Alasan sakit acap dipakai buat alasan terdakwa menghindar
(mangkir) dari pemeriksaan di persidangan. Namun, kali ini, hakim tetap
berkeras agar jaksa menghadirkan terdakwa di persidangan. Dan sidang pun
menghadirkan terdakwa di tempat tidur pasien.
=====================
Setelah
tertunda beberapa kali, pertengahan Desember 2015 lalu, akhirnya Bambang
Wiratmadji Soeharto, mantan Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai
Hanura, datang ke sidang yang menghadirkan dirinya sebagai terdakwa kasus dugaan
suap penanganan perkara pemalsuan sertifikat lahan yang menjerat Kepala
Kejaksaan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, M. Subri. Namun Bambang datang ke
ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta itu dalam keadaan terbaring di atas
ranjang pasien.
Bambang yang
terbaring di tempat tidur pasien didampingi istrinya itu harus dibantu petugas
pengadilan untuk menjawab pertanyaan majelis hakim yang baru membuka jalannya
persidangan dengan agenda pembacaan nota dakwaan tersebut. Ketua Majelis Hakim
langsung mengawali pertanyaan seputar kondisi kesehatan kepada terdakwa Bambang
Soeharto.
"Apakah
saudara terdakwa mendengar suara saya?" tanya Ketua Majelis Hakim John
Butarbutar kepada Bambang saat membuka persidangan di Pengadilan Tipikor
Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Bambang
yang masih terbaring itu pun tidak langsung menjawab. Kendati sudah dibantu
dengan pengeras suara yang diarahkan petugas ke telinganya, Bambang masih
terdiam.
Dengan
suara lembut, hakim pun kemudian mengajukan pertanyaan yang sama kepada mantan
Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura tersebut.
"Saya
sakit," jawab Bambang dengan suara terdengar sayup.
Melihat
kondisi terdakwa yang tampak mengenakan penyangga leher itu, majelis hakim yang
sempat berunding sejenak akhirnya memutuskan untuk menunda persidangan yang
masih mengagendakan pembacaan dakwaan itu.
"Sementara
ini persidangan tidak bisa dilanjutkan. Persidangan akan kami tunda, sambil
tentunya kepada yang bersangkutan oleh Pak Jaksa dan Tim Dokter agar dilakukan
pemeriksan yang lebih komprehensif," ucap hakim.
Majelis Hakim
yang diketuai John Halasan Butarbutar memutuskan menunda sidang lantaran
terdakwa tidak dapat berkomunikasi. Bekas Politikus Partai Hanura ini menderita
sejumlah penyakit kronis.
Hakim John
Butarbutar tidak menyebutkan kapan rencananya sidang yang sudah dua kali ditunda
ini dapat dilaksanakan. "Kami tunda sampai waktu yang akan ditentukan
kemudian," katanya seraya menutup persidangan.
Pada
persidangan sebelumnya, 2 November 2015, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi memutuskan sidang perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Bambang
Wiratmadji Soeharto tetap dilanjutkan.
"Di
persidangan, penasihat hukum mengajukan dua orang saksi RWM Kaligis dan Moh
Solih yang melakukan perawatan terhadap keluarga, jaksa penuntut umum juga
mengajukan ahli. Perihal penghentian perkara agar case closed karena terdakwa tidak layak dihadirkan dalam
persidangan atau unfit to stand trial,
sejauh ini di Indonesia belum ada UU atau ketentuan tertulis yang mengaturnya. Meski
demikian, seperti yang disampaikan penasihat hukum, ada konsep penyelesaian
perkara melalui unfit to stand trial
sebagaimana di pengadilan Indonesia dikenal seperti mantan Presiden Soeharto
yang tidak bisa dihadirkan karena penyakit," kata Ketua Majelis Hakim John
Halasan Butarbutar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, saat itu.
Hakim John
Butarbuar lantas membaca surat keterangan saksi yang menyatakan Bambang
menderita hipertensi kritis dan masalah jantung. Saksi lainnya menyebut Bambang
berisiko untuk mati mendadak. "Saksi Dokter W. Mamento Kaligis
menyimpulkan Bambang pasien berisiko sangat tinggi untuk mati mendadak,
serangan jantung tiba-tiba, stroke tiba-tiba, sudah mengajukan pemeriksaan
pendukung," ujar John membacakan keterangan saksi. Sementara itu dokter
yang diajukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu IDI (Ikatan Dokter
Indonesia) menyatakan kondisi Bambang layak untuk diadili. Keterangan itu
didapat dari tim dokter IDI yang dianggap majelis hakim lebih obyektif.
"Di
tengah pendapat yang berbeda, majelis hakim cenderung memilih pendapat dan
kesimpulan yang diajukan keterangan dan pendapat para ahli yang diajukan
penuntut umum karena pemeriksaan yang dilakukan organisasi resmi di bidang
kedokteran, IDI yang dalam menjalankan tugas dan menarik kesimpulan dilakukan
12 anggota tim dokter. Secara umum lebih obyektif dibandingkan pemeriksaan yang
dilakukan sendiri-sendiri seperti pemeriksaan yang dilakukan oleh para saksi
yang dilakukan penasihat hukum," lanjut Hakim Ketua John Butarbutar.
Katanya
lebih lanjut, "Dari pemeriksaan di persidangan diperoleh fakta terdakwa
mampu untuk menjalani pemeriksaan dan observasi. Bahkan menurut tim dokter IDI,
terdakwa dalam keadaan sadar, majelis berpendapat bahwa terdakwa masih dalam
kondisi yang bisa memahami tahap peradilan dan masih mampu mengutarakan hal-hal
terkait pembelaan dirinya. Terlebih sebagaimana yang disampaikan tim dokter
IDI, terdakwa cenderung menampilkan ekspresi emosi depresi dan menunjukkan
penurunan daya ingat. Tapi di akhir wawancara, terperiksa dapat menjelaskan
harapannya dengan cukup rinci seperti menjelaskan pasal-pasal untuk mendukung
dirinya unfit to stand trial. Dan
tampaknya sejak awal pemeriksaan, terperiksa ingin menunjukkan dirinya agar unfit to stand trial berkaitan dengan
persepsi bahwa dirinya mengalami multiple
health dynamic yang bersifat permanen, di saat yang sama terperiksa
mengatakan keluhan jantungnya bersifat sementara atau temporary."
Kemudian,
majelis hakim menolak permohonan yang diajukan oleh Bambang W. Soeharto. Namun
untuk proses persidangan nantinya, Majelis Hakim meminta agar Bambang
didampingi dokter. "Mengadili, menolak permohonan penasihat hukum terdakwa
Bambang Wiratmadji Soeharto untuk seluruhnya, menyatakan Bambang Wiratmadjji
Soeharto layak disidangkan, melanjutkan pemeriksaan terdakwa Bambang
Wiratmadjji Soeharto dengan menghadirkan terdakwa dengan didampingi dokter
pribadinya atau dokter umum," jelas hakim yang juga menyatakan sidang
dilanjutkan pada Senin, 9 November 2015.
September
2015 lalu, Majelis Hakim juga menunda dalam sidang perdana dengan agenda
pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Bambang W Soeharto. Penundaan dilakukan
karena Bambang tidak hadir dalam persidangan dengan alasan sakit. Jaksa
Penuntut Umum pada KPK rencananya akan menghadirkan 2 orang ahli terkait
kondisi kesehatan Bambang. Sebab, dalam sidang, pihak Bambang menghadirkan
dokter dan psikolog yang memaparkan kondisi kesehatan Bambang yang dinilai
tidak memungkinkan mengikuti persidangan.
"Kami
berencana menghadirkan dua orang ahli yang menjadi saksi. Pertama, dari tim
medis KPK. Kedua, dari IDI. (Dokter) IDI ini pernah melakukan pemeriksaan
kepada terdakwa, tapi dari berbagai macam tim. Maka kami butuh waktu untuk
melakukan koordinasi lebih lanjut dengan tim-tim ini. Oleh karena itu, kami
mohon waktu 2 minggu," kata Jaksa Ali Fikri. Majelis Hakim juga
memerintahkan Jaksa pada KPK untuk menghadirkan Bambang dalam persidangan
selanjutnya.
"Tetap
dihadirkan. Kalau menurut Anda dan yang Anda lihat kondisi yang bisa
dihadirkan, hadirkan ya. Kalau tidak bisa dihadirkan, Majelis akan melihat
alternatif lain, mungkin mengunjungi yang bersangkutan langsung. Yang jelas
Majelis harus mendapat keyakinan terhadap kondisi terdakwa hingga tidak bisa
hadir ke persidangan," ujar Hakim John. Bambang ditetapkan sebagai
tersangka penyuap Kajari Praya pada 12 September 2014. Bambang ditetapkan
sebagai tersangka, setelah anak buahnya, Lusita Ani Razak, dijatuhi vonis untuk
kasus yang sama.
Dan baru
tanggal 16 Desember 2015, terdakwa Bambang Wiratmadji Soeharto dapat
dihadirkan. Namun terdakwa hadir dengan ranjang pasien dan tampak badannya
sudah kesulitan bergerak, hanya kepala yang mampu bergerak merespon pihak-pihak
yang mengajaknya berkomunikasi.
Kasus yang
menjerat Bambang W. Soeharto ini bermula dari tertangkapnya Lusita Ani Razak
dan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari Praya), M. Subri. Saat ditangkap,
Lusita sedang memberi suap kepada Subri.
KPK
menetapkan Bambang W Soeharto sebagai tersangka sejak 12 September 2014. Dia
diduga terlibat dalam suap pemalsuan sertifikat tanah serta menyuap mantan Kajari
Praya M. Subri bersama dengan anak buahnya di PT Pantai AAN Lusita Anie Razak.
Atas
perbuatannya, Bambang dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal
13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo
Pasal 55 ayat (1).
Dalam
kasus ini mantan Kepala Kejaksaan Negeri Praya M. Subri telah divonis bersalah
dan dipidana selama 10 tahun serta denda sebesar Rp250 juta subsider 5 tahun
kurungan pada sidang 25 Juli 2014. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar