Rabu, 22 April 2015

Muntah Darah, Advokat Berstatus Terdakwa 'Dipaksa' Sidang


AAI telah melaporkan majelis hakim terkait ke MA.
Muntah Darah, Advokat Berstatus Terdakwa 'Dipaksa' Sidang
Ayu Anggaini tampat lemas di ruang sidang. Foto: Dok AAI
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) menyoroti proses persidangan yang dijalani salah satu anggotanya, Ayu Anggraini yang berstatus terdakwa kasus pemalsuan di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. AAI menuding majelis hakim yang diketuai Muhammad Damis memperlakukan Ayu secara tidak manusiawi, khususnya pada persidangan yang digelar 4 November 2014 dan 9 Desember 2014.

Pada dua momen itu, Ayu yang sedang menderita sakit asma bronchialesehingga sempat muntah darah dipaksa untuk tetap menjalani persidangan. AAI menyatakantindakan majelis hakim patut dianggap melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakimyang telah disepakati bersama antara Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).

“Pada persidangan 4 November dan 9 Desember 2014,anggota kami itu muntah darah ketika menjalani proses persidangan. Tapi, majelis hakim sepertinya kurang peduli terhadap kesehatan Anggraini, karena sidang tetap dilanjutkan,” papar Ketua Umum DPP AAI, Humphrey Djemat dalam siaran pers, Selasa (13/1).

Humphrey mempersoalkan sikap majelis hakim yang memaksakan sidang, padahal sakit yang dialami Ayu didukung keterangan dari dokter Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Makassar, Wahida Jalil, yang menyatakan Ayu harus mendapat perawatan intensif dari dokter ahli penyakit dalam. Keterangan itu lalu diperkuat oleh Kepala Rutan,Budi Sarjono.

Tidak hanya dokter Rutan, Humphreymenyebut dokter pada Rumah SakitBhayangkara dan Rumah SakitStella Maris,Makassar yang telah melakukan pemeriksaan medis terhadap Ayu, juga menyatakan hal yang sama.

“Sayangnya, semua keterangan perihal penyakit anggota kami, serta saran dari dokter maupun Kepala Rutan agar diperlukan perawatan di luar Rutan, tidak ditanggapi majelis hakim. Pada persidangan 9 Desember 2014, (Ayu) Anggraini muntah darah dan lunglai di hadapan hakim. Kini dia dirawat di RS Pelamonia,” jelasnya.

Humphrey semakin mempertanyakan rasa kemanusiaan majelis hakim karena permohonan penangguhan penahanan yang diajukan tim kuasa hukum Ayu sejak 14 Oktober 2014, sampai saat ini belum dikabulkan.

Atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini, AAI telah melaporkan majelis hakim terkait ke MA pada 8 Januari 2015. AAI, kata Humphrey, berharap Ketua MA mencopot ketiga hakim yakni Muhammad Damis, Bonar Harianja dan Kristijan P. Djatipara hakim sebagai majelis hakim yang mengadili Ayu.

“Tindakan mereka itu kami anggap telah melanggar kode etik profesi hakim. Kenapa kami melapor ke MA? Sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Nomor14Tahun 1985 tentang MA, yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 5Tahun 2004, lembaga ini (MA) yang berhak mengawasi perilaku hakim,” papar Humphrey.

Humphrey berharap laporan AAI segera ditanggapi oleh Ketua MA, khususnya Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, yang saat ini dijabat Suwardi. Sebab, jika dibiarkan begitu saja, perilaku seperti yang ditunjukkan majelis hakim perkara Ayuakan menimbulkan preseden buruk bagi profesi hakim.

“Tindakan hakim yang dinilai kurang manusiawi ini saja terjadi pada advokat, profesi yang setara dengan hakim di dalam Catur Wangsa, bagaimana jika dialami masyarakat awam hukum. Dapat dipastikan akan lebih parah lagi,” katanya membandingkan.

Untuk diketahui, Ayu Anggraini berstatus terdakwa karena diduga melakukan delik pemalsuan. Bersama kliennya yang bernama Husain Lewa, Ayu diduga melakukan pemalsuan surat keterangan akta cerai pada catatan sipil. Penuntut umum menjerat Ayu dengan Pasal 242 ayat (1) jo Pasal 55 KUHP.
  (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar