Senin, 13 Oktober 2014

Bolehkah Menggunakan Merek Terdaftar untuk Display Picture Media Sosial?


Apakah boleh memasang logo/merek terdaftar milik suatu perusahaan, yang tidak ada hubungannya dengan saya, pada display picture sosial media seperti BBM, WhatsApp, Facebook, Twitter, dlll? Atau apakah boleh memasangnya pada barang-barang pribadi seperti sampul buku, menjadi stiker di mobil yang dibuat sendiri, tidak dibuat massal untuk diperjualbelikan?
ANGELO MICHEL
    Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4dfee5c0cd296/lt53968cc72bf45.jpg
Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (“Undang-Undang Merek”) terdapat rumusan tentang definisi merek sebagai berikut:
1.    Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
2.    Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
3.    Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
 
Dari definisi yang dinyatakan dalam Undang-Undang Merek tersebut di atas dapat diketahui bahwa pada hakikatnya Merek adalah sebuah tanda. Akan tetapi, sebuah tanda tidak akan demikian saja diterima sebagai merek jika tidak memiliki daya pembeda. Yang dimaksud dengan daya pembeda adalahmemiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain.
 
Suatu tanda yang sudah memiliki daya pembedapun tidak dapat diterima sebagai merek apabila tidak digunakan pada kegiatan perdagangan barang atau jasa. Itu sebabnya Kantor Pendaftaran Merek menyaratkan penyebutan jenis barang yang pada saat seseorang ingin mendaftarkan hak mereknya. Dalam artikel Fungsi Merek, yang diakses dari laman Direktorat Jenderal Hak dan Kekayaan Intelektual, secara garis besar, pemakaian merek berfungsi sebagai berikut:
a)    Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya;
b)    Sebagian alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya;
c)    Sebagai jaminan atas mutu barangnya;
d)    Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.
 
Menurut Suyud Margono, perlindungan atas merek pada dasarnya merupakan bagian dari perlindungan hukum terhadap persaingan curang yang merupakan perbuatan melanggar hukum di bidang perdagangan. Secara menyeluruh, kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi oleh hukum merek adalah:
a.    Kepentingan pemilik merek untuk tidak diganggu gugat dalam hubungan baiknya dengan para konsumen, yang telah dibina olehnya di pasar melalui penggunaan suatu merek tertentu, serta dalam harapan yang wajar untuk memperoleh pelanggan tetap pada masa datang, yang kesemuanya itu terjamin oleh pengenalan masyarakat kepada merek tersebut, yang menunjukkan bahwa pemilik merek itu adalah produsen dari barang yang bersangkutan.
b.    Kepentingan para produsen atau para pedagang lainnya yang bersaing, untuk bebas memasarkan barang-barangnya dengan memakai tanda-tanda umum yang dapat dipakai oleh siapa saja, dan yang seharusnya tidak boleh dimonopoli oleh siapapun sehingga tidak merugikan kebebasan mereka untuk menjual barang-barangnya dalam persaingan yang jujur dan sah.
c.     Kepentingan para konsumen untuk dilindungi terhadap praktik-praktik yang cenderung hendak menciptakan kesan-kesan yang dapat menyesatkan dan menipu atau membingungkan mereka, dengan cara mempengaruhi pikiran mereka bahwa suatu perusahaan adalah sama dengan perusahaan lain, atau hasil-hasil dari suatu perusahaan itu juga berasal dari perusahaan yang lain tersebut.
d.    Kepentingan umum untuk memajukan perdagangan yang jujur di pasar-pasar, serta untuk mencegah timbulnya praktik-praktik yang tidak jujur dan pula bertentangan dengan norma-norma kepatutan dalam perdagangan.
 
Dari uraian di atas, kita bisa melihat bahwa perlindungan atas merek adalah bagian dari perlindungan hukum terhadap perbuatan melanggar hukum. Kebanyakan orang berpendapat bahwa jika merek dipakai hanya untuk tindakan non-komersial, maka mungkin hal tersebut diperbolehkan dan tidak melanggar hukum. Hal ini bisa jadi benar bisa jadi juga tidak benar.
 
Merujuk pada aturan hukum yang berlaku di Indonesia mengenai penggunaan merek, siapapun yang tidak memiliki hak eksklusif atas sebuah merek terdaftar atau tidak diberikan izin oleh yang berhak, tidak boleh mempergunakannya. Pasal 3 Undang-Undang Merek mengatur bahwa Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.   
 
Hukum merek di Indonesia memang hanya mengatur mengenai pelanggaran terhadap merek bagi penggunaan merek dalam kegiatan produksi dan perdagangan. Gugatan atas Pelanggaran merek dapat diajukan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyaipersamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis. Ketentuan pidana yang ada dalam Undang-Undang Merek pun merupakan delik aduan.
 
Perjanjian internasional mengenai hak merek yang ada seperti Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Trademark Law Treaty, juga hanya mengatur mengenai penggunaan merek dalam industri bisnis dan perdagangan, tidak mengatur mengenai “fair use” (penggunaan untuk kepentingan yang wajar). Hal ini berbeda dengan perjanjian internasional mengenai hak cipta, Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works yang mengatur secara tegas mengenai fair usedan diadopsi dalam hukum hak cipta di Indonesia.
 
Akan tetapi, meski tak diatur dalam konvensi internasional, Amerika Serikat mengatur secara tegas mengenai penggunaan merek dalam kategori fair use dalam U.S. Trademark Law: Rules of Practice & Federal Statute, misalnya untuk berita, fans, parodi, dan lain-lain. Beberapa negara seperti Malaysia, Hong Kong, Kanada, negara-negara Eropa, Argentina, Jepang, Meksiko, dan Filipina juga menerapkan doktrin fair use meski tidak secara tegas mengatur dalam hukum merek mereka.
 
Bicara soal penggunaan merek pada media sosial adalah bicara soal penggunaan merek pada ranah internet, online, lintas batas negara. Maka perlu dipahami pula bahwa implikasinya tentu bukan tidak mungkin bisa meluas jika terjadi penyalahgunaan merek tanpa hak. Selain itu, untuk penggunaan merek-merek terdaftar dalam media sosial, beberapa media sosial telah memiliki kebijakan yang ketat yang disampaikan kepada penggunanya pada saat pengguna menyetujui untuk memakai aplikasi media sosial tersebut. Sebut saja, Twitter misalnya. Twitter memiliki kebijakan“Trademark Policy” yang menyatakan sebagai berikut :
 
What is a Trademark Policy Violation on Twitter?
Using a company or business name, logo, or other trademark-protected materials in a manner that may mislead or confuse others with regard to its brand or business affiliation may be considered a trademark policy violation.
 
Ini artinya bahwa Twitter menganggap bahwa penggunaan merek terdaftar orang lain yang dapat membuat penyesatan dan membingungkan pelanggan merek tersebut adalah pelanggaran terhadap kebijakan merek mereka.
 
Facebook juga menerapkan kebijakan yang melarang penggunanya untuk melanggar merek terdaftar ketika pengguna sepakat untuk memakai aplikasinya. Ini terdapat pada halaman Facebook “Statement of Rights and Responsibilities” di mana pada bagian “Registration and Account Setting”Anda harus sudah menyetujui ini jika mempergunakan aplikasinya.
 
10.If you select a username or similar identifier for your account or Page, we reserve the right to remove or reclaim it if we believe it is appropriate (such as when a trademark owner complains about a username that does not closely relate to a user's actual name).
 
Blackberry Messenger (BBM) dan WhatsApp juga sebenarnya memiliki kebijakan sendiri mengenai pelanggaran merek yang dilakukan oleh penggunanya, hanya saja kebanyakan orang tidak pernah memperhatikan secara detail mengenai perjanjian atau “Terms and Conditions”.
 
Sedangkan penggunaan untuk barang-barang pribadi sebagaimana disebut dalam pertanyaan Anda, misalnya pada buku pribadi ataupun sticker yang dibuat untuk dipasang di mobil sendiri, semuanya dikembalikan kepada motif dan iktikad baik si pemakai merek terdaftar saja. Mengingat penggunaannya tanpa hak, jika penggunaan merek terdaftar benar-benar murni untuk kesenangan pribadi tanpa ada muatan komersial, tentunya pemilik merek akan turut senang karena mereknya dipromosikan dengan gratis.
 
Pada banyak kasus, gugatan pelanggaran merek memang akan menghasilkan jika terkait dengan perdagangan, dan tak berdaya ketika berhadapan dengan non-komersial. Tetapi pengguna merek untuk keperluan non-komersial harus tetap berhati-hati agar tidak merugikan kepentingan pemilik merek dan mengganggu hubungan baiknya dengan para konsumen yang telah dibinanya melalui usaha dan biaya yang tentunya tak bisa dianggap sebagai investasi yang sedikit.
 
Dasar Hukum:

(www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar