Ini tentu kabar gembira, karena berarti semangat rekonsiliasi dan
konsilidasi organisasi advokat yang didengungkan oleh Juniver Girsang
telah dijalankan. Masalahnya adalah Juniver Girsang bukan satu-satunya
kelompok yang mengaku sebagai penerus kepengurusan Otto Hasibuan setelah
kegagalan Munas PERADI di Makassar.
Tercatat setelah Munas, PERADI pecah menjadi PERADI versi Otto Hasibuan
yang berencana melanjutkan Munas di Pekanbaru pada bulan Juni mendatang
dan orang-orang yang menyatakan diri sebagai caretaker PERADI sekaligus
mendemisionerkan kepengurusan Otto Hasibuan.
Belakangan caretaker terpecah dan salah satu kubu caretaker
pimpinan Juniver Girsang kemarin melantik kepengurusan versinya,
sedangkan caretaker versi Humphrey Djemat melalui DPP AAI tidak mengakui
kepengurusan versi Juniver Girsang maupun Otto Hasibuan. Kemudian,
katakanlah PERADI versi Otto Hasibuan telah melaksanakan Munas mereka di
Pekanbaru dan menghasilkan kepengurusan baru, maka kepengurusan PERADI
terbagi tiga kubu. Sungguh pelik!
Memang benar, perpecahan dalam organisasi advokat Indonesia adalah
bukan hal baru. Demikian pula perpecahan organisasi di Indonesia
menggunakan mekanisme munas tandingan dan kemudian pasang badan demi
eksistensi organisasi tandingan sudah merupakan demokrasi khas
Indonesia. Para elit politik terlalu sering mementingkan kepentingan
mereka sendiri ketimbang kepentingan orang-orang kecil dan organisasi
advokat yang katanya adalah organisasi para officium nobile adalah bukan
pengecualian.
Saya sendiri pernah menjadi korban dari perpecahan itu pada saat masih
menjadi calon advokat karena tidak bisa dilantik akibat PERADI pecah dan
orang-orang yang keluar dari PERADI keluar membentuk Kongres Advokat
Indonesia (KAI) seraya mengaku-ngaku sebagai organisasi advokat yang sah
menurut UU Advokat sehingga mengakibatkan Mahkamah Agung (MA) menunda
pelantikan advokat baru sampai PERADI dan KAI menyelesaikan permasalahan
di antara mereka.
Yang menjadi miris adalah, ternyata tidak butuh waktu lama bagi KAI
untuk pecah menjadi lima organisasi yang masing-masing mengaku sebagai
organ tunggal: dua kubu KAI, dua kubu DPP Persatuan Advokat Indonesia
(PERADIN) dan DPP Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) versi Todung Mulya
Lubis.
Untungnya dua tahun sejak PERADI pecah, akhirnya MA bersedia membuka
kran pelantikan dan penyumpahan advokat baru PERADI dan hal ini tidak
bisa dilepaskan dari peran islah PERADI pimpinan Otto Hasibuan dan KAI
dari kepengurusan Indra Sahnun Lubis. Walaupun setelah itu Indra Sahnun
Lubis membatalkan islah, namun saya mewakili ribuan calon advokat tetap
mengucapkan terima kasih.
Setelah itu setiap usaha mempersatukan organisasi-organisasi yang
mengaku sebagai organisasi advokat tunggal gagal dan akhirnya muncul
usaha mengolkan RUU Advokat yang mengakui sistem multibar yang dinaungi
oleh federasi organisasi advokat. Ini sebenarnya ide lama, sebab dari
awal para organisasi advokat pendiri PERADI menolak untuk membubarkan
diri pasca berdirinya PERADI. Sebagian dari mereka menafsirkan
bahwa PERADI adalah federasi organisasi advokat yang menaungi
organisasi-organisasi di bawahnya.
Berdasarkan fakta bahwa sistem federasi tidak berhasil menyatukan
advokat dan sejarah perpecahan organisasi advokat sebelum-sebelumnya
maka saya menyimpulkan bahwa RUU Advokat dengan sistem federasi tidak
akan dapat mempersatukan advokat-advokat Indonesia selama kita sendiri
masih mementingkan ego pribadi dan tidak mempedulikan kepentingan orang
banyak. Terbukti PERADI dan KAI-PERADIN-IKADIN belum bersatu, malah
PERADI sendiri yang pecah dan pecahan PERADI itu kembali pecah.
Sekarang dengan pecahnya PERADI menjadi tiga dan masuknya
kembali orang-orang KAI dan IKADIN maka menimbulkan beberapa pertanyaan
sederhana, khususnya berkenaan dengan pelantikan calon advokat-advokat:
Pertama, apakah KAI kubu Indra Sahnun Lubis dan IKADIN kubu Todung
Mulya Lubis meleburkan diri ke dalam PERADI pimpinan Juniver Girsang
atau masih mempertahankan eksistensinya? Apakah hal ini berarti mereka
mengakui PERADI sebagai organisasi advokat menurut UU Advokat, atau
malahan PERADI mengakui sistem multi-bar dan bersedia mendukung RUU
Advokat?
Kedua, bagaimana nasib advokat dan calon advokat dari KAI kubu Indra
Sahnun Lubis dan IKADIN kubu Todung Mulya Lubis, apakah "diputihkan"
PERADI pimpinan Juniver Girsang atau malah tidak diakui? Bila diakui,
apakah PERADI versi Otto Hasibuan dan Humphrey Djemat bersedia mengakui
mereka? dan bila tidak diakui, maka dimana pertanggung jawaban mereka
sebagai pimpinan?
Ketiga, siapa di antara Juniver Girsang, Otto Hasibuan dan Humphrey
Djemat yang berhak mengusulkan pelantikan calon advokat yang telah
mengikuti dan lulus Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan ujian
PERADI? dan apakah akan ada moratorium pengangkatan dan penyumpahan
advokat baru oleh Mahkamah Agung menyusul pecahnya PERADI?
Keempat, siapa di antara Juniver Girsang, Otto Hasibuan dan Humphrey Djemat yang berhak mengadakan PKPA dan ujian advokat?
Kelima, kapan organisasi-organisasi advokat tersebut akan kembali
pecah, sebab dari sejarah kita bisa belajar bahwa di Indonesia
kemungkinan organisasi pecah akan lebih besar ketimbang bersatu dan
melakukan rekonsiliasi.
Penulis cukup yakin bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas akan sulit
dijawab padahal masih terdapat pertanyaan lain seperti kepada siapa
laporan pelanggaran kode etik advokat PERADI diajukan?
Dengan demikian, maka perpecahan PERADI kembali mengulangi drama lama,
bahwa ketika dua gajah bertarung, maka pelanduk akan mati di
tengah-tengah. Saya tidak mempunyai kepentingan maupun afiliasi dengan
salah satu pihak yang bertikai, dan saya juga tidak menghadiri Munas
PERADI di Makassar karena sudah mendapat firasat akan kembali kisruh.
Namun, saya merasa harus bersuara, bila bukan mewakili silent majority
yang terdiri dari advokat muda yang selama bertahun-tahun diam melihat
para senior advokat saling bertikai memperebutkan jabatan semu, maka
setidaknya saya mewakili diri saya yang pernah menjadi korban
orang-orang yang seharusnya sudah cukup bijaksana untuk mementingkan
kepentingan orang banyak ketimbang kepentingan sendiri.
Sudah saatnya mereka yang bertikai duduk bersama dalam satu meja dan
melakukan rembuk nasional demi kepentingan Indonesia pada umumnya dan
advokat pada khususnya agar setidaknya mereka meninggalkan warisan
berharga kepada generasi muda dengan memutus siklus sesat demokrasi
Indonesia berupa bila tidak setuju dengan organisasi maka bentuk
organisasi tandingan.(www.hukumonline.com)
* Penulis adalah advokat muda dan penulis amatir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar