Dengan alasan pernah diperiksa sebagai tersangka,
nama pimpinan (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto dicatut dalam surat dakwaan
dan tuntutan jaksa dalam kasus Zulfahmi Arsad. Bagaimana vonis hakim?
=============
Nama pimpinan (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto (BW) disebut-sebut
dalam surat dakwaan dan tuntutan jaksa terdakwa Zulfahmi sebagai pihak yang
terlibat dalam pemberian keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada di
Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. Sontak, hal ini menjadi polemik.
Namun, setelah melalui persidangan yang menghadirkan
sejumlah saksi, nama BW tidak masuk dalam fakta-fakta yang menjadi pertimbangan
majelis hakim dalam menjatuhkan vonis 7 bulan penjara untuk Zulfahmi. Vonis
penjara itu dijatuhkan karena Zulfahmi terbukti melakukan perekrutan saksi
palsu dalam kasus gugatan Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah
Konstitusi tahun 2010 lalu.
"Menyatakan terdakwa Zulfahmi Arsad secara sah dan
meyakinkan menganjurkan memberi keterangan palsu secara lisan dan tulisan,
menjatuhkan pidana 7 bulan penjara," jelas hakim Sinung saat membacan amar
putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (8/9).
Menurut hakim Sinung, Zulfahmi terbukti melanggar pasal 242
ayat 1 KUHP tentang mengarahkan saksi palsu dalam suatu persidangan.
"Bahwa unsur pidana dalam pasal 242 ayat 1 KUHP terpenuhi," ucapnya.
Hakim menyatakan, Zulfahmi merupakan koordinator dari
saksi-saksi yang dihadirkan dalam sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat di
Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan BW ketika itu adalah kuasa hukum dari pihak
yang mengajukan gugatan. Hakim tidak menyetujui kronologi versi jaksa dalam
dakwaan dan tuntutan. BW dinyatakan tak terlibat menyuruh Zulfahmi.
"Nama Bambang Widjojanto tidak masuk dalam putusan itu.
Kenapa? Karena selama persidangan tidak ada kesaksian dari saksi maupun
terdakwa yang menyebutkan keterlibatan Bambang," ujar salah satu kuasa
hukum BW, Isnur, Rabu (9/9).
Karena nama BW tidak ada dalam putusan Zulfahmi, Isnur meminta
penyidikan terhadap kliennya itu dihentikan. Seperti diketahui berkas Bambang
sudah berada di Kejaksaan setelah berkas penyidikan di Bareskrim Polri
dinyatakan lengkap.
Sebelum masa jabatannya sebagai Kabareskrim berakhir hari
Senin, 7 September, Komjen Budi Waseso telah menyerahkan berkas kasus tindak
pidana yang diduga dilakukan oleh pimpinan (non-aktif) Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) ke Kejaksaan
Agung.
Ketua non-aktif KPK Abraham Samad (AS) diduga memalsukan
dokumen kependudukan, sedangkan Wakil Ketua (non-aktif) KPK Bambang Widjojanto
(BW) diduga menghasut saksi untuk memberi keterangan palsu dalam sengketa
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat pada 2010.
“Berkas BW sudah P21 (lengkap), berkas AS sudah lengkap,
berkas Novel sudah lengkap,” kata Buwas (sapaan akrab Komjen Budi Waseso) di
Markas Besar Polri, Senin (7/9).
Kalau sudah demikian, menurut salah satu kuasa hukum BW,
Isnur, "Pilihannya Bareskrim mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3) atau Kejaksaan mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian
Penuntutan (SKP2). Proses hukum Bambang Widjojanto seharusnya tidak bisa
dilanjutkan."
Mengenai teselipnya nama BW dalam surat dakwaan dan
tuntutan, JPU Nano menyatakan sudah sesuai dengan aturan yang ada. “Dia kan
pernah diperiksa di Mabes Polri,” katanya. Atas dasar pemeriksaan itulah, nama
BW bisa dicatut di dakwaan.
JPU yang lain Sinta Dewi Hutapea pun membenarkan. “Kasus itu
dari mana? (Dari Mabes Polri) Nah kan.” kata Sinta.
Sinta kemudian memperkuat pernyataannya dengan dua fakta
yang menjadi alasan JPU mencatut nama Bambang. Pertama, Bambang yang
saat itu menjabat Wakil Ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan
sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, sudah mencabut gugatan praperadilannya di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kedua, kasus BW sudah P-21. “Kan sudah P21,” kata
Sinta. P21 digunakan untuk menyebut berkas perkara yang sudah lengkap dan siap
dikirim ke Kejaksaan, untuk selanjutnya disidangkan.
Menanggapi tindakan JPU itu, Kepala Bidang Hukum dan
Advokasi Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya Johan Avie
mengatakan, “Tindakan penyelipan nama BW tersebut tidak sesuai dengan fakta
hukum, karena sampai sekarang status hukum BW masih sebagai tersangka."
Hal ini mengesankan bahwa beberapa poin dalam surat dakwaan dan surat tuntutan
tersebut sengaja dibuat-buat atau direkayasa.
Menurut Johan, di Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
penyusunan surat dakwaan dan surat tuntutan harus dilakukan sesuai dengan fakta
hukum.
Berdasarkan KUHAP, penyusunan surat dakwaan dan surat
tuntutan harus dilakukan sesuai dengan fakta hukum, bukan informasi yang
dibuat-buat atau direkayasa.
Apalagi, tambah Johan, Penuntut Umum telah terikat dengan
sumpah jabatan sesuai PP No. 10 tahun 1947, yang mewajibkan jaksa untuk
melakukan pekerjaannya dengan memegang teguh aturan hukum dan nilai keadilan.
Jika demikian faktanya, maka perbuatan Penuntut Umum
tersebut berpotensi melanggar aturan hukum pidana, pasal 242 ayat (1) dan (2)
KUHP tentang Keterangan Palsu.
Untuk itu, jelas Johan Avie, Bidang Hukum dan Advokasi
PUSHAM Surabaya merekomendasikan: Mendorong Kepolisian untuk memeriksa Penuntut
Umum dalam perkara Zulfahmi Arsad karena berpotensi melanggar aturan pidana,
pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP tentang Keterangan Palsu; Meminta kepada
Majelis Hakim untuk tidak memasukkan poin-poin yang bukan fakta hukum ke dalam
pertimbangan putusannya; dan Mendorong komisi kejaksaan untuk memberikan sanksi
administratif kepada jaksa yang menjadi Penuntut Umum dalam perkara Zulfahmi
Arsad, karena ada potensi pelanggaran kode etik kejaksaan.
Senada dengan Johan Avie, Ichsan Zikry dari Koalisi Pemantau
Kejaksaan menilai permasalahnya bukan hanya mencatut nama BWsebagai saksi, tapi
juga sebagai terdakwa. “Kenapa bisa disebut terdakwa? Padahal kalau sudah
terdakwa itu kan berkas sudah lengkap, sudah ada serah terima, yang mana ini
belum dilakukan,” katanya.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan pimpinan (non-aktif)
KPK Bambang Widjojanto saat ini masih berstatus sebagai tersangka dalam perkara
pengarahan saksi untuk memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang
sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah
Konstitusi 2010 lalu.
Pernyataan Prasetyo tersebut membuktikan bahwa ada kesalahan
dalam penulisan status BW sebagai terdakwa pada dakwaan dan tuntutan Zulfahmi
Arsad yang telah divonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Prasetyo pun
mengatakan dakwaan masih dapat diubah oleh Jaksa Penuntut Umum nantinya. "Terdakwa
itu kan tersangka yang diajukan ke persidangan. Kalau belum diajukan, ya masih tersangka. Masih dapat
dibenarkan," kata Prasetyo awal pekan lalu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar