Selasa, 01 Maret 2016

Menanti Pembubaran 14 LNS


Nasib lembaga non-struktural di tangan presiden. Kementerian Pan dan RB sudah menyorongkan usulan pembubaran lembaga yang kebanyakan dibentuk sebagai wujud euphoria reformasi itu.
================

Akhir Januari 2016 lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi menyampaikan sepekan ke depan ada kepastian pembubaran 14 lembaga non-struktural (LNS) yang telah direkomendasikan kementeriannya. Tapi sampai pekan ketiga Februari, kepastian itu belum terlihat, masih dengan kata-kata pecan depan.

"Saya sudah minta ke Menko Polhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan) minggu depan, minta supaya sudah diputuskan (14 lembaga yang akan dibubarkan) karena kami akan mengevaluasi lagi (keberadaan) 78 lembaga lainnya," ungkap Yuddy yang ditemui di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (19/2).

Menurut Yuddy, Presiden Jokowi sudah memberikan arahan kepada Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan perihal keputusan pembubaran 14 lembaga non-struktural. Kemudian, rapat di Kemko Polhukam sudah selesai, sehingga tinggal mengambil keputusan saja.

Repotnya, Yuddy enggan menjabarkan ke 14 lembaga non-struktural yang direkomendasikan dibubarkan. Dia hanya mengatakan lembaga yang paling banyak dibubarkan di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat (kesra).

Yuddy menjelaskan rekomendasi pembubaran didasarkan kajian selama delapan bulan. Dengan indikator pada fungsi, tugas, dan kewenangan organisasi non-struktural. Wacana pembubaran lembaga non-struktural telah mengemuka sejak pertengahan tahun 2015. Ketika itu, Yuddy mengungkapkan bahwa komite pengarah reformasi birokrasi nasional yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla tengah mengkaji penghapusan atau penggabungan lembaga atau komisi negara yang berada langsung di bawah Presiden RI. Dengan pertimbangan, efisiensi.

Lalu awal November 2015, seperti disampaikan Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mendapatkan laporan rekomendasi 14 lembaga non-struktural yang akan dibubarkan. Namun ketika itu belum ada persetujuan presiden tentang pembubaran itu. "Belum disetujui. Masih dilaporkan ke Presiden," ujar Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2015).

Pegiat antikorupsi itu menyebutkan, sebelumnya pemerintah telah membubarkan sepuluh lembaga non-struktural yang dianggap memiliki fungsi yang hampir sama dengan lembaga lainnya atau bahkan tidak lagi dibutuhkan. Ke-10 lembaga non-struktural yang dibubarkan itu adalah Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional; Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; Dewan Buku Nasional; Komisi Hukum Nasional; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional; Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan; Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia; dan Dewan Gula Indonesia.

Pembubaran, katanya, bertujuan menyederhanakan lembaga sebagai bagian dari reformasi birokrasi. "Jadi semangatnya itu evaluasi atau bisa saja dibubarkan seperti yang sepuluh lembaga terjadi di awal-awal," tandasnya.

Menteri Yuddy Chrisnandi menjelaskan pemerintah membubarkan 14 lembaga non-struktural yang dianggap tidak lagi diperlukan keberadaannya. "Presiden secara lisan sudah setuju dengan hasil rekomendasi Kemenpan-RB," katanya.

Yuddy berpandangan, Presiden telah memerintahkan kementeriannya untuk mengevaluasi 25 lembaga non-struktural yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden. Setelah mengevaluasi lembaga-lembaga itu, kementeriannya lalu merekomendasikan untuk membubarkan 14 lembaga non-struktural.

Politisi Partai Hanura itu memaparkan, lembaga-lembaga non-struktural tersebut harus dibubarkan dalam rangka efisiensi anggaran, efisiensi struktur, efisiensi kewenangan, dan efisiensi sumber daya manusia.

Dia pun menjamin para pegawai negeri sipil di lembaga-lembaga yang bakal dibubarkan akan dipindah-tugaskan ke lembaga lain, sementara pekerja lepasnya akan diberi pesangon oleh pemerintah.

Menanggapi langkah Pemerintah membubarkan lembaga non-struktural, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bisa memahami itikad pemerintah yang berniat melakukan pembubaran lembaga-lembaga yang dianggap sudah tidak diperlukan lagi.

Lembaga semi negara, demikian Fahri menyebutnya, dibentuk dengan tujuan sebagai lembaga transisi. Dalam banyak hal, ujar dia, pembentukan lembaga yang bersifat ad hoc itu muncul karena dilatarbelakangi kekecewaan terhadap lembaga lama yang terlebih dulu ada.

Fahri menilai pemerintahan Joko Widodo sudah berjalan pada jalur yang tepat dalam hal pengkajian lembaga-lembaga yang tidak diperlukan lagi. Dia menegaskan dalam posisi memberikan dukungan terhadap niatan pemerintah agar bisa melakukan penghematan dan meminimalisir kericuhan.

Untuk itu, lanjut Fahri, mulai saat ini diperlukan kehati-hatian dalam membentuk undang-undang yang memandatkan pembentukan lembaga negara. Sebab, pada akhirnya rentan memicu konflik kepentingan di antara-sesama lembaga itu sendiri. (BN)



Boks:
BOPI dan BSANK Keberatan

Dua di antara 15 lembaga non-struktural yang diusulkan dibubarkan atau dibelur adalah Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) dan Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK).Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pun langsung tanggap. Kedua lembaga itu lalu mengikuti rapat koordinasi khusus di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Jakarta, Jumat (29/1/2016). Dan, Kemen PAN RB diperintahkan terlebih dulu mendengarkan presentasi keberatan dari pihak Kemenpora dan yang menaungi kedua badan tersebut.

“Rapat hanya berlangsung 15 menit. Setelah kami dari Kemenpora menyampaikan keberatan dan Kemenpora minta presentasi dulu ke Kemenpan, rapat langsung ditutup dan Menko Polhukam mengintsruksikan agar Kemenpan mendengar presentasi Kemenpora,” kata Semenpora Alfitra Salamm usai mengikuti rapat koordinasi khusus di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) yang membahas rekomendasi Kemenpan soal pembubaran BOPI dan BSANK.

Terkait BOPI dan BSANK, pihak Kemenpora menyampaikan keberatan karena menilai alasan yang dikedepankan KemenPAN RB masih harus dikaji dan secara yuridis formal tidak tepat. Alfitra menjelaskan, Pembentukan BSANK secara yuridis diamanatkan dalam ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Organisasi dan tata kerja BSANK ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2014 tentang Susunan, Kedudukan, dan Tata Kerja Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan.

Presiden Joko Widodo juga sudah mengangkat 9 (sembilan) orang Anggota BSANK melalui Keputusan Presiden Nomor  Nomor  170/M Tahun 2015 pada tanggal 4 November 2015. Sembilan anggota tersebut adalah Sony Teguh Rilaksono, M.Pd, MBA, H.M. Anwar Rahman, SH, MH., Prof. Dr. Mulyana, M.Pd., Dr. Lily Greta Karmel., Dr. Edy Purnomo, M.Kes. AIFO., Prof. Dr. Hari Amirullah Rachman, M.Pd., Drs, Agus Mahendra, MA., Dr. Linda Darnela dan Hani Hasyim, M.Si.

Menurut Sesmenpora, kebutuhan atas pembentukan BSANK guna  menjalankan tugas dan fungsi standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi merupakan hal yang mutlak diperlukan mengingat luasnya cakupan bidang tugas dan fungsi standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi dalam sistem keolahragaan nasional yang tidak mungkin ditangani secara bersamaan dengan tugas dan fungsi Kementerian.

Sementara BOPI, dari aspek yuridis, historis dan faktual, eksistensinya sah dan sangat diperlukan. Tugas dan fungsi BOPI sebagaimana diatur dalam ketentuan UU SKN dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 sangat luas dan strategis dalam menopang peningkatan prestasi olahraga, perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan Industri Olahraga perlu ditangani secara mandiri dan professional oleh BOPI.

Secara historis, Sesmenpora menuturkan, BOPI sudah terbentuk sejak tahun 1971 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1971, oleh karenanya dengan kelahiran UU SKN 2005 pembentuk undang-undang memandang sangat perlu bahwa tugas dan fungsi pembinaan, pengembangan, pengawasan dan pengendalian olahraga profesional tetap dilanjutkan untuk ditangani oleh BOPI dan tidak diintegrasikan dalam tugas-tugas Kementerian. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar