Minggu, 28 Desember 2014

Tangkap Pengacara, Polisi Dinilai Langgar UU Advokat

Tangkap Pengacara, Polisi Dinilai Langgar UU Advokat Ilustrasi penangkapan. LBH Jakarta menilai polisi melanggar UU dan menyalahi nota kesepahaman ketika menangkap pengacara publik LBH Jakarta, Hendra Supriatna. (Flickr/Keith Allison)
 
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut penangkapan yang dilakukan Polres Jakarta Timur terhadap Hendra Supriatna, pengacara publik LBH Jakarta, Rabu lalu (17/12), melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat. Tindakan kepolisian tersebut juga dinilai menyalahi nota kesepahaman antara Polri dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

"Berdasarkan MoU yang ditandatangani Kapolri dan Peradi, pemanggilan advokat oleh kepolisian harus melalui Peradi," ujar Ahmad Hardi, pengacara publik LBH Jakarta di kantornya, Kamis (18/12).


Ahmad menuturkan, saat Hendra dibawa paksa aparat Polres Jaktim, dia sedang menjalankan profesinya dan tidak sedang melakukan tindak pidana.

Akhir Februari 2012, Jenderal Timur Pradopo yang ketika itu menjabat Kapolri memang menandatangani nota kesepahaman dengan Dewan Pimpinan Nasional Peradi. Dokumen tersebut dibuat agar kedua institusi penegak hukum ini saling menghormati saat menjalankan profesi.

Hendra dibawa paksa ke Polres Jaktim saat mempertanyakan dasar hukum polisi melakukan pengukuran tanah warga di Jalan Pemuda Rawamangun, Jaktim, Rabu (1/12). Dia mengaku, pada saat kejadian tidak mengeluarkan kata-kata kasar kepada aparat dan hanya meminta aparat menunjukkan surat tugas pengerahan pasukan pengendali massa (Dalmas) dan surat perintah pengukuran tanah.

Namun alih-alih menjawab permintaan Hendra, aparat malah membawa Hendra ke kantor polisi. Dia dituduh menghalangi penyidikan polisi sebagaimana diatur dalam Pasal 212 KUHP.

"Saya diseret dan sempat terjatuh. Saya bilang, saya adalah kuasa hukum warga Rawamangun tapi mereka tidak menggubris," ujar Hendra

Penangkapan Hendra merupakan lanjutan dari sengketa lahan yang melibatkan 150 kepala keluarga di Jalan Pemuda, Rawamangun, dengan seorang pengusaha bernama William Silitonga. Hendra berkata, tahun lalu William melaporkan warga yang menurutnya melanggar Pasal 168 KUHP karena memasuki pekarangan tanah tanpa izin.

Padahal menurut Hendra, warga telah mendiami lahan tersebut selama lebih dari 40 tahun. "Mereka memiliki sertifikat hak atas tanah, girik, dan bukti penguasan lain," ujarnya.
Sebaliknya, laporan William hanya didasari sertifikat hak milik sementara tanpa surat ukur.

Kapolres Metro Jaktim Komisaris Besar Priyo Widiyanto sebelumnya mengatakan, Hendra diamankan karena dianggap sebagai provokator dalam keributan antara petugas dengan warga Rawamangun. Polisi tidak jadi membuat berita acara perkara (BAP) atas perbuatan Hendra, dan melepaskannya pada hari yang sama.
(http://www.cnnindonesia.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar