Minggu, 27 Maret 2016

MA Perberat Hukuman Udar Pristono




Maksud hati Udar Pristono ajukan kasasi agar hukuman semakin berkurang. Apa daya, hakim kasasi justru menambah masa hukuman penjara. Bahkan asetnya pun dirampas.
============

Nestapa Udar Pristono, mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, semakin bertambah. Kasasi Udar ditolak Mahkamah Agung (MA). Hukuman yang diterima Udar pun bertambah berat. Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi yang diajukan kejaksaan, menambah masa hukuman Udar menjadi 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Sementara, pada pengadilan tingkat pertama, Udar hanya divonis 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta. Jauh dari tuntutan jaksa yang mengajukan tuntutan 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Vonis yang relative ringan itu seolah memberi kekuatan pada diri Udar Pristono. Ketika vonis itu dibacakan hakim ketua Artha Theresia di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada 23 September 2015, Udar yang sebelumnya duduk di kursi roda, langsung berdiri tegak, seperti tak menunjukkan tanda-tanda sedang sakit.

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan, Pristono hanya terbukti bersalah pada dakwaan kedua subsidair, yakni menerima uang gratifikasi sebesar Rp 78,09 juta. Uang itu hasil selisih penjualan mobil dinas berplat merah merk Toyota Kijang tipe LSX Tahun 2002 yang dijual pada tahun 2012.

Majelis Hakim juga menyatakan Pristono berhasil membuktikan uang Rp 6,6 miliar yang disetor ke rekening BCA dan Mandiri oleh Suwandi, berasal dari aset kekayaan harta warisan.

Pristono juga tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan pertama, terkait pengadaan bus TransJakarta tahun 2012 dan 2013. Begitu pula dengan dakwaan ketiga mengenai tindak pidana pencucian uang, tidak terbukti.

Atas putusan itu, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Hasilnya, setelah melalui serangkaian persidangan, pada 21 Januari 2016 lalu majelis hakim pengadilan banding memutuskan hukuman Udar diperberat menjadi 9 tahun penjara.

Dalam putusannya, PT DKI Jakarta menyatakan, Udar Pristono terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. "Putusan atas nama Udar Pristono dinaikkan menjadi 9 tahun penjara," jelas Humas PT DKI, hakim tinggi M Hatta.

Lagi-lagi jaksa menyatakan tidak puas dan terus mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. "Kita belum puas dengan putusan banding. Karena tuntutan kami 19 tahun. Kita kasasi," tegas Jaksa Victor Antonius. Udar tidak mau kalah, dia mengajukan kasasi ke MA, beraharap ada keringanan hukuman.

Di tangan MA, Udar pun kembali mendapat hukuman yang lebih berat. Majelis hakim yang beranggotakan Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan Abdul Latif mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa dan memutuskan, Udar dihukum 13 tahun penjara. Selain itu, Udar wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 6,7 miliar. Apabila tidak dilunasi, hukumannya terancam ditambah empat tahun penjara.

Anggota majelis hakim, Krisna Harahap mengatakan, Udar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Karena itu, aset-aset yang dikuasai Udar, mulai dari rumah, apartemen, dan kondominium di Bali harus disita untuk negara.

"Perbuatan mantan Kadis Perhubungan DKI itu, tipikal pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi, karena keserakahan tanpa mengindahkan hak-hak dan kebutuhan masyarakat," kata Krisna, Rabu (23/3).

Apakah jaksa juga akan melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA tersebut, agar tuntutan 19 tahun penjara bisa terwujud? Apakah Udar terus berjuang sampai upaya PK?

Yang sudah sedikit pasti, Jaksa pada Kejaksaan Agung segera mengeksekusi hukuman terhadap mantan Kepala Dinas Perhubungan DKl Jakarta, Udar Pristono. Eksekusi itu setelah Mahkamah Agung menjatuhkan putusan atas kasasi yang diajukan Udar. "Langsung eksekusi. Eksekusi badan maupun eksekusi pidana tambahan lainnya," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, Victor Antonius, Kamis (24/3).

Kendati begitu, Victor menyebut Kejaksaan masih menunggu salinan putusan kasasi terlebih dulu dari MA. Kejaksaan akan mempelajari putusan itu sebelum melakukan eksekusi. Hal itu diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan eksekusi, mengingat sebagian aset milik Udar diputuskan untuk dirampas negara.

"Kita mesti teliti kembali, mesti baca kembali, ini kan putusan sudah berkekuatan hukum tetap, jadi tinggal pelaksanaan eksekusinya nanti kita lihat, kita eksekusi," ujar Victor.

Putusan kasasi MA yang memperberat hukuman Udar Prsitono diapresiasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah. “Saya belum bisa komentar, karena saya belum terima petikan MA,” kata Arminsyah, di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Rabu (23/3) malam. Namun demikian, dia menyambut dengan lega putusan tersebut, sebab hal ini membuktikan apa yang disidik dan dituntut sudah on the track.

“Jadi, sementara itu dulu komentar saya,” ujarnya seraya memasuki kendaraan dinasnya meninggalkan kerumunan wartawan.

Menanggapi putusan kasasi MA, pengacara Udar Pristono, Tonin Tahta Singarimbun, mengatakan, keputusan MA tersebut telah menyalahi aturan tata acara kasasi. Sebab, dia meyakini, proses kasasi itu belum memiliki nomor kasasi hingga Rabu (23/3) sore, tetapi sudah langsung diputus.

"Mereka jelas belum memiliki pertimbangan, tetapi langsung menjatuhkan putusan. Ini bentuk MA untuk mencari popularitas setelah kasus korupsi yang menimpa lembaga itu beberapa waktu lalu," kata Tonin.

Kasus korupsi yang dilakukan Udar mengemuka setelah sejumlah bus Transjakarta baru asal Tiongkok ditemukan berkarat pada tahun 2014. Atas temuan itu, Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan menetapkan Udar Pristono sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 9 Mei 2014.

Selain Udar, Kejaksaan Agung juga menetapkan tersangka pegawai Pusat Teknologi dan Sistem Transportasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Prawoto. Dua tersangka lain dalam kasus itu ialah Drajad Adhyaksa dan Setyo Tuhu yang berasal dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Dari pihak swasta, Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso, dan Direktur PT Korindo Motors, Chen Chong Kyong.

Berapa kerugian Negara? Berdasarkan penghitungan ulang yang dilakukan pihaknya, kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan, telah terjadi dugaan mark up dalam proses pelelangan bus transjakarta sebesar Rp 53 miliar.

"Mark up yang sudah terdeteksi itu sebanyak Rp 53 miliar itu potensi yang bisa menjadi kerugian negara dalam proyek pengadaan bus seharga Rp 1 trilun itu," kata Azas Tigor.

Menurut Azas Tigor, kerugian tersebut mucul lantaran dalam proses lelang pihak Dinas Perhubungan, selaku panitia lelang, membuat klasifikasi melalui lima paket lelang dengan beberapa daftar harga yang berbeda-beda. Karena itu, setiap perusahaan pengadaan bus Transjakarta mendapatkan harga yang berbeda. Sehingga, karena dalam pelelangannya dilakukan secara terpecah-pecah maka potensi mark up-nya terlihat.

"Berbagai opsi lelang sebenarnya bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan hanya membuka lelang untuk satu paket per tipe bus. Dengan hanya membuka lelang satu paket saja, maka potensi keberagaman harga dapat hilang. Sehingga, jika satu kali lelang saja dengan spesifikasi yang sama, dapat mengirit keuangan sampai Rp 53 miliar," kata Azaz Tigor. (BN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar