Aparat Hukum Harus Bisa Diuji
Hingga
saat ini pejabat daerah masih dibayang-bayangi ancaman dakwaan korupsi.
Pejabat-pejabat daerah yang memang tidak melakukan korupsi pun terkena
imbasnya : ketakutan. Ini tentu problem besar bagi roda administrasi
pemerintahan di daerah.
Menurut
Advokat Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., problem ini terjadi karena di
dalam pemeriksaan perkara, termasuk perkara korupsi, sistem hukum kita
bisa menguji materi pemeriksaan yang dilakukan aparat penyidik. Karena
rakyat tidak bisa menguji hasil kerjaan aparat hukum, akhirnya hal ini
memberikan peluang bagi aparat hukum untuk bertindak semaunya, dan
bahkan sewenang-wenang. Ketika penyidik menetapkan status tersangka pada
seseorang, masyarakat – dan juga tersangka- tidak pernah tahu persis
alasannya. Dengan kata lain seringkali di sini tidak ada transparansi.
Akhirnya
dalam suatu kasus, misalnya, yang menentukan suatu tindakan pejabat,
termasuk korupsi tindakan korupsi atau bukan, hanyalah penyidik,
katanya. Advokat yang pernah menjadi penasehat hukum Direktur Utama PT
PLN Eddy Widiono ini memberikan contoh tentang definisi “keuangan
Negara” yang merupakan salah satu unsur tuduhan korupsi. Dalam
menentukan ada atau tidaknya “kerugian Negara”, aparat hukum sangatlah
menentukan dan dominan sehingga membuka peluang penyalahgunaan wewenang
oleh aparat hukum.
Sebagai
jalan keluar, kata doktor hukum lulusan Universitas Indonesia ini,
harus ada semacam “revolusi” sistem hukum melalui perbaikan peraturan
hukum acara agar publik bias ikut menguji pekerjaan aparat penyidik/
aparat hukum secara terbuka. Dengan demikian nantinya pencari keadilan
akan mendapatkan kepastian hukum. Sementara itu aparat hukum pun
tidak bias menyelewengkan hukum dengan dalih macam-macam untuk
keuntungan pribadi. Menurut pria asal Sumatera Selatan ini, hal ini
merupakan konsekuensi demokrasi yang berciri transparansi. (K. Lukie Nugroho/http://profillawyer.blogspot.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar