir Mattanete seperti dilansir detikcom, Selasa (8/12).

Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan UU Darurat no 12 tahun 1951, kata Takdir, merupakan peraturan yang bukan merupakan delik aduan. Polisi bisa bertindak tanpa ada laporan dari korban.

Takdir menerangkan, rencana pencabutan laporan berawal dari perdamaian yang dilakukan antara Eko dan Sofi. Mereka sudah saling memaafkan saat kasus itu mencuat pada awalnya. Dan mereka berdamai kembali pada Senin (7/12) lalu. Mereka bertemu dan sepakat untuk tidak memperpanjang masalah.

Pencabutan laporan tersebut membuat pihak Eko berencana mengajukan penangguhan penahanan. Takdir mengaku belum melihat secara langsung surat pencabutan laporan dan surat permohonan penangguhan penahanan tersebut.

Surat tersebut, kata Takdir, mungkin saja sudah dibuat dan masih harus mendapat persetujuan dari Kapolrestabes Surabaya Kombespol Yan Fitri.

"Nanti pimpinan yang akan memutuskan," lanjut Takdir.

Penangguhan penahanan, kata Takdir, adalah hak setiap tersangka. Penangguhan penahanan bisa saja dilakukan dengan syarat-syarat yang disetujui penyidik seperti ada jaminan, tidak menghilangkan barang bukti, atau tidak melarikan diri.

"Tapi proses hukumnya tetap jalan. Pencabutan laporan bisa menjadi faktor peringan nantinya di dalam persidangan," tandas Takdir.

Ada perdamaian, permaafan, dan penyesalan dari Eko. Tapi, kasus sudah terlanjur bergulir ke ranah hukum. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar