Jumat, 10 Oktober 2014

Tak Ada Bantuan Hukum untuk Udar Pristono

ANGGA BHAGYA NUGRAHAMantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, keluar ruangan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (12/5/2014). Kejaksaan Agung menetapkan Udar Pristono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bus transjakarta dan bus kota terintegrasi bus transjakarta (BKTB) pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2013 senilai Rp 1,5 triliun. WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan tidak akan memberi bantuan hukum kepada mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta I Made Karmayoga menjelaskan, bantuan hukum tidak dapat diberikan bagi para pegawai negeri sipil (PNS) yang terjerat kasus pidana, termasuk korupsi.

"Melihat kondisi dan ketentuan yang ada, tidak ada celah untuk memberikan bantuan hukum bagi (PNS terjerat) kasus pidana. Baik SKPD yang bertanggung jawab maupun pengalokasian anggaran, tidak dimungkinkan," kata Made, saat ditemui wartawan, di Blok G Balaikota, Jumat (19/9/2014).

Kemudian, bagaimana dengan peraturan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang baru saja diterbitkan. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 92 ayat (1) dinyatakan pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada ASN berupa perlindungan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan bantuan hukum. Kemudian pada ayat (3), tertulis bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.

Menanggapi hal itu, Made menjelaskan, belum ada peraturan turunan atau peraturan pemerintah dari UU tersebut sebagai dasar petunjuk pelaksanaan (juklak).

"Peraturan pemerintahnya belum terbit. Sehingga belum bisa diimplementasikan, jadi tidak dimungkinkan (pemberian bantuan hukum)," kata mantan Sekretaris Bappeda DKI itu.

Kendati demikian, Pristono hingga saat ini masih berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Status ini berlaku hingga ada putusan hukum tetap yang membuktikan kalau ia benar-benar menyalahgunakan anggaran. Apabila Pristono terbukti bersalah, seluruh jabatan serta status sebagai PNS, terhenti.

"Tapi, kalau tersangka dan ditahan dalam posisi menjabat, jabatannya dicopot dulu. Dia tetap berhak mendapat 75 persen gaji pokok," ujar Made.

Senada dengan Made, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama juga menolak pemberian bantuan hukum bagi Pristono. Sebab, menurut dia, Pristono telah memiliki kuasa hukum.

"Kalau enggak boleh ada bantuan hukum, ya tidak boleh. Lagipula dia (Pristono) sudah punya (pengacara) Eggy Sudjana and Partners, kan?" kata Basuki, Kamis kemarin.

Basuki pun mengaku siap apabila Kejagung memintanya untuk memberi keterangan perihal itu. Agar penyalahgunaan anggaran pengadaan bus tidak lagi terjadi, DKI mengalihkan kegiatan itu dari Dinas Perhubungan ke PT Transjakarta. Sementara, Dinas Perhubungan DKI hanya mengurusi rekayasa lalu lintas, rambu lalu lintas, serta minimalisir kemacetan lalu lintas. Pria yang akrab disapa Ahok itu juga tak ingin lagi membeli bus dengan spesifikasi dan kualitas rendah.

Pristono, saat akan ditahan Kejagung, meminta Jokowi untuk bertanggung jawab perihal pengadaan transjakarta pada APBD DKI 2013. "Saya bekerja untuk Pak Jokowi. Tapi, ketika saya tersandung bus karatan, kenapa saya dimasukkan tahanan?" kata anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) itu.

Ia juga meminta DKI beri perlindungan hukum padanya.

Pristono menjadi tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan bus transjakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB) berkarat pada anggaran Dinas Perhubungan DKI tahun 2013 senilai Rp 1,5 triliun. Selain Pristono, Kejagung juga menahan tersangka lainnya, Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prawoto.  (
http://megapolitan.kompas.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar