Minggu, 04 Oktober 2015

Saling Lapor Lino-Masinton



Entah salah persepsi atas gratifikasi atau kurang memahami ihwal aset kantor. Yang pasti berujung pada pelaporan balik dengan tudingan mencemarkan nama baik.

===========

Masinton Pasaribu tak gentar menghadapi lapor balik Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino ke kepolisian setelah dirinya melaporkan (ke KPK) kasus paket yang diduga gratifikasi dari PT Pelindo II ke Menteri BUMN Rini Soemarno.

Tim kuasa hukum Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino melaporkan balik anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Masinton Pasaribu ke kepolisian. Politisi PDI Perjuangan itu dilaporkan ke polisi terkait langkahnya melaporkan Lino ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami melaporkan ke polisi, Bareskrim, dengan terlapor MS (Masinton Pasaribu) dan kawan-kawan dalam dugaan tindak pidana memberikan keterangan kepada media tentang dugaan pemberian gratifikasi dari klien kami, RJ Lino, kepada Menteri BUMN," kata salah satu pengacara Lino, Rudi Kabunang, dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Rabu (30/9/2015).

Sebelumnya (22/9/2015), Masinton melaporkan Lino ke KPK atas dugaan memberikan gratifikasi kepada Menteri BUMN Rini Soemarno berupa perabotan rumah tangga yang nilainya ditaksir mencapai Rp200 juta. Menurut Masinton, laporan yang dia buat masih merupakan "paket hemat".

"Ini masih 'paket hemat'. Belum lagi paket lain, paket 'Rinso' (Rini Soemarno), yang pasti ada dugaan pemberian dalam kapasitas jumbo," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Selasa (22/9/2015).

Kendati begitu, anggota Komisi III itu masih enggan membeberkan berapa nominal paket jumbo yang dimaksud. Masinton cuma menyebutkan dia memiliki data terkait hal itu.
"Nantilah satu-satu kita keluarkan," ujarnya.

Menurut pengacara Lino, Rudi Kabunang, tindakan Masinton ini telah merugikan kliennya. Masinton dinilai terlalu vulgar di hadapan media dengan menyebut nama jelas Lino ketika menyampaikan laporannya kepada KPK pada  22 September lalu.

"Kami tidak melarang setiap orang membuat pengaduan kepada penegak hukum, tidak. Tetapi, menyampaikan pengaduan vulgar, menyebut nama yang seharusnya secara etika tidak diperkenankan karena dapat menimbulkan kerugian moril dan materiil. Padahal, hal tersebut baru dugaan, bukan suatu yang sudah terjadi," papar Rudi.

Ihwal laporan terhadap Masinton ini dibuat tim kuasa hukum Lino di Markas Besar Polri pada 23 September lalu. Selain Masinton, ada 10 orang lain yang turut dilaporkan atas dugaan melakukan perbuatan yang sama dengan Masinton.

Kesepuluh orang tersebut, menurut Rudi, adalah pegawai PT Jakarta International Container Terminal (PT JICT). Mereka dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 220 KUHP yang berkaitan dengan pembuatan laporan palsu.

"Barangsiapa memberi tahu atau melakukan pengaduan terjadinya suatu tindak pidana padahal mengetahui bahwa tindak pidana tersebut tidak pernah terjadi. Ini akan berkembang selanjutnya di-juncto-kan Pasal 310 (pencemaran nama baik) dan UU ITE Pasal 27, 45, dan Pasal 46," jelas Rudi.

Sebelumnya Masinton mengaku hanya meneruskan laporan masyarakat ke KPK terkait dugaan gratifikasi yang diberikan Lino kepada Menteri BUMN Rini. Saat melaporkan kepada KPK, dia mengaku tidak tahu dugaan pemberian gratifikasi itu berkaitan dengan hal apa.

Anggota Komisi III DPR RI asal Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan, warga masyarakat melaporkan adanya dugaan gratifikasi yang diberikan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Gratifikasi tersebut, katanya, berupa perabotan rumah tangga untuk rumah dinas Rini. "Laporannya tanggal 16 Maret 2015 soal pengadaan perabotan di rumah Menteri BUMN, sesuai dokumen ini," ujar Masinton di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9/2015).

Masinton mengaku memiliki detail laporan, mulai dari nota dinas hingga bukti transfer pembelian perabotan tersebut. Kemudian, dia menunjukkan daftar perabotan yang dibeli dalam Rencana Penggunaan Dana Uang Muka PT Pelindo II.

Dalam daftar tersebut tertera pembelian kursi sofa tiga dudukan senilai Rp35 juta, dua unit kursi sofa satu dudukan masing-masing senilai Rp25 juta, satu unit meja sofa senilai Rp10 juta, enam unit kursi makan masing-masing Rp3,5 juta, satu unit meja makan senilai Rp25 juta, dan satu set perlengkapan ruang kerja senilai Rp59 juta.

"Totalnya ada Rp 200 juta. Dananya dari perusahaan Pelindo," jelas Masinton.

Dia juga menunjukkan adanya nota dinas tertanda asisten manajer umum dan rumah tangga Pelindo II bernama Dawud. Dalam nota tersebut, ungkapnya, terdapat permintaan dari RJ Lino selaku Dirut Pelindo II untuk keperluan pengadaan rumah dinas Menteri BUMN. Namun, Masinton mengaku tidak mengetahui motif pemberian gratifikasi itu.

"Belum tahu, nanti biar disidik. Saya meneruskan informasi ini. Kita pegang surat fotokopi, makanya minta klarifikasi KPK," kata Masinton.

Selain perabotan rumah yang nilainya ditaksir Rp200 juta, Masinton menyebut masih adanya pemberian lain dari Lino kepada Menteri Rini. Namun, dia enggan mengungkapkan lebih detail mengenai pemberian lainnya tersebut.

Rini pun enggan memberikan komentar terkait laporan Masinton ke KPK tersebut. Ia hanya tertawa menyikapi masalah itu. “Saya ketawa saja. Urusannya apa?” kata Rini singkat dijumpai usai membuka CFO BUMN Forum di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (22/9/2015).

Alih-alih mengklarifikasi duduk permasalahan langsung, Rini justru mengatakan akan ada keterangan resmi dari Kementerian BUMN. “Nanti kementerian akan memberikan press release. Jadi, nanti kementerian saja yang akan memberikan press release itu,” ucap dia.

Kementerian BUMN lalu membantah tuduhan gratifikasi yang diberikan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino kepada Menteri BUMN Rini Soemarno. “Tidak benar bahwa Ibu Menteri menerima perabot rumah tangga seperti dituduhkan,” tutur Kepala Bagian Komunikasi Publik Kementerian BUMN, Teddy Poernama, Selasa (22/9/2015).

“Tuduhan tersebut mengada-ada dan tidak memiliki dasar yang kuat," tambah Teddy.

Dia mengungkapkan, selama ini, Menteri BUMN Rini Soemarno tidak pernah tinggal di rumah dinas menteri, di Jalan Widya Chandra IV No 15, Jakarta Selatan. Rini tinggal di kediaman pribadinya.



Boks:

Masinton: Seperti Dewa Langit Saja

Masinton Pasaribu tenang-tenang saja menghadapi pelaporan balik yang dilakukan RJ Lino. Anggota Komisi III DPR itu justru mempertanyakan pelaporan tersebut.

"Apakah menyebut nama RJ Lino dan Rini Soemarno itu kategori pelanggaran hukum? Saya malah balik bertanya nama RJ Lino dan Rini Soemarno ini sudah seperti nama ‘super maha suci’ alias dewa langit yang tidak boleh disebut karena bisa dilaporin ke Polisi," ujar Masinton, Kamis (1/10/2015), sebagaimana dilansir http://jambi.tribunnews.com.

Politikus PDI Perjuangan itu pun berterimakasih telah dilaporkan ke kepolisian. Dia menyatakan tugas dan tanggungjawabnya mengungkap kebenaran tidak akan surut karena gertakan dan laporan orang-orang bermasalah.

"Ketakutan saya cuma satu, jika orang-orang baik dan benar menggugat saya. Tapi kalau cuma laporan dari orang-orang yang bermasalah pasti saya hadapi," imbuhnya.

Dia pun yakin dengan informasi yang disampaikannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masinton mengaku menyebut nama RJ Lino karena faktanya nama direktur utama Pelindo II bulan Maret 2015 adalah RJ Lino.

"Dan bukan hanya nama RJ Lino yang saya sebut, saya juga menyebut nama Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN. Itu fakta yang saya sampaikan, dan saya pertanggungjawabkan fakta itu," ungkapnya.

Masinton menuturkan dia kini berkonsentrasi melaksanakan tugas dan fungsi sebagai anggota DPR dan kini fokus untuk Pansus Pelindo II.

"Menggali informasi dan data berkaitan dengan pelanggaran hukum di Pelindo II. Serta melengkapi dokumen berkaitan dugaan adanya gratifikasi dari Dirut Pelindo II ke Menteri BUMN," imbuhnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar