Kamis, 19 Maret 2015

LBH Surabaya

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya didirikan pada 28 Oktober 1978 oleh Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) kota Surabaya. Pada awalnya, aktivitas LBH Surabaya hanya berkutat pada pemberian bantuan hukum untuk segala kasus bagi masyarakat miskin diwilayah kota Surabaya dan sekitarnya.
Namun, di akhir tahun 1980an, LBH Surabaya kemudian memperluas wilayah kerjanya dan memiliki satu kantor pos yang berada dikota Malang yang kemudian lebih dikenal dengan LBH Surabaya Pos Malang yang memiliki cakupan wilayah kerja meliputi Malang Raya yang terdiri dari Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu.
Sejak 10 November 1987, LBH Surabaya kemudian bergabung menjadi bagian dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta dan berubah nama menjadi LBH Surabaya Jawa Timur yang mempunyai cakupan wilayah kerja diseluruh Provinsi Jawa Timur.
Dalam dasawarsa terakhir, LBH Surabaya telah memfokuskan diri pada pembelaan hak-hak ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan politik dalam kasus tertentu yang bersifat publik dan struktural seperti pembelaan kaum buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, dan para aktivis pejuang Hak Asasi Manusia yang menjadi korban represifitas negara dan pemodal.
Memiliki pengalaman-pengalaman dalam kasus-kasus yang menjadi perhatian publik, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya ikut terlibat dalam pembelaan terhadap Kasus-kasus tersebut, diantaranya adalah pembunuhan aktivis buruh Marsinah, pembunuhan massal akibat pembangunan Waduk Nipa di Sampang, kasus subversif terhadap aktivis-aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), kasus penembakan petani oleh Militer, dan ratusan kasus hukum lainnya.
Sejak tahun 2012, LBH Surabaya kini memfokuskan kegiatan advokasinya lebih kepada aksi-aksi legal reform, access to justice, dan democracy accesment dengan memiliki satuan tugas yang bernama Divisi, yakni Divisi Hak Sipil dan Politik (Sipol), Divisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob), dan Divisi Perempuan dan Anak.
Sejak awal berdiri hingga saat ini, LBH Surabaya Jawa Timur telah mengalami beberapa kali dinamikan dan perubahan pada pola gerakan pembelaan hukum (legal defend) yang ditujukan bagi masyarakat Jawa Timur. Pada era 70-an, pembelaan hukum lebih diarahkan hanya terbatas pada Masyarakat Miskin, namun pada era 80-an, sejak bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), ada pergeseran pola gerakan pembelaan hukum yang dilakukan, yakni dari Bantuan Hukum Konvensional menjadi Bantuan Hukum Struktural. Pada era Reformasi, sejalan dengan pertumbuhan gerakan prodemokrasi di Indonesia, LBH Surabaya menjadi bagian dari dinamika gerakan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia Jawa Timur.
LBH Surabaya menjadi inspirasi sekaligus mitra bagi siapa pun yang memiliki komitmen yang sama. LBH Surabaya tentu tidak hanya memerankan dirinya sebagai bagian dari organisasi yang tersentralisasi. Maka, dukungan dari. kalangan akademisi, organisasi rakyat setempat, organisasi non pemerintah (ornop) lokal, mahasiswa, tokoh agama, serta dukungan nyata dari kalangan jurnalis merupakan kekuatan yang mampu menjamin optimalisasi perjuangan LBH Surabaya.
Dalam kurun waktu yang sangat panjang tersebut (36 tahun), LBH Surabaya Jawa Timur telah dipimpin oleh enam orang Direktur, yaitu Abdullah Thalib (1978-1983)[1], Muchammad Zaidun (1983-1994), Indro Sugiarto (1994-2000), Deddy Prihambudi (2000-2005), Mohammad Syaiful Aris (2006-2012), dan M. Faiq Assiddiqi (2012-sekarang).
[1] Berdasarkan keterangan beberapa alumni LBH Surabaya di tahun terakhir masa kepemimpinan Direktur Abdullah Thalib, LBH Surabaya pernah mengalami masa vakum.
(http://lbhsurabaya.or.id/sejarah/)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar