Ricardo yang pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Kurator dan
Pengurus Indonesia (AKPI) ini berbagi beberapa kiat untuk menjadi
pengacara kepailitan yang sukses. Berikut kiat-kiat dari Ricardo
sebagaimana dirangkum oleh hukumonline ketika ditemui usai menjadi
pembicara sebuah pelatihan untuk para in House Counsel di Jakarta, Kamis
(11/6):
1. Pahami UU Kepailitan
Ricardo mengatakan langkah pertama bila seseorang ingin berkiprah sebagai advokat di bidang kepailitan adalah memahami UU No.37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU
Kepailitan). Menurutnya, memahami UU ini harus sampai ke akar-akarnya,
yakni apa filosofi UU ini dilahirkan.
“Pertama sekali memang seorang advokat harus memahami dulu filosofi
hukum kepailitan atau arti undang-undang kepailitan itu dibuat apa?”
ucap Ricardo.
Ricardo menjelaskan banyak orang yang sering salah sangka menafsirkan
tujuan utama UU ini. Banyak orang, lanjutnya, menilai tujuan utamanya
adalah untuk memaksa debitur atau kreditur; atau untuk kepentingan
debitur atau kreditur. “Padahal itu kan hanya tujuan antara,” tegasnya.
“Tujuan akhirnya sebenarnya yang paling tepat dari Undang-Undang
Kepailitan adalah, dia merupakan undang-undang yang memastikan bahwa
seluruh pelaku usaha melakukan aktivitas usahanya secara baik dan benar.
Dia tidak bisa misalnya melakukan ekspansi dengan cara tidak terukur,”
tutur founder Ricardo Simanjuntak & Partners ini.
Ricardo menambahkan pelaku usaha harus memahami tren dalam pembangunan
produk. Selain itu, pengusaha harus juga memahami hal-hal yang
berhubungan dengan tata cara pengelolaan yang baik dan benar. Dia juga
harus punya rasa malu apabila tidak memegang komitmen. Ini lah yang
harus disampaikan advokat kepada kliennya.
2. Jangan Lupakan Juga Aturan Terkait dan Hukum Acara
Selain UU Kepailitan, jangan pula lupakan peraturan perundang-undangan
terkait. Ricardo menyebut sederet undang-undang yang perlu “dilahap
habis” oleh para calon advokat kepailitan. Berikut adalah deretan UU
tersebut:- UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- UU Perkoperasian
- UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
- UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan
- UU lain yang berkaitan dengan penjaminan
Ricardo menilai bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan kepailitan sangat kompleks, sehingga pemahaman yang utuh sangat
dibutuhkan. “Dengan pemahaman itu, akan membangun sikap dia (para calon
advokat kepailitan,-red), dan juga tentunya dia memahami hukum acara.
Itu menjadi basis dari persiapan dia,” ujarnya.
Selain itu, Ricardo juga mengingatkan para advokat tidak melupakan
dasar dari kepailitan, yakni hukum perdata beserta hukum acara perdata.
“Dia harus sangat-sangat paham. Pemahaman dia tidak cukup B, tapi harus
A+. Dari pemahaman itu, maka dia akan masuk ke dunia praktik. Di praktik
itu lah dia akan mematangkan,” tukasnya.
3. Bertindak Secara Benar
Nah, setelah memahami seluruh aturan itu secara utuh, maka selanjutnya
perlu bertindak secara benar berdasarkan aturan-aturan tersebut. “Dalam
konteks ini, dia bisa memberikan advise yang benar buat kliennya, dia
bisa memberikan satu pelajaran buat kliennya untuk misalnya memahami
hal-hal mana yang sepatutnya dilakukan,” sambung Ricardo.
Ricardo mengatakan seorang advokat yang baik adalah advokat yang
memastikan bahwa dia akan berarti buat kliennya. Maksudnya, berarti
dalam meng-advise kliennya.
Selain “mengajarkan” klien atas hal-hal yang patut dilakukan, advokat
juga perlu mengingatkan bahwa dalam proses berperkara – khususnya dalam
perkara kepailitan – bila kliennya tak mau dicurangi, maka jangan pula
melakukan hal mencurangi orang lain.
“Advokat pun kalau merasa hakim curang, itu adalah satu bencana, maka dia pun tidak boleh berlaku curang,” ujarnya.
4. Belajar, Belajar dan Belajar
Ricardo mengatakan bertindak secara benar akan menciptakan hal yang
positif, yakni advokat akan terus belajar ketika menangani sebuah kasus.
“Jika advokat itu melakukan sesuatu dengan benar, dia memaksa otaknya
bekerja, ilmunya berguna. Karena advokat yang baik adalah advokat yang
juga memastikan bahwa dia mempunyai ilmu yang cukup dan juga moral yang
baik,” ungkap Ricardo.
Selain itu, Ricardo melanjutkan, untuk menjadi hebat tak perlu harus
berasal dari lawfirm-lawfirm besar. Yang diperlukan advokat adalah
belajar dan terus belajar. “Nggak ada kata cukup dalam belajar. Karena
jadi advokat pun kita masih punya pola untuk terus melanjutkan
(pelajaran-pelajaran, red) itu,” tukasnya.
“Saya sudah hampir 23 tahun menjadi advokat dan saya terus belajar.
Saya sekolah terus ini. Nggak ada hari tanpa belajar karena advokat itu
adalah profesional yang tidak jauh dari kampus. Dia sama seperti dosen,
dia terus akan menggali ilmu,” pungkasnya. (www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar