Selasa, 10 Februari 2015

Pengujian UU Advokat Kandas



Permohonan pengujian formil yang diajukan oleh para pemohon telah lewat waktu.
Pengujian UU Advokat Kandas
Majelis MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima permohonan uji formil UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang diajukan sejumlah advokat. Pasalnya, alasan permohonan uji formil terkait pengesahan UU Advokat ini sudah melewati batas waktu 45 hari sesuai putusan MK Nomor 27/PUU-VII/2009 terkait persyaratan uji formil undang-undang.  

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat dterima,” ucap Ketua Majelis MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 140/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Kamis (5/2).

Sebelumnya, sejumlah advokat yakni Maryanto, Johni Bakar dan Abraham F Amos mengajukan uji formil atas UU Advokat ke MK. Mereka menilai proses pengesahan UU Advokat dinilai cacat hukum karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Mereka berdalih  sejak diundangkan hingga kini tidak ada peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana UU Advokat ini seperti kelaziman sebuah Undang-Undang. Soalnya, Pasal 5 ayat (1) UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebut PP merupakan ketentuan turunan yang wajib dipenuhi.

Menurutnya, sejak UU Advokat berlaku suasana harmonis dan kondusif belum tercipta. Sebaliknya, muncul sejumlah pertikaian dan perselisihan para advokat yang cenderung memecah-belah eksistensi organisasi advokat.

Terlebih, amanat putusan MK No. 101/PUU-VII/2009 yang mengamanatkan Pengadilan Tinggi wajib mengambil sumpah para advokat tanpa mengaitkan keanggotaan organisasi advokat yang ada saat ini tidak dipatuhi semua pihak. Karenanya, para pemohon meminta MK membatalkan UU Advokat itu karena bertentangan dengan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan karakteristik pengujian formil berbeda dengan pengujian materiil, sehingga pengujian formil perlu pembatasan waktu pengajuannya agar terdapat kepastian hukum. Hal ini dimaksudkan agar pengujian pengujian formil yang dapat menyebabkan suatu Undang-Undang dinyatakan batal sejak dari awal.

“Terhadap jangka waktu permohonan pengujian formil, Mahkamah dalam Putusan No. 27/PUU-VII/2009 bertanggal 16 Juni 2010 telah memberikan batasan waktu yaitu 45 hari setelah Undang-Undang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagai tenggat mengajukan pengujian formil,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengutip putusan sebelumnya.

Mahkamah masih tetap berpendirian sama sebagaimana pertimbangan di atas, Atas dasar pertimbangan itu, permohonan pengujian formil yang diajukan oleh para pemohon telah lewat waktu sehingga dinyatakan tidak dapat diterima. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar