Perhelatan Musyawarah Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Munas PERADI)
di Makassar, Sulawesi Selatan, akhir Maret 2015 membuahkan hasil yang
kurang positif. Selain gagal terlaksana, Munas juga memunculkan
perpecahan di tubuh PERADI. Setidaknya terdapat tiga kubu yakni kubu
yang pro penundaan Munas, kubu caretaker, dan kubu Juniver Girsang yang menyatakan telah terpilih menjadi Ketua Umum PERADI 2015-2020.
Kondisi seperti ini tentunya sangat memperhatinkan. Untuk kesekian
kalinya, advokat Indonesia didera persoalan perpecahan. Sejumlah pihak
menyayangkan jika PERADI menjadi terbelah. Salah satu yang menyuarakan
keprihatinan itu adalah Prof Jimly Asshiddiqie. Pakar Hukum Tata Negara
itu berpendapat kondisi ini tidak akan terjadi jika para pihak yang
berkepentingan mampu menahan diri.
Ditemui hukumonline, Senin (13/4), di kantornya di Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu di bilangan Thamrin, Jakarta, mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi itu memaparkan panjang lebar
pemikiran-pemikirannya terkait solusi atas persoalan yang tengah
dihadapi PERADI. Berikut ini petikan wawancaranya:
Bagaimana pendapat Prof Jimly terkait Munas PERADI II yang gagal terlaksana dan bahkan menimbulkan perpecahan?
Saya menyayangkan bahwa tokoh-tokoh advokat tidak bisa menahan diri. Terus menerus gagal belajar dari masa lalu. Gagal belajar dari aneka peristiwa konflik dan perpecahan. Jadi ini menyedihkan. Karena untuk membenahi sistem hukum di negara kita ini, disamping kita perlu membenahi dunia kehakiman, yang kedua, yang sangat strategis itu advokat.
Saya menyayangkan bahwa tokoh-tokoh advokat tidak bisa menahan diri. Terus menerus gagal belajar dari masa lalu. Gagal belajar dari aneka peristiwa konflik dan perpecahan. Jadi ini menyedihkan. Karena untuk membenahi sistem hukum di negara kita ini, disamping kita perlu membenahi dunia kehakiman, yang kedua, yang sangat strategis itu advokat.
Jadi kalau dunia advokat masih kayak gini, carut marut, dan para
petinggi, tokoh-tokoh seniornya tidak mampu keluar dari jeratan-jeratan
konflik yang sudah berlangsung begitu lama. Ini menyedihkan!
Jadi, bagaimana mengatasi persoalan ini?
Imbauan saya ya supaya ada statesmanship, kenegarawanan. statesmanship dalam arti luas. Walaupun sebagian tidak berpengalaman menduduki jabatan-jabatan bernegara dalam arti spesifik, tapi negara dalam arti luas ini kan menyangkut kita semua. Apalagi advokat sudah ditegaskan dalam undang-undang sebagai penegak hukum.
Imbauan saya ya supaya ada statesmanship, kenegarawanan. statesmanship dalam arti luas. Walaupun sebagian tidak berpengalaman menduduki jabatan-jabatan bernegara dalam arti spesifik, tapi negara dalam arti luas ini kan menyangkut kita semua. Apalagi advokat sudah ditegaskan dalam undang-undang sebagai penegak hukum.
Nah, jadi imbauan saya, ya statesmanship-nya itu supaya dijaga. Siapa
lagi yang bisa menyelesaikan masalah ini kecuali para tokoh-tokoh senior
advokat sendiri.
Saya bukan advokat, tapi saya tersentuh. Cuma saya tidak bisa berbuat
apa-apa karena saya bukan advokat, cuma saya merasa akrab dengan masalah
ini. Jadi, kalau tidak ada upaya yang serius ke depan, sulit ini kita
berkembang sebagai negara hukum yang sesungguhnya.
Statesmanship yang Prof Jimly maksud, itu konkretnya seperti apa?
Ya, saya berharap jadi masing-masing melepaskan diri dari kepentingan pribadi dan kelompok. Tapi bergerak ke arah yang lebih luas, melihat kepentingan yang lebih besar. Kepentingan profesi advokat dan lebih dari itu, kepentingan negara dan bangsa.
Ya, saya berharap jadi masing-masing melepaskan diri dari kepentingan pribadi dan kelompok. Tapi bergerak ke arah yang lebih luas, melihat kepentingan yang lebih besar. Kepentingan profesi advokat dan lebih dari itu, kepentingan negara dan bangsa.
Tidak bisa kita membiarkan negara hukum kita ini carut marut terus
begini tanpa kita melakukan pembenahan dunia advokat. Karena advokat
itu, kita akan menemukan fungsi advokat di semua lini fungsi-fungsi
hukum di negara kita.
Maka bayangan saya sangat besar pengaruhnya kalau organisasi advokat
kita perbaiki. Kembalikan ke khittah-nya, visi dan misi, dan jati diri
keberadaannya yang sebenarnya. Bahkan bukan hanya kepada jati diri
identitas yang sebenarnya, juga harus kita kaitkan dengan perkembangan
kenyataan di zaman sekarang. Dimana bernegara itu kita juga harus
mengikuti standar-standar baru di seluruh dunia, dimana kelas menengah
itu jadi penentu dalam sistem demokrasi modern.
Kelas menengah itu dia menjadi antara elit dengan massa. Kelas menengah
ini ditentukan oleh profesionalisme. Profesionalisme itu ditentukan
oleh sistem etika profesional.
Nah, semua bidang-bidang pekerjaan sekarang, itu dilembagakan melalui
prinsip-prinsip profesionalisme. Di semua bidang; insinyur, ekonom,
kedokteran, hakim. Jangan hanya melihat hakim sebagai pejabat negara.
Tapi itu sebagai profesi membutuhkan suatu sistem kinerja yang berbasis
pada sistem etika profesional.
Nah, kalau profesi-profesi ini bisa kita benahi, maka dia akan
menentukan peradaban demokrasi kita makin tumbuh berkembang ke depan.
Salah satunya adalah etika profesi hukum. Yang paling strategis di
antaranya, dua, yaitu etika hakim dan etika advokat. ini yang sangat
menentukan.
Kejadian seperti ini kan bukan yang pertama, menurut Prof Jimly apa sebenarnya yang menjadi akar masalah?
Ya, saya rasa karena akumulasi peran (PERADI, red) yang terlalu memperturutkan nafsu untuk mengkonsentrasikan semua peran dan mensentralisasikan semua kekuasaan, sambil menghindar dari negara, dari pemerintah, sehingga ini tidak ada induk seolah-olah. Jadi, seperti negara dalam negara begitu.
Ya, saya rasa karena akumulasi peran (PERADI, red) yang terlalu memperturutkan nafsu untuk mengkonsentrasikan semua peran dan mensentralisasikan semua kekuasaan, sambil menghindar dari negara, dari pemerintah, sehingga ini tidak ada induk seolah-olah. Jadi, seperti negara dalam negara begitu.
Sedangkan, dia (PERADI) tidak bisa mengelola sendiri sehingga pecah
terus. Nah, jadi saya rasa perlu ada reinterpretasi, rekonstruksi
hubungan peran antara organisasi negara dengan organisasi masyarakat.
Sehingga organisasi profesional bernama PERADI itu menempatkan dirinya
secara tepat di antara intermediate structure, antara state power, dengan society power, dengan civil society organization.
Jadi, PERADI ini di tengah. Dia bukan bagian dari organisasi negara
pemerintah dalam arti sempit. Tapi dia juga jangan sama cara kerjanya
dengan ormas. Maka struktur PERADI harus ditafsir ulang, harus
dianalisa, harus direkonstruksi ulang.
Misalnya, apakah fungsi-fungsi yang dikerjakan organisasi PERADI selama
ini, itu tepat dikerjakan oleh negara atau tepat dikerjakan oleh
swasta? Jadi yang seharusnya yang ditangani oleh negara, ya biar negara
yang urus. Yang harusnya dikerjakan oleh swasta, yang harus dikerjakan
oleh masyarakat, biar masyarakat yang urus. PERADI itu jangan
mengerjakan semua hal, sehingga tidak perlu rebutan resources (sumber daya).
Menurut saya, seperti kegiatan pendidikan. Itu kan bisa dikerjakan
masyarakat, oleh ormas, tapi sertifikasinya, ujiannya, standardisasi
kurikulumnya, itu oleh PERADI. Jadi dengan begitu ada pembagian.
Apakah rekonstruksi dan reinterpretasi bisa dilakukan tanpa mengubah undang-undang?
Ya, sebagian kita harus lihat undang-undangnya, tapi tidak melulu harus mengubah undang-undang. Sebab yang tidak dilarang oleh undang-undang, itu artinya boleh. Jadi kita jangan dulu mulai segala sesuatu dengan norma, tapi bangunlah dulu ide, baru nanti kita cek ke norma di undang-udangnya. Kalau memang tidak bisa tidak undang-undangnya harus diperbaiki, ya kita perbaiki.
Ya, sebagian kita harus lihat undang-undangnya, tapi tidak melulu harus mengubah undang-undang. Sebab yang tidak dilarang oleh undang-undang, itu artinya boleh. Jadi kita jangan dulu mulai segala sesuatu dengan norma, tapi bangunlah dulu ide, baru nanti kita cek ke norma di undang-udangnya. Kalau memang tidak bisa tidak undang-undangnya harus diperbaiki, ya kita perbaiki.
Tapi seandainya tidak perlu pakai perbaikan undang-undang, di anggaran
dasar kan bisa diperbaiki, karena anggaran dasar itu adalah
konstitusinya organisasi. Di situ juga bisa mengatur hal-hal yang tidak
dilarang undang-undang.
Nah, jadi kita harus menghitung dengan baik sehingga para advokat
senior, tolonglah, saya mau diajak untuk berdialog untuk memikirkan dan
mau membantu bagaimana memberikan dukungan informasi, dukungan
pemikiran, kepada teman-teman advokat. asal ada kemauan untuk berbenah
diri. Silakan. (www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar