Anis Fuadi (Pemimpin Redaksi Majalah TRIAS Politika)
Dengan motto ‘Membangun Advokat Pejuang’, Asosiasi
Advokat Indonesia di bawah kepemimpinan Humphrey Djemat ingin menghapus
persepsi negatif masyarakat pada profesi advokat. Setelah sukses dengan
bantuan hukum cuma-cuma kepada TKI Bermasalah, kini pendampingan hukum
diberikan kepada para pelaku dunia usaha kecil dan menengah (UKM).
Pandangan masyarakat pada profesi advokat berada
dalam titik kritis karena dikonotasikan bagian dari mafia hukum. Citra
buruk yang melekat pada profesi advokat harus dipulihkan.
Berangkat dari kesadaran keluarga besar Asosiasi Advokat Indonesia (AAI/Indonesian Bar Association), selaku Ketua Umum DPP AAI, Humphrey Djemat berupaya memulihkan nama baik profesi advokat melalui penguatan organisasi.
Menurut hemat Humphrey, rendahnya kepercayaan
masyarakat pada profesi advokat akibat lemahnya kepedulian advokat
kepada masyarakat, khususnya kalangan marjinal yang lemah secara
struktural.
“Untuk mencapai keinginan itu, melalui AAI,
para advokat harus mau dan mampu membangun hubungan dengan masyarakat,
khususnya masyarakat marjinal pencari keadilan,” ungkap putra mendiang
advokat kenamaan tanah air, Gani Djemat.
Selama ini, masyarakat menilai jasa advokat
belum mampu menjangkau kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
Padahal, imbuh Humphrey, UU Advokat telah menetapkan, setiap advokat
wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) kepada orang yang membutuhkannya.
“Namun, dalam praktiknya di lapangan, kondisi
tersebut masih ‘jauh panggang dari api’, sehingga sulit sekali
masyarakat mengapresiasi profesi advokat apabila amanat UU Advokat
diabaikan atau tidak dijalankan sepenuhnya oleh para advokat,” cetus Pria kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1956 ini.
Masih kata Humphrey, kondisi ini merupakan
tantangan dan pekerjaan besar bagi AAI, untuk bisa mengorganisir dan
mengakomodir dengan baik pelayanan bantuan hukum prodeo kepada masyarakat.
“Bahkan AAI harus tampil di muka sebagai
pelopor dalam membela kasus-kasus yang menjadi perhatian luas
masyarakat. Melalui organisasinya, setiap advokat harus peka dan tanggap
serta tidak bisa berpangku tangan melihat kasus-kaus yang menimpa anak
bangsa, seperti yang dialami para TKI. Ini komitmen kami sebagai advokat
terhadap persoalan bangsa ini,” tekan peraih gelar LL.M dari Shoutern Methodist University, Dallas, USA (1988) ini.
Menteri Hukum & HAM, Dr. Amir Syamsuddin,
SH, MH, dalam sambutannya di acara Rapimnas AAI, medio 2012,
menyampaikan apresiasi tinggi pada kiprah AAI.
“AAI bukan hanya menyatakan komitmennya
membantu masyarakat kecil tetapi juga menjalankannya, terbukti dengan
keterlibatannya di Satgas TKI yang berhasil melepaskan 72 orang WNI/TKI
dari ancaman hukuman mati. Kemudian bantuan hukum cuma-cuma kepada para
TKI bermasalah selama tiga bulan penuh agar mereka mendapatkan klaim
asuransinya,” ujar Menkumham.
Bangun advokat pejuang
Spirit advokat pejuang seperti yang
ditunjukkan oleh advokat generasi pertama Indonesia, Humphrey menilai,
hanya tampak secara parsial. Akibatnya, masyarakat menilai bahwa memakai
jasa hukum advokat hanya bagi kalangan tertentu saja, yang mampu
membayar. Advokat belum mampu menjangkau kepentingan masyarakat secara
menyeluruh.
Niat dan ikhtiar AAI membangun advokat pejuang menemukan wahananya, pemberian bantuan hukum cuma-cuma kepada 5.889 orang TKI Bermasalah (TKIB), dengan membuka pos AAI di Balai
Pendataan Kepulangan (BPK) TKIB di Selapanjang, Bandara Soekarno-Hatta,
Tangerang-Banten, selama tiga bulan berturut-turut (Juni, Juli, dan
Agustus 2012) dalam waktu 24 jam/hari, tanpa jeda sedikitpun.
“AAI berkomitmen membantu TKI yang
mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di luar dan di dalam negeri,”
jelas mantan Juru Bicara dan Koordinator Advokasi Hukum dan Bantuan
Litigasi Satgas TKI ini.
Setelah sukses dalam pendampingan hukum
kepada TKIB, dengan tetap berlandaskan pada spirit, ‘Membangun Advokat
Pejuang’, Humphrey Djemat membawa gerbong AAI melakukan pendampingan
hukum kepada kalangan dunia Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Belum lama ini, DPP AAI telah menjalin kerja
sama dengan KADIN dalam hal pemberian konsultasi dan pembelaan hukum
kepada para pelaku UKM. Kata Humphrey, perjanjian AAI dengan KADIN
ditujukan agar tercipta perlindungan dan kenyamanan bagi para pelaku UKM
menjalankan usahanya.
Satu poin penting yang menjadi komitmen
bersama antara DPP AAI dan pihak KADIN adalah menentang setiap bentuk
suap dan Pungli. Dengan kesepakatan integritas itu, advokat AAI memakai
cara-cara benar saat mengurus segala permasalahan hukum, seperti soal
perijinan yang seringkali dihadapi oleh para pengusaha UKM.
“Advokat AAI dilarang keras menyuap berbagai
pihak terkait. Kita akan menyelesaikan segala sesuatunya dengan cara
profesional dan penuh kejujuran,” urai Humphrey Djemat, kandidat Doktor
Hukum bidang Mediasi dari Pascasarjana Universitas Parahiyangan, Bandung
ini.
Para pengusaha KADIN dan para
advokat AAI telah mengikat komitmen tinggi untuk tidak melakukan suap.
Apalagi, imbuh Humphrey, semua pengeluaran harus bersifat transaparan
dan akuntabel.
Masih banyak lagi kegiatan DPP AAI ke depan,
yang bersifat nasional mengedepankan karakter AAI sebagai advokat yang
bersih dan berintegritas, serta sebagai advokat pejuang pembela kaum
yang lemah, sesuai dengan motto AAI, “Membangun Advokat Pejuang”.
“Misalnya, program bantuan hukum dengan
pembentukan Pusbakum AAI sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum. Apalagi, Menteri Hukum dan HAM, Bapak Amir
Syamsuddin berkali-kali menyatakan keinginannya untuk membantu AAI dalam
program bantuan hukum,” papar Humphrey.
Setelah bantuan hukum kepada TKI dan pelaku
UKM, demikian Humphrey Djemat menuturkan, AAI akan memberikan bantuan
hukum cuma-cuma kepada para petani, nelayan, dan bahkan buruh.
“AAI memiliki kemampuan dan pengalaman untuk
memberikan bantuan hukum kepada masyarakat marjinal karena AAI tersebar
di penjuru negeri. Saat ini, AAI memiliki 6 DPD AAI, 113 DPC AAI, dan
9.000-an anggota tersebar di seluruh Indonesia.
Menyoal tentang Advokat Pejuang, Sekjen DPP
AAI, Johnson Panjaitan, SH, senada dengan Humphrey Djemat bahwa advokat
pejuang adalah advokat yang memang sungguh-sungguh setia membela
masyarakat kecil.
“Kami yakin, keputusan kami benar. Setia membela masyarakat kecil, maka officium nobile itu akan datang. Popularitas AAI sekarang ini karena efek bukan karena maunya AAI,” tegas Johson Panjaitan.
“Untuk mewujudkan advokat pejuang di dalam tubuh AAI harus ada
sinergitas antara pendidikan, kaderisasi, bantuan hukum, dan pengabdian.
Dengan konsepsi ini, AAI tidak akan menjadi sekadar organisasi
pengelola kursus pendidikan atau hanya legitimasi pendidikan advokat.
AAI adalah kawah candradimuka, pencetak dan pembangun advokat-advokat
muda bermental pejuang,” pungkas Humphrey Djemat penuh optimisme. (http://hukum.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar