Minggu, 23 Agustus 2015

Akhir Kegaduhan RR - JK


Memahami orang yang lebih tua sungguh tidak mudah.. Kendati pendapatnya bagus, orang yang lebih muda acap dianggap tak tahu apa-apa.

=============

Ada baiknya kita merenungi kata-kata bijak: kosongkan pikiranmu ketika menanggapi masukan atau pendapat orang. Jangan sampai menanggapi pendapat orang dengan isi kepala kita. Dengan begitu akan mudah menerima apa pun yang dikatakan orang.

Barangkali begitulah seharusnya menanggapi polemik antara Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sempat membuat gaduh Kabinet Kerja. Polemik berakhir setelah Presiden Joko Widodo turun tangan. Di sela peresmian pembukaan seminar dan pameran Indo Energi Baru dan Terbarukan serta Konservasi Energi di JCC Jakarta, Rabu (19/8), Presiden Jokowi menegaskan, “Memang kebutuhannya seperti itu. Maka dari itu, angka 35 ribu megawatt kalau ada masalah di lapangan, dicarikan solusi. Carikan solusi sehingga investor bisa melaksanakan investasinya."

Tugas mencari solusi, kata Jokowi, sudah jelas menjadi taggung jawab para menteri Kabinet Kerja. "Itu tugasnya menteri-menteri. Tugasnya Menko untuk cari solusi, jalan keluar, atas setiap masalah yang dihadapi investor. Misalnya kalau sudah tanda tangan PPA, harus diikuti, ada checklist-nya, izin lahan bagaimana, yang bisa dibantu, bantu. Yang bisa dicarikan solusi, carikan," ujar Presiden. Polemic pun sementara berhenti.  

Bermula dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang bakal mengevaluasi proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt andalan Presiden Jokowi dan 7 ribu megawatt peninggalan presiden terdahulu.

"Target 35 ribu megawatt dan sisa target masa SBY 7 ribu megawatt. Total 42 ribu megawatt MW itu akan sulit. Saya minta untuk ESDM, Dewan Energi Nasional evaluasi mana yang betul-betul masuk akal. Jangan kasih target tinggi tapi dicapainya susah," ujar Rizal usai serah terima jabatan Menteri Koordinator Kemaritiman di BPPT Jakarta, Kamis (13/8).

Rizal menilai banyak persoalan bakal menghambat pembangunan megaproyek tersebut. Di antaranya pendanaan harus mengandalkan swasta. Di sisi lain, harga jual listrik masih belum menarik buat investor. Kemudian, pembebasan lahan.

Ternyata niatan Rizal tersebut mendapat sindiran dari Wakil Presiden  Jusuf Kalla (JK). Kata Wapres JK, “Menteri harus pelajari dulu sesuatu, sebelum berkomentar.”

Sontak Rizal pun menantang JK. "Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya," kata Rizal di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/8).

"Pak JK minta kalau ngomong harus paham soal 35.000 MW. Kalau mau paham ayo kita diskusi di depan umum," tandas Rizal.

Mendapat tantangan tersebut, Wapres JK tak banyak komentar dan menyerahkan ke juru bicaranya. Juru bicara Wapres, Husain Abdullah, menganggap Menko Rizal Ramli telah membuat gaduh pemerintahan.

Menurut Husain, seharusnya Rizal yang belum sepekan menjadi menteri tak perlu memperdebatkan proyek listrik 35 ribu Mega Watt. Apalagi sampai mengajak Jusuf Kalla berdebat di forum terbuka ihwal proyek tersebut. "Di mana logika dan etikanya?" ucapnya.

Hari itu pula (19/8), Rizal Ramli mengerem pernyataan. Dia enggan berkomentar banyak mengenai polemik dirinya dengan Wapres JK terkait proyek Pembangkit Listrik 35 ribu megawatt (MW). Dia hanya meminta pers melihat tulisan yang dibuat oleh koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie M. Massardi.

Sebagai negawaran

Adhie menyatakan, andai JK hadir sebagai negarawan yang tindak-tanduknya hanya demi kemaslahatan rakyat, negara dan bangsa, dan tidak memiliki konflik kepentingan, maka tidak akan muncul kegaduhan politik di level kabinet seperti sekarang.

"Pak JK itu kan Wapres dan pejabat negara paling senior (sepuh) di republik ini. Sesuai usianya, seharusnya lebih bijak dalam menyikapi saran dan gagasan perbaikan pemerintahan, dari mana pun datangnya. Sehingga jadi teladan bagi anggota kabinet lainnya. Tidak malah menanggapi secara emosional," kata Adhie.

Menurut Adhie, JK seharusnya memelopori perubahan mental masyarakat. Jika mendengar 'gagasan yang benar', ia mengatakan, gagasan itu harus segera dilaksanakan. Bukan malah mempersoalkan 'Siapa dan bagaimana cara menyampaikannya'.

Menanggapi kegaduhan Rizal Ramli dan Wapres JK, Ketua DPP Partai Nasdem Akbar Faisal menilai tidak elok. "Memang tak elok Menko yang baru dilantik lalu minta berdebat. Saya tidak yakin begitu bahasanya," kata Akbar Faizal.

Akbar berpendapat bahwa polemik yang terjadi di lingkaran Kabinet Kerja akibat pola komunikasi antara menteri yang baru terpilih dan Wapres belum terbangun secara baik. "Pak Rizal Ramli masih cari formulasi untuk komunikasi dengan anggota kabinet lainnya," ucap Akbar.

Ketua DPP Hanura Dossy Iskandar mengaku khawatir dengan pola komunikasi menteri Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik Menko Rizal Ramli terhadap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) yang diumbar ke publik bisa saja disebut-sebut menunjukkan kabinet tidak solid.

"Sebagai Menko atau sebagai pribadi, kalau mau sampaikan koreksi kebijakan ke kabinet, bukan ke publik. Ini bisa kelihatan kabinet tidak solid. Bahaya," kata Dossy Iskandar.

Sebagai Menko, Dossy menyarankan agar Rizal Ramli menyampaikan pandangannya langsung kepada Wapres JK. Menurutnya, kesan perpecahan di dalam kabinet akibat komunikasi yang salah, bisa dimanfaatkan pihak lain. "Bahayanya, orang yang tidak suka akan justifikasi bahwa kabinet tidak solid, bisa memicu kegaduhan baru. Nanti investor mau masuk jadi ragu-ragu," ucap Dossy.

Menurut Anggota Komisi III DPR ini, kritik dalam pemerintahan merupakan hal wajar. Meski begitu, kritik harus disampaikan melalui jalur yang sesuai. "Kalau dia tidak setuju, banyak salurannya. Sidang kabinet, lapor ke Presiden. Kepakaran dan pengetahuannya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kerukunan bersama," ucap Dossy.

Daripada menimbulkan kegaduhan baru di tengah publik, Rizal Ramli diminta fokus pada tugasnya memperbaiki sektor maritim. "Dalam tugas baru di kemaritiman, fokus saja di kemaritiman. Soal ekonomi, sampaikan saja ke Pak Darmin (Menko Perekonomian) atau menteri teknis," tegas Dossy Iskandar.

Komunikasi buruk

Tanggapan sedikit berbeda datang dari Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia  mengaku heran dengan perilaku para menteri Kabinet Kerja. Menurut Fadli, salah satu dasar perombakan menteri yang baru saja dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah persoalan koordinasi.

"Tantangan diskusi di depan publik ini menunjukkan koordinasi di lingkaran eksekutif perlu dikoreksi. Harus ada yang koordinasikan lagi," kata Fadli.

Fadli meminta agar elit pemerintahan negeri ini menghindari perdebatan di ruang publik. Pasalnya, kata Fadli, perdebatan di ruang publik hanya akan memicu kebingungan-kebingungan baru di masyarakat.

Dari polemik Rizan Ramli dan JK, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, menilai Presiden Joko Widodo sedang dituntut untuk menunjukkan kepemimpinan atas para pembantunya dalam Kabinet Kerja. "Presiden jangan membiasakan terjadinya sengketa terbuka antar-anggota kabinet. Buktikan dia itu leader dan mampu menjadi pemimpin, jangan sampai terlihat tidak punya power," ujar Gun Gun.

Menurut Gun Gun, jika Rizal Ramli memiliki gagasan untuk diutarakan, sebaiknya hal itu dilakukan melalui forum sidang kabinet. Sebab, ketika sesama menteri menunjukan komunikasi politik yang buruk, maka publik akan menduga telah terjadi ketidak-harmonisan di antara sesama pengisi pos kementerian.

Menurut Gun, Jokowi bertanggung-jawab membenahi pola komunikasi politik antara masing-masing pengisi pos kementerian. Terlebih lagi, memastikan menteri koordinator untuk melakukan fungsi koordinasi dengan baik terhadap menteri-menteri di bawahnya. (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar