Selasa, 16 Juni 2015

Jurus Ruki Selamatkan KPK dari Praperadilan

Jurus Ruki Selamatkan KPK dari Praperadilan Sejumlah polisi dari kesatuan sabhara berjoget dan meneriakan yel-yel korps usai sidang putusan praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2). (CNNIndonesia/ Safir Makki)
 
Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki memiliki strategi baru untuk menguatkan lembaga antirasuah dalam 'perang' praperadilan melawan tersangka korupsi. Strategi tersebut adalah memberikan kewenangan komisi antirasuah untuk mengangkat penyidik independen.

"Yang mendesak untuk segera direvisi dari UU KPK pada tahun ini adalah tentang pemberian kewenangan KPK untuk mengangkat penyidik sendiri diluar penyidik yang berasal dari Polri dan Kejaksaan," kata Ruki ketika dihubungi, di Jakarta, kemarin petang.  (Lihat Juga: Praperadilan Jadi Hambatan Besar Capim KPK)


Ruki berpendapat, kewenangan ini perlu disahkan secara eksplisit pada Rancangan Undang-Undang KPK yang rencananya dibahas dalam Prioritas Prolegnas 2015 atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ruki mengharapkan baik pihak DPR maupun pemerintah sepakat dengan pokok pikirannya.

"Apapun subtansi dari revisi UU KPK, yang paling penting tidak boleh memperlemah KPK," katanya. (Baca Juga: KPK: Perlawanan Hukum Kami Bukan Sekadar Wacana)

Dengan mengangkat penyidik independen, Ruki beranggapan lembaganya memiliki kewenangan mandiri dan tidak tergantung dengan dua penegak hukum lainnya yang juga memiliki penyidik. Polemik penyidik independen menjadi materi gugatan praperadilan sejumlah tersangka korupsi yang ditetapkan oleh KPK.

Dalam UU KPK disebutkan lembaga antirasuah melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh pimpinan berhak mengangkat penyelidik dan penyidik baik dari Polri, Kejaksaan, maupun penyidik Pegawai Negeri Sipil. Namun rupanya lembaga asal penyidik menjadi dipersoalkan ketika dasar hukum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi acuan. KUHAP hanya mengenal penyidik dari Polri. Agar UU KPK menjadi lex specialis maka harus dicantumkan secara eksplisit kewenangan tersebut. (Lihat Juga: Polri: UU KPK Perlu Diperbaiki)

Kalah Praperadilan Akibat Penyidik

Sejauh ini, terdapat tiga tersangka korupsi yang berhasil mengalahkan KPK dalam gugatan praperadilan. Kekalahan di pihak KPK berakibat dibatalkannya status tersangka korupsi untuk mantan Kepala Biro dan Pembinaan Karier Polri yang kini menjabat sebagai Wakapolri Komjen Budi Gunawan, bekas Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo, dan bekas Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. (Lihat Juga: Tiga Kali Kalah di Praperadilan, JK Minta KPK Lebih Hati-Hati)

Dalam dua dari tiga sidang tersebut, mencuat perkara penyelidik dan penyidik dari KPK yang dinilai tidak sah. KPK mengangkat penyidik di luar Polri.

Dalam sidang Budi Gunawan, persoalan tersebut mengemuka dan menjadi perdebatan panjang. Namun, akhirnya hakim tunggal pemutus perkara, Sarpin Rizaldi, tidak menyentuh isu tersebut dalam mengabulkan gugatan Budi.

Sarpin justru mempertimbangkan subyek hukum dari Budi yang bukan merupakan penyelenggara negara. Atas dasar itu, Sarpin menggagalkan upaya KPK menguak dugaan gratifikasi dan suap yang dilakukan orang nomor dua Korps Bhayangkara tersebut.

Sementara itu, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haswandi, membatalkan status tersangka kasus rekomendasi keberatan pajak terhadap Bank BCA yang dijeratkan oleh KPK kepada Hadi. Hakim Haswandi berpendapat, penyelidik dan penyidik KPK yang mengusut kasus Hadi tidak berasal dari Kepolisian. Alhasil, proses penyelidikan hingga penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah.

Untuk mengantisipasi kekalahan dan gugatan yang sama, Ruki menilai perlunya revisi UU KPK terkait kewenangan pengangkatan penyidik independen.(http://www.cnnindonesia.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar