Minggu, 06 Desember 2015

Lino Jalani Pemeriksaan Ketiga


Bareskrim Polri kejar target. Setelah pekan ketiga November lalu Bareskrim memeriksa Direktur Teknik Pelindo II dengan status tersangka, pekan lalu kembali memeriksa Dirut Pelindo II RJ Lino.
============
Untuk ketiga kalinya Direktur Utama Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino menjalani pemeriksaan oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Kali ketiga ini berlangsung Senin 30 November 2015. RJ Lino diperiksa terkait kasus pengadaan 10 unit mobil crane di Pelindo II, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dan dengan status tetap sebagai saksi. Sedianya Lino menjalani pemeriksaan pada 25 November 2015. namun saat itu Lino memohon izin karena dipanggil atasannya.
Menurut Lino, proses pengadaan mobil crane di PT Pelindo II merupakan sesuatu hal biasa. "Saya kira proses biasa, ditanya saya jawab terkait pengadaan dan sebagainya. Jadi, tidak ada yang khusus," kata RJ Lino di komplek Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ditanya soal koordinasi pengadaan 10 unit mobil crane dengan Menteri Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, RJ Lino enggan membeberkan ihwal tersebut. "Itu barang kecil jumlahnya cuma berapa, saya ngerjain proyek triliunan. Proyek itu kecil sekali, setahun Rp4-5 triliun saya kerjakan. Ini kerjaan cuma Rp46 miliar kok," tandasnya.
Tentunya, dalam pengadaan alat mobile crane yang jumlahnya tidak terlalu besar tidak perlu melakukan koordinasi dengan pihak Menteri BUMN. "Itu proyek sangat biasa. Tidak perlu koordinasi dengan BUMN. Itu kewenangan kita untuk memutuskan. Itu tidak ada kaitannya dengan BUMN sama sekali," katanya.
Dia juga mengklaim, dia sangat kooperatif dalam menjalankan panggilan penyidik Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan sebagai saksi. "Saya datang terus. Kecuali saya tidak datang, saya kasih tahu tidak bisa datang," katanya.
Sepanjang November 2015, setiap pekan, Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino, harus rela bolak-balik ke Bareskrim Mabes Polri. Bukan tanpa alasan RJ Lino menyambangi Bareskrim. Namun karena statusnya sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane di perusahaan tersebut.
Pemeriksaan pertama terjadi pada 9 November 2015, lalu pemeriksaan kedua pada 18 November 2015. Dan pemeriksaan ketiga diagendakan 25 November 2015 namun baru terlaksana 30 November.
Sekadar informasi, dalam kasus ini, penyidik kepolisian baru menetapkan satu orang tersangka, yaitu Direktur Teknik Pelindo II, Ferialdi Nurlan. Dan Ferialdi Nurlan telah diperiksa penyidik Bareskrim kali pertama pada 23 November 2015.
Selama delapan jam anak buah Kabareskrim Komjen Anang Iskandar memeriksa Direktur Teknik Pelindo II Ferialdy Nurlan (FN) waktu itu. Ferialdy diperiksa dalam status sebagai dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane di Pelindo II. Usai menjalani pemeriksaan, Ferialdy memilih bungkam saat sejumlah awak media mencoba meminta keterangannya terkait materi pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 09.00 sampai 17.40 WIB tersebut, penyidik Bareskrim mencecar sebanyak 18 pertanyaan kepada FN yang saat ini masih menjabat Direktur Teknik (Dirtek) PT Pelindo II.
“Klien saya diperiksa mulai dari pukul 09.00- 17.40 WIB. Ada 18 pertanyaan,” kata Frederic Yunadi, kuasa hukum FN, di Mabes Polri.
Frederic Yunadi menerangkan, materi pemeriksaan terkait dengan struktur organisasi di PT Pelindo II. “Pertanyaannya normatif, tentang struktur organisasi, soal pengadaan, cuma begitu saja,” jelasnya.
Setelah pemeriksaan perdana itu dilakukan, menurut Frederic Yunadi, penyidik Bareskrim menjadwalkan kembali pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka FN. “Nanti akan dipanggil lagi, kelihatannya Tipikor ini profesional dengan mengejar waktu. Itu yang saya tahu dan lihat,” ungkap Frederic yang sore itu mengenakan stelan baju safari warna hitam ini.
Frederic Yunadi menambahkan, pemeriksaan FN merupakan yang pertama kali sejak ditetapkan sebagai tersangka, pada Kamis, 27 Agustus 2015, lalu.
Kasus dugaan korupsi mobile crane ini terkuak setelah penyidik Bareskrim Polri menelusuri bahwa semestinya "mobile crane" yang dipesan pada 2012 dengan anggaran senilai Rp45 miliar itu dikirimkan ke Pelabuhan Bengkulu, Jambi, Teluk Bayur, Palembang, Cirebon, Banten, Panjang (Lampung) dan Pontianak. Namun barang-barang itu tidak dikirim dan setelah diselidiki ternyata pelabuhan-pelabuhan tersebut tidak membutuhkan alat berat seperti itu.
Sampai kemudian Bareskrim merasa yakin menetapkan Direktur Operasi dan Teknik Pelndo II Ferialdy Nurlan dalam kasus ini, selain telah memeriksa 48 saksi dan menyita dokumen terkait 10 unit "mobile crane" dan komputer jinjing. Kesepuluh unit "mobile crane" itu sudah disita dan ditempatkan di wilayah Pelindo II yang sudah dipasangi garis polisi. Penyidik Bareskrim juga sempat menggeledah ruang Direktur Utama Pelindo di Gedung IPC untuk mencari bukti-bukti penyelewengan pengadaan mobile crane. (BN)

Boks:
Kronologi Kasus Mobile Crane
Bagaimana perjalanan kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane yang RJ Lino bolak-balik ke Bareskrim sebagai saksi dan Direktur Teknik PT  Pelindo II menjadi tersangka? Berikut ini urutan waktunya berdasarkan penuturan Lino.
* 2011
Pelindo II menggelar lelang terbuka untuk pengadaan 10 unit mobile crane dengan anggaran Rp58,9 miliar dalam rangka meningkatkan produktivitas. Khususnya kecepatan penanganan barang di pelabuhan. Proses pengadaan mengikuti Surat Keputusan Direksi Pelindo II tentang prosedur dan tata cara pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pelindo II.
Lelang pertama dilakukan pada Agustus 2011 yang diikuti lima perusahaan, yakni, PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa dan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd.  Lelang dianggap gugur karena penawaran harga vendor pada alat tertentu khususnya kapasitas 65 ton masih lebih tinggi dibandingkan harga perkiraan.
Kemudian lelang lagi pada 2011 yang diikuti enam perusahaan: PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa dan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd. Dan PT Ifani Dewi. Namun, pada saat rapat penjelasan (aanwijzing) hanya tiga perusahaan yang hadir.
Pada tahap berikutnya hanya dua perusahaan yang memasukkan penawaran, yakni Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd dan PT Ifani Dewi. “Dari hasil rekapitulasi evaluasi dan penelitian dokumen administrasi dan teknis menyatakan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd lulus dan PT Ifani Dewi tidak,” ungkap Lino.
* 2012
Pada Januari 2012, Guanxi Narishi dinyatakan keluar sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran setelah pajak pertambahan nilai Rp45.949.200.000.
Setelah negosiasi, harga turun menjadi Rp45.650.000.000. “Harga ini 23 persen lebih rendah dari anggaran dalam RKAP dan masih di bawah HPS,” kata Lino.
Ia menegaskan BPK merekomendasikan agar Pelindo II mengenakan sanksi maksimum lima persen kepada kontraktor atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Rekomendasi tersebut sudah dilaksanakan oleh Pelindo II yang bisa dibuktikan melalui surat ke BPK tertanggal 6 April 2015 mengenai tindak lanjut atas temuan BPK.
Terkait dengan penempatan mobile crane yang tidak sesuai dengan rencana investasi sebagaimana ditanyakan oleh BPK dalam auditnya, hal itu disebabkan adanya perubahan kebutuhan sejalan dengan perkembangan bisnis perusahaan.
Semula pengadaan 10 mobil crane memang direncanakan untuk cabang Banten, Panjang, Palembang, Jambi, Teluk Bayur, Pontianak, Cirebon dan Bengkulu. Dalam perkembangan selanjutnya, Dewan Direksi sepakat merelokasi alat dengan pertimbangan mobile crane tersebut lebih dibutuhkan di Tanjung Priok, yang sedang menata pola layanan di setiap terminalnya. “Jadi, masalah audit BPK ini sebenarnya sudah clear,” tegasnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar