Minggu, 14 Februari 2016

Belanja Cerdas Tanpa Kantong Plastik




Mulai 21 Feburari nanti, bilamana kita berbelanja menggunakan kantong plastik (kresek), akan ditarik bayaran. Kantong plastik berbayar  ini bakal berlaku di 23 kota.  
===================

Indonesia termasuk salah satu negara yang warganya sebagai “penghasil” sampah plastik yang bermuara ke laut. Untuk kita harus berusaha keras untuk mengerem agar produksi sampah plastik itu tidak semakin menggunung di tempat pembuangan sampah dan “menutup” laut yang sudah lama cemar.

Tak salah memang bila penelitian Jambeck (et al. 2015) seperti  dikutip Mongabay.co.id, menempatkan Indonesia di peringkat kedua “penghasil” sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, Filipina, Vietnam dan Sri Lanka. Sebab, selama ini kita biasa dimanjakan dengan kantong plastik saat berbelanja. Kita biasa menjumpai anak-anak yang menawarkan kantong plastik tatkala berbelanja –terutama di pasar tradisional.

Mari kita ubah pola kebiasaan ini. Mari biasakan berbelanja membawa kantong atas tas dari rumah. Sejalan dengan itu, bersama para pengusaha retail Indonesia, Pemerintah akan menguji coba plastik berbayar mulai 21 Februari sampai 5 Juni 2016 pada 23 kota. Besaran harga kantong plastik tergantung kebijakan masing-masing daerah.

Dan tanggal 21 Februari itu pun dinobatkan sebagai Hari Peduli Sampah Nasional oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana tercantum dalam beleid Surat Edaran Nomor S.71/Men LHK-II/2015. Kebijakan kantong plastik berbayar ber-tagline,” Belanja Cantik Tanpa Kantong Plastik, ”Less Plastic, More (Fun)tastic.”

KLHK merasa tersindir dengan masalah sampah yang tidak kunjung tuntas. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tuti Hendrawati mengakui regulasi banyak, tak sederhana dan saling tumpang tindih.

KLHKjuga menghitung masalah konsumsi kantong plastik di Indonesia. Satu tahun, Indonesia menggunakan sekitar 10,95 juta lembar kantong plastik per 100 gerai. Kini ada 32.000 retail.

Tuti mengatakan, keseriusan pengurangan sampah plastik ini diterima baik pengusaha ataupun pemerintah daerah. ”Ini untuk mengubah perilaku masyarakat dalam mengonsumsi plastik agar lebih bijaksana,” katanya dalam pertemuan di Jakarta belum lama ini.

Semula kota yang ikut kebijakan kantong plastik berbayar hanya 17 kota, masing-masing  Bandung, Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Medan, Denpasar, Palembang, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Ambon, dan Jayapura. Kemudian menyusul Banda Aceh, Tangerang Selatan, Pekanbaru, Yogyakarta, Kendari dan Malang.

”Semoga ini dapat menular ke kota lain juga,” ujar Tuti Hendrawati penuh asa. Ke-23 kota tersebut ikut kebijakan kantong plastik berbayar secara sukarela.

Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Sudirman, menjelaskan, regulasi tertulis terkait kantong sampah berbayar akan masuk peraturan menteri (Permen). ”Uji coba mulai Februari hingga Juni. Kebijakan keluar Juni, terangnya lebih lanjut. Aturan ini akan berisi roadmap, regulasi, dan kesepakatan harga.

Selama masa uji coba, jelasnya, harga plastik diatur sementara berdasarkan kesepakatan pemerintah daerah dan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo).

Sudirman mengungkapkan, lebih dari satu juta plastik terpakai setiap menit, sekitar 50% langsung menjadi sampah, hanya 5% didaur-ulang. Produksi plastik juga 8% hasil dari produksi minyak dunia atau 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon. Sedangkan, jumlah plastik satu tahun, dari 32.000 gerai Aprindo seukuran 68 kali Air Bus A380 atau 353 kali volume Candi Borobudur? Sungguh besar.

Kepala daerah yang ikut pertemuan menyambut baik plastik berbayar ini. Bandung telah menerapkan uji coba melalui Peraturan Gurbernur, yakni, Circle K Indonesia sukarela berbayar pada 50 gerai se-Bandung.

Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy mengatakan, usaha ini bisa mengubah perilaku masyarakat. ”Kalau cuma 500 perak, masih murah. Kalau perlu sekitar Rp5.000 sampai Rp10.000. Masyarakat akan takut bilamana berbelanja tak membawa kantong.”

Secara terpisah, Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey menyambut baik kebijakan pro-lingkungan ini. ”Kami meminta sistem diciptakan tidak merugikan sistem yang dibangun retail selama ini,” tandasnya.

Roy menyarankan perlu ada payung hokum yang jelas. Demikian pula dalam penyusunan roadmap, KLHK mesti berkoordinasi dengan anggota Aprindo. ”Kamilah yang berhadapan secara langsung dengan konsumen, ujarnya.

Aprindo pun aktif mengusulkan harga plastik Rp200. Meski dikatakan murah, harga masih terjangkau dan menjadi ajang sosialisasi serta edukasi masyarakat. Harga ini juga menjadi antisipasi terjadi gejolak dan distorsi masyarakat.

”Soalnya nanti kami yang langsung berhubungan dengan mereka. Kalau masyarakat butuh 2-3 biji, harga masih terjangkau untuk awal, tutur Roy. Pemasukan plastik berbayar akan menjadi pembukuan retail. Hasilnya bisa jadi untuk tanggung jawab sosial atau tergantung kebijakan retail. ”Soalnya, kalaupun ada cashback dan sebagainya, kami kesulitan dalam pembukuan, tegasnya.

Sebelum Peraturan Menteri keluar, katanya, Aprindo meminta pemerintah mengevaluasi dulu hasil selama uji coba. ”Apakah edukasi terserap atau belum?” ia mencontohkan.

Nanti, 32.000 retail tergabung dalam Aprindo yang mengikuti kebijakan ini --terhitung minimarket, supermarket dan hypermarket. Kendati begitu, Roy belum dapat menyebutkan berapa persen retail yang akan aktif mengikuti kebijakan ini.

Roy menilai angka Rp200 sebagai harga ideal saat ini. Aprindo akan tetap terbuka diskusi dengan pemerintah daerah dalam menentukan harga dalam Pergub. ”Sebenarnya kalau dilihat, pasar tradisional berperan paling besar. Namun, retail modern bisa lebih mudah. Jadi retail modern diajak berkontribusi,” ucapnya.

Benar, memang lebih mudah memulai belanja dengan plastik berbayar dari pasar swalayan. Karena, pengeluaran dan pemakaian plastik ada di tangan kasir. Sedangkan di pasar tradisional, tidak mudah dilakukan lantaran setiap pedagang punya pertimbangan masing-masing dalam melayani konsumen. (BN)

Boks:
Plastik Berbayar Jangan Bikin Mahal

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Depok meminta agar pelaku usaha tidak menetapkan harga terlalu tinggi saat kebijakan kantong plastik berbayar mulai diuji-coba di Kota Depok, 21 Februari 2016.

“Kami tetap berharap harga kantong plastik berbayar ini tidak memberatkan konsumen saat kebijakan ini diuji-coba dan kelak diterapkan,” ujar Kepala Disperindag Kota Depok, Agus Suherman, Selasa (9/2).

Menurut Agus, kebijakan kantong plastik berbayar merupakan instruksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait limbah plastik yang berbahaya. “Jadi nanti semua kota di Indonesia juga akan mengikuti kebijakan plastik berbayar ini,” ujarnya.

Agus berharap harga kantong plastik disesuaikan dengan kemampuan konsumen, agar konsumen tidak merasa keberatan dan dirugikan. Sebagai leading sector dalam perdagangan, ujarnya, pihaknya akan mengimba hal ini ke sejumlah pasar modern, minimarket, supermarket dan usaha-usaha lain di Kota Depok.

Dia menyambut baik kebijakan yang bertujuan menekan penggunaan plastik dan meminimalisasi limbah plastik yang sulit dimusnahkan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar