Bareskrim Polri kejar target. Setelah pekan ketiga
November lalu Bareskrim memeriksa Direktur Teknik Pelindo II dengan status
tersangka, pekan lalu kembali memeriksa Dirut Pelindo II RJ Lino.
============
Untuk ketiga kalinya Direktur Utama Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) II RJ Lino menjalani pemeriksaan oleh penyidik Badan Reserse Kriminal
Mabes Polri. Kali ketiga ini berlangsung Senin 30 November 2015. RJ Lino
diperiksa terkait kasus pengadaan 10 unit mobil crane di Pelindo II, Tanjung
Priok, Jakarta Utara. Dan dengan status tetap sebagai saksi. Sedianya Lino
menjalani pemeriksaan pada 25 November 2015. namun saat itu Lino memohon izin
karena dipanggil atasannya.
Menurut Lino, proses pengadaan mobil crane di PT Pelindo II
merupakan sesuatu hal biasa. "Saya kira proses biasa, ditanya saya jawab
terkait pengadaan dan sebagainya. Jadi, tidak ada yang khusus," kata RJ
Lino di komplek Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan.
Ditanya soal koordinasi pengadaan 10 unit mobil crane dengan
Menteri Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, RJ Lino enggan membeberkan ihwal
tersebut. "Itu barang kecil jumlahnya cuma berapa, saya ngerjain
proyek triliunan. Proyek itu kecil sekali, setahun Rp4-5 triliun saya kerjakan.
Ini kerjaan cuma Rp46 miliar kok," tandasnya.
Tentunya, dalam pengadaan alat mobile crane yang
jumlahnya tidak terlalu besar tidak perlu melakukan koordinasi dengan pihak
Menteri BUMN. "Itu proyek sangat biasa. Tidak perlu koordinasi dengan
BUMN. Itu kewenangan kita untuk memutuskan. Itu tidak ada kaitannya dengan BUMN
sama sekali," katanya.
Dia juga mengklaim, dia sangat kooperatif dalam menjalankan
panggilan penyidik Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan sebagai saksi. "Saya
datang terus. Kecuali saya tidak datang, saya kasih tahu tidak bisa
datang," katanya.
Sepanjang November 2015, setiap pekan, Direktur Utama PT Pelindo
II, RJ Lino, harus rela bolak-balik ke Bareskrim Mabes Polri. Bukan tanpa
alasan RJ Lino menyambangi Bareskrim. Namun karena statusnya sebagai saksi
dalam dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane di
perusahaan tersebut.
Pemeriksaan pertama terjadi pada 9 November 2015, lalu
pemeriksaan kedua pada 18 November 2015. Dan pemeriksaan ketiga diagendakan 25
November 2015 namun baru terlaksana 30 November.
Sekadar informasi, dalam kasus ini, penyidik kepolisian baru
menetapkan satu orang tersangka, yaitu Direktur Teknik Pelindo II, Ferialdi
Nurlan. Dan Ferialdi Nurlan telah diperiksa penyidik Bareskrim kali pertama
pada 23 November 2015.
Selama delapan jam anak buah Kabareskrim Komjen Anang Iskandar
memeriksa Direktur Teknik Pelindo II Ferialdy Nurlan (FN) waktu itu. Ferialdy diperiksa
dalam status sebagai dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane di Pelindo II. Usai
menjalani pemeriksaan, Ferialdy memilih bungkam saat sejumlah awak media
mencoba meminta keterangannya terkait materi pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 09.00 sampai
17.40 WIB tersebut, penyidik Bareskrim mencecar sebanyak 18 pertanyaan kepada
FN yang saat ini masih menjabat Direktur Teknik (Dirtek) PT Pelindo II.
“Klien saya diperiksa mulai dari pukul 09.00- 17.40 WIB. Ada 18
pertanyaan,” kata Frederic Yunadi, kuasa hukum FN, di Mabes Polri.
Frederic Yunadi menerangkan, materi pemeriksaan terkait dengan
struktur organisasi di PT Pelindo II. “Pertanyaannya normatif, tentang struktur
organisasi, soal pengadaan, cuma begitu saja,” jelasnya.
Setelah pemeriksaan perdana itu dilakukan, menurut Frederic
Yunadi, penyidik Bareskrim menjadwalkan kembali pemeriksaan lanjutan terhadap
tersangka FN. “Nanti akan dipanggil lagi, kelihatannya Tipikor ini profesional
dengan mengejar waktu. Itu yang saya tahu dan lihat,” ungkap Frederic yang sore
itu mengenakan stelan baju safari warna hitam ini.
Frederic Yunadi menambahkan, pemeriksaan FN merupakan yang
pertama kali sejak ditetapkan sebagai tersangka, pada Kamis, 27 Agustus 2015, lalu.
Kasus dugaan korupsi mobile crane ini terkuak setelah penyidik
Bareskrim Polri menelusuri bahwa semestinya "mobile crane" yang
dipesan pada 2012 dengan anggaran senilai Rp45 miliar itu dikirimkan ke
Pelabuhan Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Cirebon, Banten, Panjang
(Lampung) dan Pontianak. Namun barang-barang itu tidak dikirim dan setelah
diselidiki ternyata pelabuhan-pelabuhan tersebut tidak membutuhkan alat berat
seperti itu.
Sampai kemudian Bareskrim merasa yakin menetapkan Direktur
Operasi dan Teknik Pelndo II Ferialdy Nurlan dalam kasus ini, selain telah
memeriksa 48 saksi dan menyita dokumen terkait 10 unit "mobile crane"
dan komputer jinjing. Kesepuluh unit "mobile crane" itu sudah disita
dan ditempatkan di wilayah Pelindo II yang sudah dipasangi garis polisi. Penyidik
Bareskrim juga sempat menggeledah ruang Direktur Utama Pelindo di Gedung IPC
untuk mencari bukti-bukti penyelewengan pengadaan mobile crane. (BN)
Boks:
Kronologi Kasus Mobile Crane
Bagaimana perjalanan kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane
yang RJ Lino bolak-balik ke Bareskrim sebagai saksi dan Direktur Teknik PT Pelindo II menjadi tersangka? Berikut ini
urutan waktunya berdasarkan penuturan Lino.
* 2011
Pelindo II menggelar lelang terbuka untuk pengadaan 10 unit
mobile crane dengan anggaran Rp58,9 miliar dalam rangka meningkatkan
produktivitas. Khususnya kecepatan penanganan barang di pelabuhan. Proses
pengadaan mengikuti Surat Keputusan Direksi Pelindo II tentang prosedur dan
tata cara pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pelindo II.
Lelang pertama dilakukan pada Agustus 2011 yang diikuti lima
perusahaan, yakni, PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai
Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa dan Guanxi Narishi Century M&E
Equipment Co. Ltd. Lelang dianggap gugur
karena penawaran harga vendor pada alat tertentu khususnya kapasitas 65 ton
masih lebih tinggi dibandingkan harga perkiraan.
Kemudian lelang lagi pada 2011 yang diikuti enam perusahaan: PT
Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi
Perkasa dan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd. Dan PT Ifani
Dewi. Namun, pada saat rapat penjelasan (aanwijzing) hanya tiga
perusahaan yang hadir.
Pada tahap berikutnya hanya dua perusahaan yang memasukkan
penawaran, yakni Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd dan PT Ifani
Dewi. “Dari hasil rekapitulasi evaluasi dan penelitian dokumen administrasi dan
teknis menyatakan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd lulus dan PT
Ifani Dewi tidak,” ungkap Lino.
* 2012
Pada Januari 2012, Guanxi Narishi dinyatakan keluar sebagai
pemenang lelang dengan harga penawaran setelah pajak pertambahan nilai
Rp45.949.200.000.
Setelah negosiasi, harga turun menjadi Rp45.650.000.000. “Harga
ini 23 persen lebih rendah dari anggaran dalam RKAP dan masih di bawah HPS,”
kata Lino.
Ia menegaskan BPK merekomendasikan agar Pelindo II mengenakan
sanksi maksimum lima persen kepada kontraktor atas keterlambatan penyelesaian
pekerjaan. Rekomendasi tersebut sudah dilaksanakan oleh Pelindo II yang bisa
dibuktikan melalui surat ke BPK tertanggal 6 April 2015 mengenai tindak lanjut
atas temuan BPK.
Terkait dengan penempatan mobile crane yang tidak sesuai dengan
rencana investasi sebagaimana ditanyakan oleh BPK dalam auditnya, hal itu
disebabkan adanya perubahan kebutuhan sejalan dengan perkembangan bisnis
perusahaan.
Semula pengadaan 10 mobil crane memang direncanakan untuk cabang
Banten, Panjang, Palembang, Jambi, Teluk Bayur, Pontianak, Cirebon dan
Bengkulu. Dalam perkembangan selanjutnya, Dewan Direksi sepakat merelokasi alat
dengan pertimbangan mobile crane tersebut lebih dibutuhkan di Tanjung Priok,
yang sedang menata pola layanan di setiap terminalnya. “Jadi, masalah audit BPK
ini sebenarnya sudah clear,” tegasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar