Memahami orang yang lebih tua sungguh tidak mudah.. Kendati pendapatnya
bagus, orang yang lebih muda acap dianggap tak tahu apa-apa.
=============
Ada
baiknya kita merenungi kata-kata bijak: kosongkan pikiranmu ketika menanggapi
masukan atau pendapat orang. Jangan sampai menanggapi pendapat orang dengan isi
kepala kita. Dengan begitu akan mudah menerima apa pun yang dikatakan orang.
Barangkali
begitulah seharusnya menanggapi polemik antara Menko Kemaritiman Rizal Ramli
dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sempat membuat gaduh Kabinet Kerja. Polemik
berakhir setelah Presiden Joko Widodo turun tangan. Di sela peresmian pembukaan
seminar dan pameran Indo Energi Baru dan Terbarukan serta Konservasi Energi di
JCC Jakarta, Rabu (19/8), Presiden Jokowi menegaskan, “Memang kebutuhannya
seperti itu. Maka dari itu, angka 35 ribu megawatt kalau ada masalah di
lapangan, dicarikan solusi. Carikan solusi sehingga investor bisa melaksanakan
investasinya."
Tugas
mencari solusi, kata Jokowi, sudah jelas menjadi taggung jawab para menteri
Kabinet Kerja. "Itu tugasnya menteri-menteri. Tugasnya Menko untuk cari
solusi, jalan keluar, atas setiap masalah yang dihadapi investor. Misalnya
kalau sudah tanda tangan PPA, harus diikuti, ada checklist-nya, izin
lahan bagaimana, yang bisa dibantu, bantu. Yang bisa dicarikan solusi,
carikan," ujar Presiden. Polemic pun sementara berhenti.
Bermula
dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang bakal
mengevaluasi proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt andalan Presiden Jokowi
dan 7 ribu megawatt peninggalan presiden terdahulu.
"Target
35 ribu megawatt dan sisa target masa SBY 7 ribu megawatt. Total 42 ribu
megawatt MW itu akan sulit. Saya minta untuk ESDM, Dewan Energi Nasional
evaluasi mana yang betul-betul masuk akal. Jangan kasih target tinggi tapi
dicapainya susah," ujar Rizal usai serah terima jabatan Menteri Koordinator
Kemaritiman di BPPT Jakarta, Kamis (13/8).
Rizal
menilai banyak persoalan bakal menghambat pembangunan megaproyek tersebut. Di antaranya
pendanaan harus mengandalkan swasta. Di sisi lain, harga jual listrik masih
belum menarik buat investor. Kemudian, pembebasan lahan.
Ternyata
niatan Rizal tersebut mendapat sindiran dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Kata Wapres JK, “Menteri
harus pelajari dulu sesuatu, sebelum berkomentar.”
Sontak
Rizal pun menantang JK. "Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu
saya," kata Rizal di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/8).
"Pak
JK minta kalau ngomong harus paham soal 35.000 MW. Kalau mau paham ayo kita
diskusi di depan umum," tandas Rizal.
Mendapat
tantangan tersebut, Wapres JK tak banyak komentar dan menyerahkan ke juru
bicaranya. Juru bicara Wapres, Husain Abdullah, menganggap Menko Rizal Ramli
telah membuat gaduh pemerintahan.
Menurut
Husain, seharusnya Rizal yang belum sepekan menjadi menteri tak perlu
memperdebatkan proyek listrik 35 ribu Mega Watt. Apalagi sampai mengajak Jusuf
Kalla berdebat di forum terbuka ihwal proyek tersebut. "Di mana logika dan
etikanya?" ucapnya.
Hari
itu pula (19/8), Rizal Ramli mengerem pernyataan. Dia enggan berkomentar banyak
mengenai polemik dirinya dengan
Wapres JK terkait proyek Pembangkit Listrik 35 ribu megawatt (MW). Dia hanya meminta
pers melihat tulisan yang dibuat oleh koordinator Gerakan Indonesia Bersih
Adhie M. Massardi.
Sebagai negawaran
Adhie menyatakan,
andai JK hadir sebagai negarawan yang tindak-tanduknya hanya demi kemaslahatan
rakyat, negara dan bangsa, dan tidak memiliki konflik kepentingan, maka tidak
akan muncul kegaduhan politik di level kabinet seperti sekarang.
"Pak
JK itu kan Wapres dan pejabat negara paling senior (sepuh) di republik ini.
Sesuai usianya, seharusnya lebih bijak dalam menyikapi saran dan gagasan perbaikan
pemerintahan, dari mana pun datangnya. Sehingga jadi teladan bagi anggota
kabinet lainnya. Tidak malah menanggapi secara emosional," kata Adhie.
Menurut
Adhie, JK seharusnya memelopori perubahan mental masyarakat. Jika mendengar
'gagasan yang benar', ia mengatakan, gagasan itu harus segera dilaksanakan.
Bukan malah mempersoalkan 'Siapa dan bagaimana cara menyampaikannya'.
Menanggapi
kegaduhan Rizal Ramli dan Wapres JK, Ketua DPP Partai Nasdem Akbar Faisal
menilai tidak elok. "Memang tak elok Menko yang baru dilantik lalu minta
berdebat. Saya tidak yakin begitu bahasanya," kata Akbar Faizal.
Akbar
berpendapat bahwa polemik yang terjadi di lingkaran Kabinet Kerja akibat pola
komunikasi antara menteri yang baru terpilih dan Wapres belum terbangun secara
baik. "Pak Rizal Ramli masih cari formulasi untuk komunikasi dengan
anggota kabinet lainnya," ucap Akbar.
Ketua
DPP Hanura Dossy Iskandar mengaku khawatir dengan pola komunikasi menteri
Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik Menko Rizal Ramli terhadap
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) yang diumbar ke publik bisa saja disebut-sebut
menunjukkan kabinet tidak solid.
"Sebagai
Menko atau sebagai pribadi, kalau mau sampaikan koreksi kebijakan ke kabinet,
bukan ke publik. Ini bisa kelihatan kabinet tidak solid. Bahaya," kata
Dossy Iskandar.
Sebagai
Menko, Dossy menyarankan agar Rizal Ramli menyampaikan pandangannya langsung
kepada Wapres JK. Menurutnya, kesan perpecahan di dalam kabinet akibat
komunikasi yang salah, bisa dimanfaatkan pihak lain. "Bahayanya, orang
yang tidak suka akan justifikasi bahwa kabinet tidak solid, bisa memicu
kegaduhan baru. Nanti investor mau masuk jadi ragu-ragu," ucap Dossy.
Menurut
Anggota Komisi III DPR ini, kritik dalam pemerintahan merupakan hal wajar. Meski
begitu, kritik harus disampaikan melalui jalur yang sesuai. "Kalau dia
tidak setuju, banyak salurannya. Sidang kabinet, lapor ke Presiden. Kepakaran
dan pengetahuannya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kerukunan
bersama," ucap Dossy.
Daripada
menimbulkan kegaduhan baru di tengah publik, Rizal Ramli diminta fokus pada
tugasnya memperbaiki sektor maritim. "Dalam tugas baru di kemaritiman,
fokus saja di kemaritiman. Soal ekonomi, sampaikan saja ke Pak Darmin (Menko
Perekonomian) atau menteri teknis," tegas Dossy Iskandar.
Komunikasi buruk
Tanggapan
sedikit berbeda datang dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia mengaku heran dengan perilaku para menteri
Kabinet Kerja. Menurut Fadli, salah satu dasar perombakan menteri yang baru
saja dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah persoalan koordinasi.
"Tantangan
diskusi di depan publik ini menunjukkan koordinasi di lingkaran eksekutif perlu
dikoreksi. Harus ada yang koordinasikan lagi," kata Fadli.
Fadli
meminta agar elit pemerintahan negeri ini menghindari perdebatan di ruang
publik. Pasalnya, kata Fadli, perdebatan di ruang publik hanya akan memicu
kebingungan-kebingungan baru di masyarakat.
Dari
polemik Rizan Ramli dan JK, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun
Heryanto, menilai Presiden Joko Widodo sedang dituntut untuk menunjukkan
kepemimpinan atas para pembantunya dalam Kabinet Kerja. "Presiden jangan
membiasakan terjadinya sengketa terbuka antar-anggota kabinet. Buktikan dia itu
leader dan mampu menjadi pemimpin, jangan sampai terlihat tidak punya
power," ujar Gun Gun.
Menurut
Gun Gun, jika Rizal Ramli memiliki gagasan untuk diutarakan, sebaiknya hal itu
dilakukan melalui forum sidang kabinet. Sebab, ketika sesama menteri menunjukan
komunikasi politik yang buruk, maka publik akan menduga telah terjadi ketidak-harmonisan
di antara sesama pengisi pos kementerian.
Menurut
Gun, Jokowi bertanggung-jawab membenahi pola komunikasi politik antara
masing-masing pengisi pos kementerian. Terlebih lagi, memastikan menteri
koordinator untuk melakukan fungsi koordinasi dengan baik terhadap
menteri-menteri di bawahnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar