POKROL BAMBU
Reno adalah seorang aktivis kampus yang cerdas, tapi lantaran jarang mengikuti kuliah di kampus, akhirnya dia terkena drop out. Reno memang lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan di pergerakan daripada mengikuti kuliah.
Kedua orang tua Reno di kampung tak
pernah tahu kegiatan Reno sebagai aktivis, tentu mereka hanya tahu bahwa
Reno sedang menuntut ilmu di Fakultas Hukum, berharap suatu saat nanti
putranya menjadi seorang pembela hukum. Dan ketika mendengar berita drop out orang tuanya itu langsung kecewa dan bersedih hati.
Memang ada segumpal penyesalan yang
membucah di hati Reno, namun dia menyadari sebuah konsekuensi berat
harus dihadapinya dengan lapang dada. Dia pun menemui orangtuanya di
kampung.
"Bagaimana jadinya masa depanmu, kamu sekarang sudah di drop out?" keluh Ibu Reno sambil menangis.
Reno mendekati Sang Ibu, menyusut
bulir-bulir bening yang jatuh di pipi ibunya, "Pendidikan memang begitu
penting Bu, tapi ada yang lebih penting dan malah terpenting dari semua
ini."
"Apa itu?" tanya Ibu Reno tak mengerti.
"Yang paling penting adalah aku harus
bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi orang banyak. Intisari
pendidikan yaitu menyiapkan diri untuk terjun ke masyarakat luas." jawab
Reno tegas.
"Tapi Bapak dan Ibu kecewa padamu, kuliah kamu sudah di drop out, bagaimana kamu bisa memberikan kontribusimu pada masyarakat sedangkan kuliahmu sendiri gagal?"
"Kegagalan hanyalah bagian dari
proses kehidupan, Reno tidak takut menghadapi sebuah kegagalan kecil
karena sesungguhnya kegagalan besar adalah apabila kita terus berdiam
diri tanpa melakukan perjuangan apa-apa. Dan harus diakui bahwa
perjuangan itu memerlukan suatu pengorbanan, antara kuliah atau jadi
aktivis, aku sudah memilih, kuliahku gagal dan dikorbankan,
lalu...Pengorbanan ini jangan pula menjadi siksaan hingga seolah
benar-benar tak ada jalan." kata Reno memberi jawaban yang diplomatis.
Ibunya terdiam dengan banyak keraguan yang terbersit di otak. Berita drop out itu bak petir yang sudah menampar pucuk sanubarinya.
Reno menggenggam jari-jemari ibunya dengan lembut. "Reno janji, Bapak dan Ibu akan bangga pada Reno suatu saat nanti,"
Ayah dan Ibunya masih diam terpaku, di liputi sejuta ragu.
"Bagaimana kamu bisa menepati janjimu
untuk membuat bangga kami berdua jika kamu tak punya bekal ijasah di
tangan? Bukankah kamu ingin segera lulus sarjana hukum dan menjadi
pokrol?" kata Ayahnya kepada Reno.
"Pak...Jika Reno tidak bisa menjadi
sarjana hukum dan pokrol, aku masih bisa menjadi pokrol bambu, seperti
Bung Sjahrir pada saat di interniran di Banda Neira, meskipun Bung
Sjahrir di buang, namun Beliau masih bisa memberikan sesuatu dari
dirinya yang bermanfaat bagi rakyat, Beliau sanggup memberikan
pertolongan untuk rakyat kecil yang terkena kasus hukum dan perlakuan
tidak adil oleh Pemerintah Kolonial Belanda sementara pada waktu itu
Beliau sendiri sedang di hukum dan tanpa gelar sarjana hukum karena
Beliau belum sempat menyelesaikan study-nya di Leiden. Bung
Sjahrir menggunakan veteran KNIL untuk menyambung lidahnya dalam
membantu rakyat. Pengabdian yang penuh dan cita-cita Bung Sjahrir
sesungguhnya adalah kemanusiaan." kata Reno yang terinspirasi dari kisah
hidup Sutan Sjahrir.
Ibu Reno menatap mata anaknya yang
jernih, "Cobaan ini sungguh berat untuk Bapak dan Ibu, tentu buatmu
juga," kata ibunya membaca suasana hati anaknya itu.
"Sangat berat bagiku, Bu. Apalagi aku
telah membuat Bapak dan Ibu kecewa, tapi aku teringat pada sebuah
tulisan Bung Sjahrir tentang betapa beratnya Beliau menerima kenyataan
bahwa Beliau akan di beslit ke Boven Digul yang memiliki tantangan alam
yang sangat keras, namun Beliau terima sebagai berkah untuk mengatasi
kebimbangan hatinya antara memilih keluarga atau bersama-sama dengan
rakyat. Beliau diingatkan pada salah satu yang mengikatnya pada nasib
dan penderitaan bangsa yang berjuta-juta." Reno mendesah panjang dan
berkata. "Peristiwa ini tentu membuatku sedih hatiku, namun sesungguhnya
itu adalah juga berkah untukku agar semakin membulatkan tekadku sebagai
pokrol bambu."
Ayah Reno tersadarkan dan berkata,
"Iya Reno, cobaan berat ini janganlah lekas membuatmu berputus asa,
berusahalah untuk lebih sabar menghadapi hidup dan ikuti kata hatimu
untuk menjadi seorang pokrol, dengan berusaha dan berdoa, niscaya pasti
ada jalan keluarnya! Kami akan mendukung perjuanganmu...."
Reno mengangguk penuh kepastian. "Terimakasih, Pak! Bu!"
- See more at: http://inspirasi.co/inspirasi/forum/post/1796/pokrol_bambu#sthash.v4SSqBqP.dpuf
Reno adalah seorang aktivis kampus yang cerdas, tapi
lantaran jarang mengikuti kuliah di kampus, akhirnya dia terkena drop out.
Reno memang lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan di pergerakan
daripada mengikuti kuliah.
Kedua orang tua Reno di kampung tak
pernah tahu kegiatan Reno sebagai aktivis, tentu mereka hanya tahu bahwa Reno
sedang menuntut ilmu di Fakultas Hukum, berharap suatu saat nanti putranya
menjadi seorang pembela hukum. Dan ketika mendengar berita drop out
orang tuanya itu langsung kecewa dan bersedih hati.
Memang ada segumpal penyesalan yang
membucah di hati Reno, namun dia menyadari sebuah konsekuensi berat harus
dihadapinya dengan lapang dada. Dia pun menemui orangtuanya di kampung.
"Bagaimana jadinya masa depanmu,
kamu sekarang sudah di drop out?" keluh Ibu Reno sambil menangis.
Reno mendekati Sang Ibu, menyusut
bulir-bulir bening yang jatuh di pipi ibunya, "Pendidikan memang begitu
penting Bu, tapi ada yang lebih penting dan malah terpenting dari semua
ini."
"Apa itu?" tanya Ibu Reno tak
mengerti.
"Yang paling penting adalah aku
harus bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi orang banyak. Intisari
pendidikan yaitu menyiapkan diri untuk terjun ke masyarakat luas." jawab
Reno tegas.
"Tapi Bapak dan Ibu kecewa padamu,
kuliah kamu sudah di drop out, bagaimana kamu bisa memberikan
kontribusimu pada masyarakat sedangkan kuliahmu sendiri gagal?"
"Kegagalan hanyalah bagian dari
proses kehidupan, Reno tidak takut menghadapi sebuah kegagalan kecil karena
sesungguhnya kegagalan besar adalah apabila kita terus berdiam diri tanpa
melakukan perjuangan apa-apa. Dan harus diakui bahwa perjuangan itu memerlukan
suatu pengorbanan, antara kuliah atau jadi aktivis, aku sudah memilih, kuliahku
gagal dan dikorbankan, lalu...Pengorbanan ini jangan pula menjadi siksaan
hingga seolah benar-benar tak ada jalan." kata Reno memberi jawaban yang
diplomatis.
Ibunya terdiam dengan banyak keraguan
yang terbersit di otak. Berita drop out itu bak petir yang sudah
menampar pucuk sanubarinya.
Reno menggenggam jari-jemari ibunya
dengan lembut. "Reno janji, Bapak dan Ibu akan bangga pada Reno suatu saat
nanti,"
Ayah dan Ibunya masih diam terpaku, di
liputi sejuta ragu.
"Bagaimana kamu bisa menepati
janjimu untuk membuat bangga kami berdua jika kamu tak punya bekal ijasah di
tangan? Bukankah kamu ingin segera lulus sarjana hukum dan menjadi
pokrol?" kata Ayahnya kepada Reno.
"Pak...Jika Reno tidak bisa menjadi
sarjana hukum dan pokrol, aku masih bisa menjadi pokrol bambu, seperti Bung
Sjahrir pada saat di interniran di Banda Neira, meskipun Bung Sjahrir di buang,
namun Beliau masih bisa memberikan sesuatu dari dirinya yang bermanfaat bagi
rakyat, Beliau sanggup memberikan pertolongan untuk rakyat kecil yang terkena
kasus hukum dan perlakuan tidak adil oleh Pemerintah Kolonial Belanda sementara
pada waktu itu Beliau sendiri sedang di hukum dan tanpa gelar sarjana hukum
karena Beliau belum sempat menyelesaikan study-nya di Leiden. Bung
Sjahrir menggunakan veteran KNIL untuk menyambung lidahnya dalam membantu
rakyat. Pengabdian yang penuh dan cita-cita Bung Sjahrir sesungguhnya adalah
kemanusiaan." kata Reno yang terinspirasi dari kisah hidup Sutan Sjahrir.
Ibu Reno menatap mata anaknya yang
jernih, "Cobaan ini sungguh berat untuk Bapak dan Ibu, tentu buatmu
juga," kata ibunya membaca suasana hati anaknya itu.
"Sangat berat bagiku, Bu. Apalagi
aku telah membuat Bapak dan Ibu kecewa, tapi aku teringat pada sebuah tulisan
Bung Sjahrir tentang betapa beratnya Beliau menerima kenyataan bahwa Beliau
akan di beslit ke Boven Digul yang memiliki tantangan alam yang sangat keras,
namun Beliau terima sebagai berkah untuk mengatasi kebimbangan hatinya antara
memilih keluarga atau bersama-sama dengan rakyat. Beliau diingatkan pada salah
satu yang mengikatnya pada nasib dan penderitaan bangsa yang
berjuta-juta." Reno mendesah panjang dan berkata. "Peristiwa ini
tentu membuatku sedih hatiku, namun sesungguhnya itu adalah juga berkah untukku
agar semakin membulatkan tekadku sebagai pokrol bambu."
Ayah Reno tersadarkan dan berkata,
"Iya Reno, cobaan berat ini janganlah lekas membuatmu berputus asa,
berusahalah untuk lebih sabar menghadapi hidup dan ikuti kata hatimu untuk menjadi
seorang pokrol, dengan berusaha dan berdoa, niscaya pasti ada jalan keluarnya!
Kami akan mendukung perjuanganmu...."
Reno mengangguk penuh kepastian.
"Terimakasih, Pak! Bu!"
- See more
at: http://inspirasi.co/inspirasi/forum/post/1796/pokrol_bambu#sthash.v4SSqBqP.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar