Selasa, 10 Februari 2015

Maqdir Ismail


Aparat Hukum Harus Bisa Diuji
Hingga saat ini pejabat daerah masih dibayang-bayangi ancaman dakwaan korupsi. Pejabat-pejabat daerah yang memang tidak melakukan korupsi pun terkena imbasnya : ketakutan. Ini tentu problem besar bagi roda administrasi pemerintahan di daerah.
Menurut Advokat Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., problem ini terjadi karena di dalam pemeriksaan perkara, termasuk perkara korupsi, sistem hukum kita bisa menguji materi pemeriksaan yang dilakukan aparat penyidik. Karena rakyat tidak bisa menguji hasil kerjaan aparat hukum, akhirnya hal ini memberikan peluang bagi aparat hukum untuk bertindak semaunya, dan bahkan sewenang-wenang. Ketika penyidik menetapkan status tersangka pada seseorang, masyarakat – dan juga tersangka- tidak pernah tahu persis alasannya. Dengan kata lain seringkali di sini tidak ada transparansi.
Akhirnya dalam suatu kasus, misalnya, yang menentukan suatu tindakan pejabat, termasuk korupsi tindakan korupsi atau bukan, hanyalah penyidik, katanya. Advokat yang pernah menjadi penasehat hukum Direktur Utama PT PLN Eddy Widiono ini memberikan contoh tentang definisi “keuangan Negara” yang merupakan salah satu unsur tuduhan korupsi. Dalam menentukan ada atau tidaknya “kerugian Negara”, aparat hukum sangatlah menentukan dan dominan sehingga membuka peluang penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum.
Sebagai jalan keluar, kata doktor hukum lulusan Universitas Indonesia ini, harus ada semacam “revolusi” sistem hukum melalui perbaikan peraturan hukum acara agar publik bias ikut menguji pekerjaan aparat penyidik/ aparat hukum secara terbuka. Dengan demikian nantinya pencari keadilan akan mendapatkan kepastian hukum. Sementara itu aparat hukum pun tidak bias menyelewengkan hukum dengan dalih macam-macam untuk keuntungan pribadi. Menurut pria asal Sumatera Selatan ini, hal ini merupakan konsekuensi demokrasi yang berciri transparansi. (K. Lukie Nugroho/http://profillawyer.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar