Minggu, 13 September 2015

Zulfahmi Dihukum, BW tak Terlibat


Dengan alasan pernah diperiksa sebagai tersangka, nama pimpinan (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto dicatut dalam surat dakwaan dan tuntutan jaksa dalam kasus Zulfahmi Arsad. Bagaimana vonis hakim?
=============

Nama pimpinan (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto (BW) disebut-sebut dalam surat dakwaan dan tuntutan jaksa terdakwa Zulfahmi sebagai pihak yang terlibat dalam pemberian keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. Sontak, hal ini menjadi polemik.

Namun, setelah melalui persidangan yang menghadirkan sejumlah saksi, nama BW tidak masuk dalam fakta-fakta yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis 7 bulan penjara untuk Zulfahmi. Vonis penjara itu dijatuhkan karena Zulfahmi terbukti melakukan perekrutan saksi palsu dalam kasus gugatan Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010 lalu.

"Menyatakan terdakwa Zulfahmi Arsad secara sah dan meyakinkan menganjurkan memberi keterangan palsu secara lisan dan tulisan, menjatuhkan pidana 7 bulan penjara," jelas hakim Sinung saat membacan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (8/9).

Menurut hakim Sinung, Zulfahmi terbukti melanggar pasal 242 ayat 1 KUHP tentang mengarahkan saksi palsu dalam suatu persidangan. "Bahwa unsur pidana dalam pasal 242 ayat 1 KUHP terpenuhi," ucapnya.

Hakim menyatakan, Zulfahmi merupakan koordinator dari saksi-saksi yang dihadirkan dalam sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan BW ketika itu adalah kuasa hukum dari pihak yang mengajukan gugatan. Hakim tidak menyetujui kronologi versi jaksa dalam dakwaan dan tuntutan. BW dinyatakan tak terlibat menyuruh Zulfahmi.

"Nama Bambang Widjojanto tidak masuk dalam putusan itu. Kenapa? Karena selama persidangan tidak ada kesaksian dari saksi maupun terdakwa yang menyebutkan keterlibatan Bambang," ujar salah satu kuasa hukum BW, Isnur, Rabu (9/9).

Karena nama BW tidak ada dalam putusan Zulfahmi, Isnur meminta penyidikan terhadap kliennya itu dihentikan. Seperti diketahui berkas Bambang sudah berada di Kejaksaan setelah berkas penyidikan di Bareskrim Polri dinyatakan lengkap.

Sebelum masa jabatannya sebagai Kabareskrim berakhir hari Senin, 7 September, Komjen Budi Waseso telah menyerahkan berkas kasus tindak pidana yang diduga dilakukan oleh pimpinan (non-aktif) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) ke Kejaksaan Agung.

Ketua non-aktif KPK Abraham Samad (AS) diduga memalsukan dokumen kependudukan, sedangkan Wakil Ketua (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto (BW) diduga menghasut saksi untuk memberi keterangan palsu dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat pada 2010.

“Berkas BW sudah P21 (lengkap), berkas AS sudah lengkap, berkas Novel sudah lengkap,” kata Buwas (sapaan akrab Komjen Budi Waseso) di Markas Besar Polri, Senin (7/9).

Kalau sudah demikian, menurut salah satu kuasa hukum BW, Isnur, "Pilihannya Bareskrim mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau Kejaksaan mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKP2). Proses hukum Bambang Widjojanto seharusnya tidak bisa dilanjutkan."

Mengenai teselipnya nama BW dalam surat dakwaan dan tuntutan, JPU Nano menyatakan sudah sesuai dengan aturan yang ada. “Dia kan pernah diperiksa di Mabes Polri,” katanya. Atas dasar pemeriksaan itulah, nama BW bisa dicatut di dakwaan.

JPU yang lain Sinta Dewi Hutapea pun membenarkan. “Kasus itu dari mana? (Dari Mabes Polri) Nah kan.” kata Sinta.

Sinta kemudian memperkuat pernyataannya dengan dua fakta yang menjadi alasan JPU mencatut nama Bambang. Pertama, Bambang yang saat itu menjabat Wakil Ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, sudah mencabut gugatan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kedua, kasus BW sudah P-21. “Kan sudah P21,” kata Sinta. P21 digunakan untuk menyebut berkas perkara yang sudah lengkap dan siap dikirim ke Kejaksaan, untuk selanjutnya disidangkan.

Menanggapi tindakan JPU itu, Kepala Bidang Hukum dan Advokasi Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya Johan Avie mengatakan, “Tindakan penyelipan nama BW tersebut tidak sesuai dengan fakta hukum, karena sampai sekarang status hukum BW masih sebagai tersangka." Hal ini mengesankan bahwa beberapa poin dalam surat dakwaan dan surat tuntutan tersebut sengaja dibuat-buat atau direkayasa.

Menurut Johan, di Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyusunan surat dakwaan dan surat tuntutan harus dilakukan sesuai dengan fakta hukum.
Berdasarkan KUHAP, penyusunan surat dakwaan dan surat tuntutan harus dilakukan sesuai dengan fakta hukum, bukan informasi yang dibuat-buat atau direkayasa.

Apalagi, tambah Johan, Penuntut Umum telah terikat dengan sumpah jabatan sesuai PP No. 10 tahun 1947, yang mewajibkan jaksa untuk melakukan pekerjaannya dengan memegang teguh aturan hukum dan nilai keadilan.

Jika demikian faktanya, maka perbuatan Penuntut Umum tersebut berpotensi melanggar aturan hukum pidana, pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP tentang Keterangan Palsu.

Untuk itu, jelas Johan Avie, Bidang Hukum dan Advokasi PUSHAM Surabaya merekomendasikan: Mendorong Kepolisian untuk memeriksa Penuntut Umum dalam perkara Zulfahmi Arsad karena berpotensi melanggar aturan pidana, pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP tentang Keterangan Palsu; Meminta kepada Majelis Hakim untuk tidak memasukkan poin-poin yang bukan fakta hukum ke dalam pertimbangan putusannya; dan Mendorong komisi kejaksaan untuk memberikan sanksi administratif kepada jaksa yang menjadi Penuntut Umum dalam perkara Zulfahmi Arsad, karena ada potensi pelanggaran kode etik kejaksaan.

Senada dengan Johan Avie, Ichsan Zikry dari Koalisi Pemantau Kejaksaan menilai permasalahnya bukan hanya mencatut nama BWsebagai saksi, tapi juga sebagai terdakwa. “Kenapa bisa disebut terdakwa? Padahal kalau sudah terdakwa itu kan berkas sudah lengkap, sudah ada serah terima, yang mana ini belum dilakukan,” katanya.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan pimpinan (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto saat ini masih berstatus sebagai tersangka dalam perkara pengarahan saksi untuk memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi 2010 lalu.

Pernyataan Prasetyo tersebut membuktikan bahwa ada kesalahan dalam penulisan status BW sebagai terdakwa pada dakwaan dan tuntutan Zulfahmi Arsad yang telah divonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Prasetyo pun mengatakan dakwaan masih dapat diubah oleh Jaksa Penuntut Umum nantinya. "Terdakwa itu kan tersangka yang diajukan ke persidangan. Kalau belum‎ diajukan, ya masih tersangka. Masih dapat dibenarkan," kata Prasetyo awal pekan lalu. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar