Otto Hasibuan. Foto: dok/JPNN.com
MUSYAWARAH
Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Munas Peradi) 2015 yang digelar
di Makassar 26-28 Maret kemarin, belum berbuah hasil. Riak kisruh di
tubuh organisasi tersebut, membuat Peradi belum berhasil memutuskan
nakhoda baru.
Dengan gagalnya Munas, Otto Hasibuan
sebagai Ketua Umum Peradi masih tetap menjabat, meskipun ada pihak yang
bersikeras menyatakan pengurus lama sudah demisioner.
Sebelumnya, Otto sendiri mengatakan sudah tidak mencalonkan lagi, namun dia menggarisbawahi bahwa sulit untuk mengundurkan diri.
Otto mengungkapkan, bahwa yang disebut
demisioner adalah kalau sudah memberikan pertanggungjawaban selama lima
tahun kepada peserta munas yang hadir. Kemudian menyerahkan pimpinan
munas kepada orang-orang yang dipilih oleh peserta munas.
"Saat itulah saya demisioner, tidak boleh lagi mengambil keputusan. Itulah disebut demisioner, sampai terpilihnya ketua umum yang baru," tandas Otto Hasibuan, Rabu (1/4).
"Saat itulah saya demisioner, tidak boleh lagi mengambil keputusan. Itulah disebut demisioner, sampai terpilihnya ketua umum yang baru," tandas Otto Hasibuan, Rabu (1/4).
Menanggapi munas, Otto menyesalkan
musyawarah yang belum dibuka sudah ricuh. Hal itu membuat munas tidak
jadi dilaksanakan. Maka untuk sementara, Ketua Umum Peradi kembali
dipegang oleh Otto Hasibuan, setidaknya untuk enam bulan ke depan dapat
dilaksanakan munas kembali. Meskipun masa berakhir Otto sebenarnya
berakhir pada bulan Mei 2015 nanti.
"Maksud saya, kalau sudah berakhir atau kalau sudah demisioner, tentu pimpinan munaslah yang mentukan arahnya, karena munas tidak ada maka tidak ada caretaker. Meskipun ada yang mengaku caretaker itu hanya sepihak," terang Otto.
Otto menambahkan, pemilihan Ketua Umum dipilih oleh peserta munas sesuai AD/ART untuk satu kali dalam lima tahun. Tapi menurutnya sangat disayangkan kaum intelektual melakukan seperti itu. Padahal tahu aturan, tahu hukum, tahu moral mana yang buruk dan mana yang baik.
"Jadi kalau menghadapi seperti ini, saya serahkan kepada anggota saja dan AD/ART. Karena munas jelas-jelas ditunda karena memang panitia lokal tidak mampu dan ada permintaan dari 48 cabang kepada saya secara resmi meminta untuk ditunda demi keamanan," tuturnya.
Oleh karena itu, Otto meyakini dengan kejadian itu tidak akan didukung oleh semua cabang karena mereka kaum intelektual.
"Maksud saya, kalau sudah berakhir atau kalau sudah demisioner, tentu pimpinan munaslah yang mentukan arahnya, karena munas tidak ada maka tidak ada caretaker. Meskipun ada yang mengaku caretaker itu hanya sepihak," terang Otto.
Otto menambahkan, pemilihan Ketua Umum dipilih oleh peserta munas sesuai AD/ART untuk satu kali dalam lima tahun. Tapi menurutnya sangat disayangkan kaum intelektual melakukan seperti itu. Padahal tahu aturan, tahu hukum, tahu moral mana yang buruk dan mana yang baik.
"Jadi kalau menghadapi seperti ini, saya serahkan kepada anggota saja dan AD/ART. Karena munas jelas-jelas ditunda karena memang panitia lokal tidak mampu dan ada permintaan dari 48 cabang kepada saya secara resmi meminta untuk ditunda demi keamanan," tuturnya.
Oleh karena itu, Otto meyakini dengan kejadian itu tidak akan didukung oleh semua cabang karena mereka kaum intelektual.
"Anehnya sudah menyatakan mundur masih
sulit kecuali mencalonkan kembali itu boleh dipermasalahkan. Kedua,
istilahnya dalam munas kalau ingin terpilih kenapa menggagalkan munas,
kalau siap bertarung harus berani siap kalah siap menang dan tidak
menghalang-halangi," ujarnya.
Ditambahkan Otto, bisa dibayangkan bahwa
dirinya tidak akan terpilih menggagalkan munas, sebaliknya bila dirinya
akan menang tidak akan mungkin menggagalkan munas, karena yang hadir
saat munas ada 67 DPC, yang tertulis berjumlah 48, yang melapor malam
hari 57 DPC, sedangkan yang hadir siang hari 67.
"Yang belum tanda tangan 19, sekarang dari mana bisa membentuk caretaker didukung 35, sekarang adu data saja. Data dipegang oleh notaris. Saya tidak mengarang, karena dari munas dimulai ada notaris yang membuat berita acara," pungkas Otto.
"Yang belum tanda tangan 19, sekarang dari mana bisa membentuk caretaker didukung 35, sekarang adu data saja. Data dipegang oleh notaris. Saya tidak mengarang, karena dari munas dimulai ada notaris yang membuat berita acara," pungkas Otto.
Terpisah, dari calon Ketum Peradi
Fredrich Yunadi membenarkan pendapat Otto. Menurut Fedrich kepemimpinan
Otto dan para pengurusnya masih legal. Dengan begitu berhak
menyelenggarakan Munas lanjutan enam bulan ke depan.
"Legalitas masih dipegang Pak Otto, karena dia belum demisioner sebagai ketua umum, termasuk pengurus DPN Peradi lainnya. Tidak semudah itu memberhentikan ketua umum, harus sesuai Anggaran Dasar organisasi, ini namanya kudeta kalau tiba-tiba mengklaim menang aklamasi atau mengangkat caretaker pimpinan DPN Peradi," ujar Fredrich.
Fredrich menyebutkan, kisruh Munas Jumat (27/3) malam terjadi karena ada upaya memecah-belah organisasi profesi advokat dengan jargon rekonsiliasi atau munculnya Undang-undang Multi Bar, yang memungkinkan munculnya organisasi profesi advokat lebih dari satu organisasi yang diakui pemerintah.
Selain itu, Fredrich juga menyayangkan pelaksanaan Munas yang tidak steril, karena diikuti pihak-pihak yang bukan anggota Peradi. Membuat membuat kekacauan di Munasdengan dalih tuntutan pemilihan ketua ditentukan dengan mekanisme one man one vote.
"Sistem pemilihan one man one vote itu tidak mungkin dilaksanakan. Munas yang dihadiri seribu orang saja ribut, apalagi kalau dua puluh delapan ribu anggota memilih, tidak masuk akal dilakukan," katanya.
Terkait kekisruhan ini, kini tersisa tiga calon ketua umum yang sah menurut DPN Peradi pimpinan Otto, yakni Fredrich Yunadi, James Purba dan Fauzi Yusuf Hasibuan. (www.jpnn.com)
"Legalitas masih dipegang Pak Otto, karena dia belum demisioner sebagai ketua umum, termasuk pengurus DPN Peradi lainnya. Tidak semudah itu memberhentikan ketua umum, harus sesuai Anggaran Dasar organisasi, ini namanya kudeta kalau tiba-tiba mengklaim menang aklamasi atau mengangkat caretaker pimpinan DPN Peradi," ujar Fredrich.
Fredrich menyebutkan, kisruh Munas Jumat (27/3) malam terjadi karena ada upaya memecah-belah organisasi profesi advokat dengan jargon rekonsiliasi atau munculnya Undang-undang Multi Bar, yang memungkinkan munculnya organisasi profesi advokat lebih dari satu organisasi yang diakui pemerintah.
Selain itu, Fredrich juga menyayangkan pelaksanaan Munas yang tidak steril, karena diikuti pihak-pihak yang bukan anggota Peradi. Membuat membuat kekacauan di Munasdengan dalih tuntutan pemilihan ketua ditentukan dengan mekanisme one man one vote.
"Sistem pemilihan one man one vote itu tidak mungkin dilaksanakan. Munas yang dihadiri seribu orang saja ribut, apalagi kalau dua puluh delapan ribu anggota memilih, tidak masuk akal dilakukan," katanya.
Terkait kekisruhan ini, kini tersisa tiga calon ketua umum yang sah menurut DPN Peradi pimpinan Otto, yakni Fredrich Yunadi, James Purba dan Fauzi Yusuf Hasibuan. (www.jpnn.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar