Dikotomi hitam putihnya pengacara masih terus berlanjut. Tanpa perlu penegasan, masyarakat pun sudah bisa menilai mana pengacara hitam mana pengacara putih. Celakanya, sistem hukum yang korup malah membuat pengacara hitam makin berkembang biak.
Dalam sebuah berita di
sebuah harian nasional (03/2), advokat senior Hotman Paris Hutapea
mengungkapkan, "Kami sadar, kami juga bukan orang baik-baik. Tapi
sejahat-jahatnya kami, boleh dong, kami sekali ini berbuat baik kepada
bangsa dan negara."
Pernyataan Hotman
seolah mengkonfirmasikan citra negatif profesi advokat di mata
masyarakat, dan kali ini mereka sedang mencoba membersihkan citranya.
Namun, tidak jelas apakah ia membuat generalisasi dengan menyatakan
bahwa seluruh pengacara bukanlah orang baik-baik alias pengacara hitam.
Di mata praktisi hukum
Luhut Pengaribuan, pernyataan advokat tersebut memang mengkonfirmasikan
buruknya citra pengacara. "Ya kalau dia sudah mengkonfirmasi, ya sudah
pasti betul kan," komentar Luhut kepada hukumonline.
Hanya saja, Luhut tidak
sependapat bila dibuat suatu generalisasi bahwa semua pengacara hitam.
"Memang sekarang ini citra advokat itu ada yang hitam dan ada yang
putih. Tinggal sekarang, siapa yang hitam dan siapa yang putih. Karena
semuanya mengaku ia putih, bukan hitam," ujarnya.
Ia menyebut sosok Yap
Thian Hiem dan satu nama pengacara di Jakarta, yang menurutnya tidak
bisa diklasifikasikan sebagai pengacara hitam. Sebaliknya, ia menyebut
pengacara X yang diyakini hitamnya sangat kental.
Dikotomi hitam dan putih
Mengenai dikotomi
pengacara hitam dan pengacara putih, Luhut membenarkan bahwa dikotomi
itu memang sudah ada. Kendatipun demikian, ia menilai bahwa masyarakat
saat ini sudah punya penilaian sendiri mana pengacara yang hitam dan
mana yang putih. Selama ini, masyarakat yang menjadi pengguna, pengamat
dan pengawas tingkah laku pengacara, sudah punya persepsi sendiri.
"Saya kira sih dikotomi
itu sudah ada, tapi masalahnya siapa yang putih dan siapa yang hitam
karena semuanya merasa putih. Dan memang kalau ditanya pengacaranya
semua akan bilang dia putih," tutur mantan Direktur YLBHI ini
Praktisi hukum Benny K.
Harman juga mengiyakan bahwa masyarakat memang sudah punya persepsi
sendiri mengenai siapa pengacara hitam dan pengacara putih. Hitam
putihnya pengacara amat ditentukan oleh sistem hukumnya. Menurutnya,
sistem hukum di Indonesia yang korup menjadikan golongan pengacara hitam
makin berkembang biak. Lagi pula, bukan hanya pengacara saja, hakim dan
jaksa pun ada yang hitam dan yang putih.
"Pasar hukum sekarang
juga masih menghargai pengacara hitam daripada pengacara putih. Karena
sistem hukum yang korup akan lebih menguntungkan pengaca-pengacara
hitam. Pengacara hitam itu adalah produk dari penegakan hukum yang tidak
transparan," ujar Benny kepada hukumonline.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar