Mantan Wali Kota Tomohon divonis bersalah. Dan dia cukup menjalani tak
sampai setengah dari tuntutan jaksa.
===============
Setelah
menunggu kepastian waktu lebih dari dua bulan, akhirnya mantan Wali Kota
Tomohon, Jeferson Soleiman Montesgiue Rumajar, menjalani sidang dengan agenda
pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manado, Jumat
(8/1). Dia divonis 4 tahun 6 bulan penjara dipotong masa tahanan dalam sidang
yang berlangsung selama dua jam itu.
Sidang
putusan dipimpin hakim ketua Aminal Umam SH MH, hakim anggota Vincentius Banar
SH MH, Darius Naftali SH MH, Wennynanda SH, Nich Samara SH MH.
Sebelumnya,
pada akhir Oktober 2015 lalu, saat sidang penuntutan di PN Tipikor Manado, tiga
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK --Budi Nugraha, Trianggoro Mukti dan Pulung
Rindandoro—mengajukan tuntutan 10 tahun penjara terhadap mantan Walikota
Tomohon, Sulawesi Utara, Jefferson Rumajar. Bagi tim jaksa, tuntutan hukuman
tersebut sudah maksimal karena sesuai bukti perbuatan terdakwa yang mana telah secara
sengaja melakukan korupsi guna untuk kepentingan pribadi.
Persidangan
putusan perkara yang menjerat mantan Waliko Kota Tomohon sempat tidak jelas
kepastian waktunya. Pasca sidang penuntuntan hukuman, Ketua Majelis Hakim
Aminal Umam SH, MH, sempat bertutur, dalam waktu dekat sidang putusan hukuman
terhadap Epe segera digelar. Namun hingga akhir tahun 2015, sidang putusan itu
belum ja dilaksanakan. Tiga jaksa penuntut umum KPK itu harus kecewa lantaran.
“Seharusnya sidang kasus korupsi ini sudah tuntas akhir tahun lalu. Coba lihat,
waktu sidang penuntutan digelar akhir Oktober, masuk bulan Desember 2015
seharusnya sudah selesai. Kalau soal kecewa, bisa saja ada rasa itu, sebab kami
harus bolak balik Jakarta-Manado,” ujar Budi Nugraha, saat menanggapi jadwal
persidangan kasus korupsi tersebut terlalu boros waktu.
Seiring
waktu berjalan, akhirnya kepastian jadwal sidang kasus korupsi anggaran APBD
Tomohon tahun anggaran 2009-2010 itu digelar pada Jumat (8/1) pekan lalu.
Terdakwa Epe yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan bercelana hitam
terlihat tenang saat duduk di kursi pesakitan. Sesekali pandangan matanya
tertuju kepada para wartawan yang acapkali mengabadikan sosoknya yang terlihat
agak sedikit kurus.
Ketika
sidang akan dimulai, ketua hakim majelis Aminal Umam, membuka persidangan
tersebut dengan melontarkan kalimat pendek dengan nada bertanya terhadap Epe, “Apakah
Anda sehat?” Langsung dijawab Epe bahwa dirinya sehat. Hakim pun segera memulai
persidangan.
Singkat
certia proses jalannya persidangan itu berlangsung lancer. Tibalah saatnya
pembacaan putusan hukuman oleh Ketua Majelis Hakim Aminal Umam yang didampingi empat
hakim anggota masing-masing Vincentius Banar, Darius Naftali, Wenny Nanda dan
Nick Samara. Dalam amar putusan yang dibacakan Aminal Umam, terdakwa Epe divonis 4 tahun 6 bulan penjara.
Selain
itu dia juga harus membayar denda Rp200 juta atau subsider hukuman dua bulan
penjara serta harus membayar ganti rugi sebesar Rp. 19 miliar. Hukuman penjara
ditambah denda dan ganti rugi uang negara itu dibebankan kepada terdakwa,
karena menurut ketua majelis hakim bahwa perbuatan terdakwa Epe secara sah dan
meyakinkan telah melanggar undang-undang tindak pidana korupsi yang mengacu
pada pasal 2 ayat 1, jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang nomor 20 tahun 2001, jo pasal 53 ayat (1), KUHP jo pasal 65 ayat
(1), KUHP jo pasal 5 ayat (1) huruf a ditambah undang-undang nomor 20 tahun
2001 jo pasal 71 KUHP.
Bagi
Epe, putusan hukuman tersebut di luar dugaannya. Sebab pada sidang penuntutan
sebelumnya, Epe dituntut hukuman sepuluh
tahun penjara. “Saya kira putusan hukuman buat saya itu cukup maksimal. Dan
saya tidak akan melakukan banding. Hukuman penjara itu sudah sesuai dengan
perbuatan saya. Pokoknya urusan saya dengan kasus ini sudah selesai,” kata Epe usai
persidangan.
“Bagi
saya,” sambungnya lagi, “Berapa lama pun hukuman yang harus saya jalani, pada
prinsipnya saya siap, termasuk kurungan penjara 4 tahun 6 bulan ini. Saya
terima dan akan saya jalani serta tidak ada niat untuk banding.”
Boleh
dibilang Epe termasuk beruntung lantaran vonis hakim itu jauh lebih ringan
dibandingkan tuntutan jaksa. Walhasil, tiga jaksa penuntut umum KPK merasa tidak
puas dengan putusan majelis hakim tersebut.
“Yah,
tidak puas, karena tidak sesuai dengan tuntutan kami. Tuntutan kami 10 tahun.
Nanti kita akan laporkan ke pimpinan (maksudnya pimpinan KPK-red). Putusan
belum berkekuatan hukum tetap. Kita akan laporkan dulu, setelah itu bagaimana
hasilnya nanti kita beberkan,” jelas Budi Nugraha.
Disinggung
soal penjelasan terdakwa Epe bahwa dirinya hanya menggunakan uang hasil korupsi
sebesar Rp19. miliar, sementara jumlah kerugian uang negara totalnya Rp70
miliar. Sisanya Rp51 miliar lagi hingga kini masih kabur, menurut Nugraha,
selisih kerugian uang negara itu akan dibahas dengan pimpinan KPK.
Ihwal
putusan hukuman kasus miiaran APBD Tomohon ini juga diam-diam ikut menyita
perhatian Komisi Yudisial (KY) RI. Tampak beberapa personil kantor penghubung
KY perwakilan Sulut hadir dalam sidang putusan Epe guna melakukan pemantauan
terhadap para hakim. Maksudnya, mereka hadir sekadar menyaksikan jalannya
persidangan sekaligus mencermati kemungkinan adanya pelanggaran terhadap kelima
hakim majelis tersebut. Jika ada maka mereka bakal diproses sesuai mekanisme
yang berlaku.
Kembali
ke masalah Epe, bila dikonfrontir dengan penjelasan terdakwa dalam beberapa
kali sidang sebelumnya, bahwa kasus korupsi anggaran APBD Tomohon (TA)
2009-2010 ini tak hanya Epe seorang yang menikmati uang hasil korupsi. “Saya
pernah katakan di persidangan sebelumnya bahwa di saya itu hanya Rp19 miliar. Itu
sudah sesuai dengan fakta audit oleh jaksa penuntut umum KPK. Nah, sisanya Rp51
miliar lagi digunakan oleh siapa, saya tidak tahu,” katanya.
Tapi
saat ditanya apakah kasus ini ada indikasi
koneksitas dengan para legislator DPRD Kota Tomohon, Epe hanya tersenyum sambil
berkata itu ranahnya KPK untuk mengusutnya.
Berdasarkan
dakwaan JPU KPK dalam persidangan sebelumnya, perbuatan penyalah-gunaan dana
APBD itu dilakukan terdakwa bersama Yan Lamba, Frans A. Sambow dan Eduard Paat.
Ketiga nama ini di era kepemimpinan Epe sebagai Wali Kota Tomohon 2009-2010,
masing-masing menjabat kepada dinas dan kepala badan pengelolaan keuangan dan
aset daerah Kota Tomohon. Kala itu, sekitar Januari 2009 hingga Agustus 2010,
terdakwa telah memerintahkan Yan Lamba dan Frans Sambow untuk melakukan
pencairan dana kas daerah Kota Tomohon. Selain untuk kepentingan pribadi
terdakwa juga untuk pembayaran dan penggunaan kegiatan yang tidak dianggarkan
dalam APBD.
Menindak-lanjuti
perintah terdakwa, Yan Lamba lalu menyuruh Frans Sambow mencairkan cek yang
sudah ditanda-tanganinya tanpa harus melalui prosedur pencairan sebenarnya atau tidak didukung dengan
penerbitan surat permintaan pembayaran (SPP). Perbuatan tersebut dilakukan
terdakwa secara berulang kali. Sehingga negara harus merugi sampai Rp70 miliar.
Dari uang sebesar itu diduga ada sekitar Rp34 miliar mengalir ke kantong
pribadi terdakwa Epe. Namun fakta persidangan menyebutkan Epe hanya menggunakan
uang hasil korupsi sebesar Rp19 miliar.
Sekadar
diketahui kasus korupsi APBD Tomohon ini sampai di meja hijau setelah pihak KPK
berhasil merampungkan hasil penyidikan atas keterlibatan Epe. Sehingga KPK
merasa harus melibatklan diri untuk mengadili Epe lantaran jumlah kerugian uang
negara yang diselewengkan terdakwa cukup besar. Karena itu jaksa KPK menuntut
terdakwa dengan hukuman sepuluh tahun penjara ditambah bayar denda Rp350 juta
serta uang pengganti Rp30 miliar. Namun semua tuntutan KPK itu ditepis habis
oleh majelis hakim. Pertama dari tuntutan hukuman sepuluh tahun penjara diputus
hakim majelis menjadi 4 tahun 6 bulan penjara. Selanjutnya uang denda Rp350
juta dan ganti rugi Rp30 miliar dipangkas menjadi Rp200 juta dan uang ganti
rugi cuma Rp19 miliar.
Bagi
Epe, kasus ini merupakan kali kedua dialaminya. Sebelumnya Epe pernah divonis 13
tahun penjara oleh pengadilan negeri (PN) Tipikor Jakarta, setelah terbukti
bersalah melakukan korupsi anggaran APBD Tomohon periode 2006-2008. DIDI WONGSO (Sulut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar