Di tengah krisis multidimensi yang nyaris tiada akhir, isu yang berhembus di
masyarakat selalu saja muncul dan kadang mengagetkan. Salah satunya isu
keputusan presiden yang dianggap palsu alias bodong.
===========
Gara-gara
kode dokumen yang berbeda dari kebiasaan, menyebarlah rumor bahwa surat
Keputusan Presiden tentang pengangkatan lima jaksa agung muda dikabarkan palsu.
Biasanya surat keputusan presiden untuk pengangkatan pejabat berkode M namun
kali ini berkode TPA. Ya, pengangkatan lima jaksa agung muda akhir Oktober lalu
dilakukan berdasarkan Keppres Nomor 6/TPA tanggal 23 Oktober 2015 tentang Pemberhentian
dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan
Kejaksaan Agung RI.
Keppres
tersebut kemudian dijadikan acuan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo melantik lima
Jaksa Agung Muda yang akan membantu tugas-tugasnya di Korps Adhyaksa pada 30
Oktober lalu.
Dalam
pelantikan yang digelar di Sasana Baharudin Lopa, Kejagung, Jakarta Selatan,
itu Prasetyo melantik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) yang
sebelumnya dijabat Widyopramono digantikan Arminsyah, yang sebelumnya menjabat
sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel).
Widyo
menempati posisi barunya sebagai Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas).
Sementara posisi Jamintel yang ditinggalkan Arminsyah diisi oleh Kepala
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman.
Kemudian
posisi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) kini ditempati Noor
Rochmad yang sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata
Usaha Negara (Jamdatun). Kemudian posisi Jamdatun yang ditinggal Noor Rochmad
diisi oleh Bambang Setyowahyudi yang sebelumnya sebagai Sesjamdatun.
Dalam
pelantikan yang turut dihadiri Kabareskrim Komjen Pol Anang Iskandar itu,
Prasetyo menjelaskan pemilihan pejabat eselon I itu ditunjuk oleh Presiden Joko
Widodo yang telah melalui proses penilaian yang dilakukan presiden bersama
sejumlah menteri terkait.
"Penentuan
JAM ini melalui proses tim penilai dan itu bukan oleh kejaksaan semata tetapi
langsung dipimpin Presiden dihadiri Wakil Presiden, Kepala BIN, Menteri PAN-RB,
Mensesneg, Seskab, jadi semua ada di sana masing-masing tentunya memiliki
kemaslahatan dan manfaat karenanya saya pikir siapapun yang ditunjuk dan
diangkat sudah lolos seleksi," tutur Prasetyo.
Menanggapi
kabar burung Keppres bodong tersebut, Sekretaris Kabinet Pramono Anung
mengatakan bahwa Keppres nomor 6/TPA tanggal 23 Oktober 2015, sebagai acuan
pengangkatan Jaksa Agung Muda oleh Jaksa Agung HM Prasetyo, adalah benar. "Keppres
tersebut benar, sesuai hasil TPA dan ditanda-tangani oleh Bapak Presiden,"
jelas Pramono, Minggu (8/11).
Selain
seputar kode dokumen yang tidak biasa, beredar pula kabar bahwa Keputusan
Presiden No 6/TPA Tahun 2015 tentang pengangkatan Jaksa Agung Muda bermasalah.
Soalnya, yang mengurus pengangkatan Seskab, tanpa melibatkan Sekneg.
Isu
yang beredar itu menyebut kalau sesuai kewenangan dalam Perpres No 24 tahun
2015 pasal 3, Sekneg yang memiliki wewenang. Tapi Seskab Pramono Anung langsung
menepis isu itu. "Tidak. Ada tanda tangan Presiden kok dibilang
bodong?" ujar Pramono di Jakarta, Rabu (11/11).
Kode
penomoran menggunakan huruf “TPA” disebut berbeda dengan sebelumnya. Biasanya
kode penomoran untuk pengangkatan pejabat negara menggunakan huruf “M” seperti
Keppres Nomor 24/M Tahun 2015 tentang pengangkatan Kepala BPKP.
"Memang
kalau pengangkatan yang melalui proses TPA (Tim Penilaian Akhir) itu pakai kode
'TPA'. 'M' itu kalau untuk jabatan yang penunjukan langsung. Ini sudah direvisi,
direformasi birokrasi dan memang belum lama. Semua eselon I yang pakai proses
di TPA pasti kodenya 'TPA'," terang Pramono.
Kemudian
soal dirinya yang memberikan dukungan administrasi atas Keppres tersebut juga
dinilai janggal. Pasalnya dukungan administratif pengangkatan pejabat negara
biasanya dilakukan oleh Mensesneg. "Jadi Tim Penilai Akhir itu kan memang
sekretarisnya itu saya. Makanya saya yang proses suratnya," ujar Pramono.
Perpres
No 24/2015 menyebutkan bahwa Mensesneg yang memberikan dukungan administratif
terhadap pengangkatan pejabat negara yang ditetapkan Presiden. Berikut kutipan
Pasal 3 huruf f Perpres No 24/205: “Dukungan teknis dan administrasi serta
analisis dalam pengangkatan, pemberhentian, dan pensiun pejabat negara, pejabat
pemerintahan, pejabat lainnya, dan Aparatur Sipil Negara yang wewenang
penetapannya berada pada Presiden.” Dan Pasal 3 Perpres Nomor 5 Tahun 2004
membenarkan bahwa Seskab merupakan sekretaris dari Tim Penilai Akhir.
Kejaksaan
Agung (Kejagung) pun ikut membantah informasi yang menyebut Keputusan Presiden
tentang pengangkatan dan pelantikan pejabat eselon I di lingkungan kejaksaan
pada Jumat (30/10) itu bodong alias palsu.
"Informasi
yang beredar dan termuat pada media massa mengenai Keppres bodong alias palsu
adalah tidak benar," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
Kejagung Amir Yanto di Jakarta, Rabu (11/11).
Dia
menjelaskan pelaksanaan pengambilan Sumpah Jabatan, Pelantikan dan Serah Terima
Jabatan Pejabat Eselon I tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Jaksa
Agung Republik Indonesia Nomor: Prin-076/A/JA/10/2015, tanggal 28 Oktober 2015.
Adapun
Surat Perintah Jaksa Agung untuk melaksanakan pengambilan Sumpah Jabatan,
Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pejabat Eselon I didasarkan pada Surat
Keputusan Presiden RI Nomor 6/TPA Tahun 2015, tanggal 23 Oktober 2015 tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di
Lingkungan Kejagung RI.
Karena
itu, tegas Amir Yanto, dapat disimpulkan informasi yang beredar dan termuat
pada media massa mengenai Keppres “Bodong alias Palsu”sebagai dasar pelaksanaan
pengambilan sumpah jabatan, pelantikan dan serah terima jabatan pejabat Eselon
I oleh Jaksa Agung adalah tidak benar. “Semuanya sudah jelas, informasi soal
Keppres bodong tidak benar,” kata dia.
Pakar
hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, ketidak-laziman nomor Keputusan
Presiden (Keppres) tentang pengangkatan lima Jaksa Agung Muda (JAM) karena tidak
berkode “M” bukan berarti serta merta Keppres itu bodong.
Yusril
mengatakan, perubahan kode dari biasanya menggunakan huruf “M” menjadi huruf “TPA”
(Tim Penilai Akhir), bisa jadi lantaran ada perubahan pengarsipan. "Kode
surat bisa saja berubah. Ini hanya masalah teknis administratif dan pengarsipan
saja," tulis Yusril kepada salah satu laman berita. (BN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar