Minggu, 15 November 2015

Rumor Keppres “Bodong” Jaksa Agung Muda




Di tengah krisis multidimensi yang nyaris tiada akhir, isu yang berhembus di masyarakat selalu saja muncul dan kadang mengagetkan. Salah satunya isu keputusan presiden yang dianggap palsu alias bodong.
===========

Gara-gara kode dokumen yang berbeda dari kebiasaan, menyebarlah rumor bahwa surat Keputusan Presiden tentang pengangkatan lima jaksa agung muda dikabarkan palsu. Biasanya surat keputusan presiden untuk pengangkatan pejabat berkode M namun kali ini berkode TPA. Ya, pengangkatan lima jaksa agung muda akhir Oktober lalu dilakukan berdasarkan Keppres Nomor 6/TPA tanggal 23 Oktober 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kejaksaan Agung RI.

Keppres tersebut kemudian dijadikan acuan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo melantik lima Jaksa Agung Muda yang akan membantu tugas-tugasnya di Korps Adhyaksa pada 30 Oktober lalu.

Dalam pelantikan yang digelar di Sasana Baharudin Lopa, Kejagung, Jakarta Selatan, itu Prasetyo melantik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) yang sebelumnya dijabat Widyopramono digantikan Arminsyah, yang sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel).

Widyo menempati posisi barunya sebagai Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Sementara posisi Jamintel yang ditinggalkan Arminsyah diisi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman.

Kemudian posisi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) kini ditempati Noor Rochmad yang sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Kemudian posisi Jamdatun yang ditinggal Noor Rochmad diisi oleh Bambang Setyowahyudi yang sebelumnya sebagai Sesjamdatun.

Dalam pelantikan yang turut dihadiri Kabareskrim Komjen Pol Anang Iskandar itu, Prasetyo menjelaskan pemilihan pejabat eselon I itu ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo yang telah melalui proses penilaian yang dilakukan presiden bersama sejumlah menteri terkait.

"Penentuan JAM ini melalui proses tim penilai dan itu bukan oleh kejaksaan semata tetapi langsung dipimpin Presiden dihadiri Wakil Presiden, Kepala BIN, Menteri PAN-RB, Mensesneg, Seskab, jadi semua ada di sana masing-masing tentunya memiliki kemaslahatan dan manfaat karenanya saya pikir siapapun yang ditunjuk dan diangkat sudah lolos seleksi," tutur Prasetyo.

Menanggapi kabar burung Keppres bodong tersebut, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa Keppres nomor 6/TPA tanggal 23 Oktober 2015, sebagai acuan pengangkatan Jaksa Agung Muda oleh Jaksa Agung HM Prasetyo, adalah benar. "Keppres tersebut benar, sesuai hasil TPA dan ditanda-tangani oleh Bapak Presiden," jelas Pramono, Minggu (8/11).

Selain seputar kode dokumen yang tidak biasa, beredar pula kabar bahwa Keputusan Presiden No 6/TPA Tahun 2015 tentang pengangkatan Jaksa Agung Muda bermasalah. Soalnya, yang mengurus pengangkatan Seskab, tanpa melibatkan Sekneg.

Isu yang beredar itu menyebut kalau sesuai kewenangan dalam Perpres No 24 tahun 2015 pasal 3, Sekneg yang memiliki wewenang. Tapi Seskab Pramono Anung langsung menepis isu itu. "Tidak. Ada tanda tangan Presiden kok dibilang bodong?" ujar Pramono di Jakarta, Rabu (11/11).

Kode penomoran menggunakan huruf “TPA” disebut berbeda dengan sebelumnya. Biasanya kode penomoran untuk pengangkatan pejabat negara menggunakan huruf “M” seperti Keppres Nomor 24/M Tahun 2015 tentang pengangkatan Kepala BPKP.

"Memang kalau pengangkatan yang melalui proses TPA (Tim Penilaian Akhir) itu pakai kode 'TPA'. 'M' itu kalau untuk jabatan yang penunjukan langsung. Ini sudah direvisi, direformasi birokrasi dan memang belum lama. Semua eselon I yang pakai proses di TPA pasti kodenya 'TPA'," terang Pramono.

Kemudian soal dirinya yang memberikan dukungan administrasi atas Keppres tersebut juga dinilai janggal. Pasalnya dukungan administratif pengangkatan pejabat negara biasanya dilakukan oleh Mensesneg. "Jadi Tim Penilai Akhir itu kan memang sekretarisnya itu saya. Makanya saya yang proses suratnya," ujar Pramono.

Perpres No 24/2015 menyebutkan bahwa Mensesneg yang memberikan dukungan administratif terhadap pengangkatan pejabat negara yang ditetapkan Presiden. Berikut kutipan Pasal 3 huruf f Perpres No 24/205: “Dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam pengangkatan, pemberhentian, dan pensiun pejabat negara, pejabat pemerintahan, pejabat lainnya, dan Aparatur Sipil Negara yang wewenang penetapannya berada pada Presiden.” Dan Pasal 3 Perpres Nomor 5 Tahun 2004 membenarkan bahwa Seskab merupakan sekretaris dari Tim Penilai Akhir.

Kejaksaan Agung (Kejagung) pun ikut membantah informasi yang menyebut Keputusan Presiden tentang pengangkatan dan pelantikan pejabat eselon I di lingkungan kejaksaan pada Jumat (30/10) itu bodong alias palsu.

"Informasi yang beredar dan termuat pada media massa mengenai Keppres bodong alias palsu adalah tidak benar," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto di Jakarta, Rabu (11/11).

Dia menjelaskan pelaksanaan pengambilan Sumpah Jabatan, Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pejabat Eselon I tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Prin-076/A/JA/10/2015, tanggal 28 Oktober 2015.

Adapun Surat Perintah Jaksa Agung untuk melaksanakan pengambilan Sumpah Jabatan, Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pejabat Eselon I didasarkan pada Surat Keputusan Presiden RI Nomor 6/TPA Tahun 2015, tanggal 23 Oktober 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kejagung RI.

Karena itu, tegas Amir Yanto, dapat disimpulkan informasi yang beredar dan termuat pada media massa mengenai Keppres “Bodong alias Palsu”sebagai dasar pelaksanaan pengambilan sumpah jabatan, pelantikan dan serah terima jabatan pejabat Eselon I oleh Jaksa Agung adalah tidak benar. “Semuanya sudah jelas, informasi soal Keppres bodong tidak benar,” kata dia.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, ketidak-laziman nomor Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengangkatan lima Jaksa Agung Muda (JAM) karena tidak berkode “M” bukan berarti serta merta Keppres itu bodong.

Yusril mengatakan, perubahan kode dari biasanya menggunakan huruf “M” menjadi huruf “TPA” (Tim Penilai Akhir), bisa jadi lantaran ada perubahan pengarsipan. "Kode surat bisa saja berubah. Ini hanya masalah teknis administratif dan pengarsipan saja," tulis Yusril kepada salah satu laman berita. (BN)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar