Senin, 15 Juni 2015

MA Lolos dari Gugatan PMH Tiga Advokat


Gara-gara membuat beleid yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, MA digugat ke pengadilan. Pengadilan menyebut gugatan itu salah forum. 
 
MA Lolos dari Gugatan PMH Tiga Advokat
Gedung PN Jakpus. Foto: Sgp

Upaya tiga orang advokat untuk mempersoalkan langkah Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran No. 07 Tahun 2014 kandas sudah. Pengadilan menyatakan upaya Miftahur Rokhman Habibi, Marselinus Abi dan Edy M. Lubis –ketiga advokat tadi—salah forum. Perlawanan mereka terhadap kebijakan MA itu tak bisa ditempuh melalui gugatan perbuatan melawan hukum, melainkan melalui uji materi.

Upaya mereka kandas sementara setelah PN Jakarta Pusat, Selasa (26/5) siang menjatuhkan putusan sela atas gugatan ketiga advokat. Langkah MA tetap mempertahankan PK satu kali tak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi. Beleid itulah yang dianggap sebagai wujud perbuatan melawan hukum (PMH).

Majelis hakim dipimpin Jamal Samosir memutuskan PN Jakarta Pusat tidak berwenang menangani gugatan para penggugat. Majelis menerima eksepsi tim hukum Mahkamah Agung. Pada intinya MA menilai PN Jakarta Pusat tak berwenang mengadili dan memutus gugatan penggugat. Penggugat dinilai salah forum. Sebab, substansi yang dipersoalkan adalah terbitnya SEMA No. 07 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana.

Rupanya, majelis sependapat dengan tim hukum MA, sehingga PN Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang. “Menerima eksepsi tergugat,” kata Jamal saat membacakan amar putusan sela.

Kuasa hukum MA, Liliek Prisbawono Adi, menyembut baik putusan sela majelis. Ia mengatakan putusan sela sudah sesuai dengan yang seharusnya, para penggugat seharusnya menempuh upaya permohonan hak uji materiil (HUM). “Ya, putusan tersebut sudah sudah sesuai dengan yang seharusnya,” katanya kepada hukumonline.

Kuasa Hukum para penggugat, Ferdian Susanto menyatakan  menghormati putusan majelis hakim. “Kami menghormati keputusan Majelis, karena memang majelis punya hak,” katanya saat diwawancara oleh hukumonline usai persidangan.

Meskipun demikian, penggugat tetap akan menggunakan upaya hukum lanjutan atas putusan sela. Kalaupun pada akhirnya gugatan ditolak atau tidak dapat diterima, upaya hukum lain bisa ditempuh, yakni membawa ke forum pengujian UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung, khususnya pasal-pasal pembatasan PK. “Langkah berikutnya mengajukan banding dan judicial review terhadap UU Kehakiman dan UU MA terkait pembatasan PK,” ujar Dedi Junaedi, juga pengacara penggugat.

Lepas dari upaya hukum itu, lanjut Dedi, yang terpenting mereka telah berusaha untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan hukum masyarakat pencari keadilan. Namun, Dedi mempertanyakan mengapa putusan sela ini dibacakan setelah persidangan jauh berjalan hingga duplik. “Heran saja, kenapa baru pada saat duplik majelis hakim baru berbicara soal putusan sela terkait eksepsi. Mengapa tidak pada saat jawaban sebelum masuk agenda replik?” jelasnya.

Liliek, kemudian menjelaskan bahwa terkait waktu putusan sela dibacakan, majelis memiliki wewenang untuk mengeluarkan putusan sela terkait kompetensi absolut, sebagaimana diatur HIR. “Ini terkait kompetensi absolut. Ketentuannya diatur dalam HIR,” pungkasnya.

Berkaitan dengan langkah hukum yang disebut Dedi, sebenarnya UU Mahkamah Agung dan UU Kekuasaan Kehakiman saat ini sedang dimohonkan pengujian oleh advokat lain, M. Zainal Arifin. Permohonan ini juga mempersoalkan ketidakselarasan pengaturan PK. Putusan MK sudah menyatakan PK boleh berkali-kali, tetapi kedua Undang-Undang a quo masih membatasi PK hanya satu kali. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar