Senin, 05 September 2016

Humphrey Djemat: Pendidikan Advokat dari Seorang Ayah


Figur ayah menjadi inspirasi besar bagi Humphrey R. Djemat SH LL.M FCBArb dalam menapaki dunia hukum. Baginya, (mengutip istilah George Herbert) satu ayah lebih berharga dari 100 guru di sekolah. Profesionalisme, kedisiplinan, dan ketekunan adalah karakter kuat yang mencerminkan pribadinya hingga sampai puncak karir. Tak heran, bila banyak orang menilai advokat satu ini kerap berlaku sopan, namun tetap tegas menyelesaikan kasus pelik hukum.
Kesuksesan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ini tak lepas dari didikan ayahnya yang juga seorang lawyer, Gani Djemat (Alm). Sang ayah membawa pengaruh besar dalam pilihan hidupnya menjadi advokat. Keterlibatannya di dunia hukum tak lain bermula dari pilihannya masuk ke jurusan Hukum sebagai konsentrasi pengetahuan di masa kuliahnya. Sebelumnya, Humphrey lebih cenderung tertarik pada bidang Psikologi ataupun Politik di Fakultas Ilmu Sosial. Namun, lantaran dorongan ayahnya itulah kini ia menjadi advokat unggul yang banyak mendapat perhatian publik.
Pada 1977 Humphrey mengikuti ujian tes masuk di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Saat itu, Hukum dinilai banyak calon mahasiswa terutama Humphrey sendiri sebagai pilihan jurusan yang terakhir. Akan tetapi, karena lagi-lagi motivasi dari ayahnya itu lama-kelamaan menjadikannya cinta dan tekun di dunia hukum sampai saat ini.

Humphrey menceritakan, Gani Djemat merupakan sosok ayah yang keras dalam mendidik anak-anaknya. Sikap keras itu makin kentara ketika Humphrey duduk di bangku kuliah. Saat teman-teman kampusnya mulai dimanjakan dengan berbagai fasilitas mewah oleh para orangtua mereka, namun itu tidak berlaku bagi Humphrey malah ia dituntut untuk bekerja keras dan hidup mandiri. “Ayah tidak mau memanjakan anak-anaknya karena itu menjadikan kita tidak punya semangat atau motivasi untuk maju,” ujar Humphrey.
Tidak mustahil jika saat menjadi mahasiswa ia dikenal sebagai seorang yang kutu buku. Hampir semua temannya selalu mengandalkan dirinya untuk sekadar meminjam catatan kuliah. Di mata teman-temanya, ia juga dikenal sebagai mahasiswa yang rajin karena selalu menyempatkan waktunya untuk membuat ringkasan atau resume buku-buku materi kuliahnya. Bahkan saat malam- minggu tiba, ketika kebanyakan teman-teman seusianya sedang asyik berpacaran ia malah menghabiskan malam-malamnya untuk belajar dan belajar.
Tahun 1983, Humphrey lulus dari UI. Karena keluasan pengetahuannya di bidang hukum ia langsung ikut serta bekerja di kantor advokat milik ayahnya, Indonesian Barassociation. Menurutnya, ia memang tidak diperbolehkan bekerja di tempat lain oleh ayahnya karena di tempat ini ayahnya bisa langsung menempa dirinya menjadi advokat yang unggul, hebat, dan sopan. “Koleksi buku-buku hukum ayah begitu banyak. Dan ini salah satunya yang mendorong beliau supaya saya tetap belajar di sini menghabiskan buku-bukunya. Jadi, amat disayangkan jika buku-buku tersebut tidak diturunkan kepada anaknya. Dari ayah juga, profesi seorang advokat telah mendarah daging dalam diri saya.”
Dapat dikatakan, Humphrey memulai karirnya dari bawah sekali. Meski ayahnya merupakan salah satu advokat ternama di Indonesia. Akan tetapi, totalitas perjuangannya di dunia hukum tidak bisa dianggap remeh sekalipun bayang-bayang peran sang ayah kerap masuk ke dalam jiwanya. Karirnya di dunia hukum tidak langsung berada di puncak, butuh proses yang panjang dan berliku. Namun, karena profesionalitas dan kedisiplinan yang pernah diajarkan oleh ayahnya dahulu kini Humphrey telah sampai pada puncak kesuksesan seperti yang dicita-citakan mendiang sang ayah.
“Oleh karena itu sampai kini, ketika di kantor saya tetap memberlakukan kedisiplinan dan profesionalitas bagi semua karyawan sebagaimana yang diajarkan oleh my bos—sebutan Humphrey untuk ayahnya ketika di kantor. Meski sebagai anak, saya selalu memanggil ayah dengan sebutan pak bos sebagai bentuk profesionalitas kerja. Dia adalah bos saya yang punya integritas tinggi pada dunia hukum,“ ungkapnya.
Dalam mendidik Humphrey, Gani memberlakukan sistem magang selama satu tahun. Dengan tujuan supaya tidak kaget jika suatu saat nanti menjadi penerus kepemimpinannya menyoal kasus-kasus hukum yang membelit. Selain itu, magang bertujuan untuk membentuk putranya supaya menjadi advokat yang tangguh dan mandiri.
Oleh Gani, Humphrey hanya dijadikan sebagai seorang manager partner di kantornya. Ia kerap membiarkan anaknya untuk mencoba sesuatu yang baru dengan menjadi pimpinan di perusahaan tanpa campur tangannya sedikitpun. Dalam kurun waktu kurang dari setahun, Humphrey menunjukkan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin yang punya karakter kuat dan tegas. Karena modal semangat dan kemauan yang keras, ia dapat menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa kepada ayah dan seluruh staf di kantornya.
Di tahun 2001 Pak Gani meninggal dunia sehingga perusahaan sepenuhnya dipegang oleh Humphrey. Mulanya ia merasa kaget memimpin perusahaan karena harus memegang tanggungjawab dan beban besar. Namun, ia terus memiliki keyakinan yang kuat ditambah doa yang tak ada hentinya hingga akhirnya yakin dapat menjalankan perusahaan advokat ayahnya dengan baik sampai sekarang.
Humphrey mulai menunjukkan prestasi-prestasi yang hebat: banyak menyelesaikan kasus yang berbelit-belit. Ia mulai mendapatkan pengalaman langsung melakukan pendampingan kepada rakyat biasa yang dibelit hukum. Ia tidak kuat melihat penderitaan masyarakat bawah yang kerap menjadi korban bagi ketidakadilan hukum.
Advokat Santun
Bagi Humphrey, dunia hukum jelas memiliki interaksi langsung dengan kehidupan manusia. Melalui hukum maka seorang advokat dapat mendalami sisi psikologis klien yang sedang terbelit persoalan hukum. Profesinya itu tidak bisa terlepas dengan pokok permasalahan klien yang sudah menjadi tugas utama baginya guna menemukan jalan keluar yang sedang dihadapi. Hal ini tentu membutuhkan pikiran-pikiran cerdas dalam mengambil keputusan yang benar tanpa ada iming-iming imbalan. Akan tetapi lebih realistis dalam melakukan pembelaan kliennya. Jika bisa diibaratkan, maka sama halnya seorang dokter yang harus memberikan pengobatan terbaik bagi pasiennya.
Pria kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1956 ini sempat mengenyam pendidikan masternya di Shoutern Methodist University, Dallas, USA lulus tahun 1988. Setelah lulus, Humphrey semakin menguasai ilmu-ilmu hukum. Ia semakin mantap bahwa dunia hukum tidak hanya berkutat pada urusan yang memberlakukan aturan-aturan saja kemudian dibuat logika tertentu. Namun lebih dari itu, ada nilai lebih yang menjadi pokok substansi dari pemikirannya yaitu hukum merupakan suatu logika bagaimana seorang advokat dapat memutuskan segala sesuatunya berdasarkan logika.
Tidak hanya itu, menurutnya, dunia hukum lebih menitikberatkan pada bagaimana usaha seorang advokat menyelesaikan persoalan ketidakadilan, mengedepankan perlindungan hak asasi manusia, serta berkaitan dengan rasa kemanusiaan lainnya. Oleh karena itu, baginya, syarat menjadi seorang advokat harus bisa bersikap santun; santun ketika berhadapan dengan klien dan sopan saat merespon keputusan pengadilan. Prilaku sopan bagi advokat, juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Di tengah hiruk-pikuk penegakan hukum yang amburadul di Indonesia saat ini, dalam diri seorang Chairman Gani & Djemat Partners ini tetap tumbuh optimisme tegaknya hukum di negeri ini. Bahkan ia begitu yakin, ke depan akan ada seorang presiden yang berasal dari kalangan advokat yang kemudian akan mampu membuat perubahan besar negeri ini menjadi lebih baik.
Dalam setiap tugasnya, Humphrey dikenal sebagai sosok advokat yang berkelakuan santun. Hal ini tak lepas dari pengaruh keluarganya. Bak buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya, sifat ayahnya pun menurun ke Humphrey. “Ayah selalu mengajarkan, menjadi pengacara itu merupakan kerja yang berkaitan dengan pelayanan jasa. Jadi, sudah selayaknya advokat harus bersikap santun kepada siapapun terlebih kepada klien agar tidak menimbulkan kesan yang buruk”. Pesan ayahnya itu sampai kini memberi pengaruh besar dalam dalam perjalanan karir advokatnya.
Bahkan sudah menjadi hal yang lumrah, profesi advokat sering kali mendapat intimidasi atau teror dari lawan hukumnya. Namun, ia hanya menghadapinya dengan tetap bersikap santun, membuat strategi yang lebih sopan sehingga tidak memunculkan persoalan lain. Sebab, menurutnya, tidak akan cukup memiliki 100 teman dibandingkan punya satu musuh. Hal inilah yang dijadikan bahan acuan Humphrey untuk menjalankan tugas sebagai seorang advokat secara profesional dengan tidak membuat manuver hukum yang menyakitkan.[http://www.rmbiografi.com/]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar