Indonesia
dapat digugat oleh
negara lain ke forum internasional lantaran tidak berbuat banyak dan terkesan membiarkan bencana asap
terus berulang,. Ancaman
gugatan itu kini datang dari negeri jiran Malaysia.
====================
Asap kiriman dari
Sumatera sudah begitu mengganggu warga Malaysia. Sejumlah sekolah diliburkan
dan kualitas udara di beberapa wilayah negeri jiran itu memburuk. Malaysia
merasa sudah menderita sejak
lama akibat kabut asap Indonesia yang terjadi saban tahun. Asosiasi warga Malaysia-China (MCA) di
Negara Bagian Penang pun menyerukan
kepada Pemerintah Malaysia untuk meminta ganti rugi
kepada Pemerintah Indonesia.
"Sungguh tak masuk akal mereka (Indonesia) tidak bisa
mengatasi masalah ini. Saya pikir kita harus meminta ganti rugi. Anak-anak tak
bisa sekolah. Pada saat yang sama orang tak mau datang ke Malaysia. Bisnis kami
anjlok hingga 30 persen. Juga biaya berobat melonjak karena orang banyak kena
asap," kata Ketua MCA Penang Chew Mei Fun kepada wartawan di George Town pekan lalu sebagaimana dilansir Channel News Asia .
Chew yang juga menjabat sebagai Menteri Pembangunan Wanita,
Keluarga, dan Komunitas itu juga menyarankan kepada orangtua dan guru untuk
membatasi aktivitas anak-anak di luar rumah.
Sementara itu Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zahid
Hamidi, mengatakan Indonesia seharusnya berkomitmen lebih serius dalam
memerangi kebakaran hutan dan lahan yang tiap tahun senantiasa berulang. "Kami
akan sangat berterima kasih jika (pemerintah) Indonesia dapat membicarakan
masalah (asap) dengan para mitranya di ASEAN dalam mengambil tindakan jangka
panjang," ujarnya seperti dikutip laman Malaysiakini.com.
Pada kesempatan lain, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, mendesak Indonesia harus serius menindak perusahaan
perkebunan yang memicu pertumbuhan asap menyusul metode pembukaan lahan yang
berisiko di tengah musim kemarau. "Kami
ingin Indonesia bertindak," ujarnya seperti dilansir The Guardian.
Beberapa waktu
lalu pakar hukum lingkungan internasional, Laode Muhammad Syarif, telah mengingatkan bahwa Indonesia
bisa digugat oleh negara lain ke forum internasional akibat bencana asap bila Pemerintah tidak berbuat banyak dan
terkesan membiarkan bencana asap terus berulang tiap musim kemarau.
Seingat Syarif
yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini, tiga Presiden
Indonesia yang berbeda pernah meminta maaf kepada negara tetangga akibat
‘kiriman’ asap. Pernyataan maaf itu
adalah admission of guilty, pengakuan bersalah pemerintah yang bisa
dijadikan amunisi oleh negara lain bahwa Indonesia memang bersalah. Dengan
menggunakan amunisi itu, Indonesia bisa langsung kalah.
Jika kalah, kata Syarif, minimal Indonesia
diharuskan membayar ganti rugi kepada negara korban. Jumlahnya pun tidak
sedikit. “Apalagi kalau dihitung dari bencana asap tahun-tahun sebelumnya,”
ujarnya.
Dalam dunia internasional ada preseden kasusnya. Syarif
mencontohkan Trail Smelter Arbitration Case antara Amerika Serikat dan Kanada. Penggunaan
sulfur dioksida pada peleburan biji besi yang dipakai perusahaan Kanada, Trail
Smelter, menimbulkan bahaya kepada warga Washington pada tahun 1925 dan 1937. Amerika Serikat lalu
mempersoalkan dan membawa kasus ini ke ranah hukum ‘with an injunction
against further air pollution by Trail Smelter’. Perusahaan Kanada itu
akhirnya dibebani kewajiban membayar ganti rugi setelah kedua negara sepakat
menempuh jalur arbitrase.
Akankah Indonesia
menunggu gugatan dari Malaysia dengan terus membiarkan kebakaran hutan dan
lahan di Sumatera dan Kalimantan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar