Rabu, 25 Maret 2015

Perkuat Pengawasan Etika Advokat Tantangan Calon Ketum PERADI



Rekrutmen anggota dewan kehormatan advokat diusulkan melalui uji kelayakan dan kepatutan. Hasil putusan dewan kehormatan advokat disampaikan ke pengadilan.
Perkuat Pengawasan Etika Advokat Tantangan Calon Ketum PERADI
Empat kandidat Ketua Umum PERADI, Juniver Girsang, Hasanuddin Nasution, Humphrey Djemat, dan Luhut Pangaribuan dalam acara debat yang diselenggarakan PSHK, IJSL, dan Hukumonline, Rabu (18/3). Foto: RES

Advokat kerap kali mendapat penilaian miring dari kalangan masyarakat. Tak saja dinilai menjadi makelar kasus, banyak juga oknum advokat yang tersandung kasus hukum. Padahal, advokat merupakan officium nobile, profesi terhormat.
 
Hal ini menjadi perhatian empat calon Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yakni Juniver Girsang, Humphrey Djemat, Hasanuddin Nasution, dan Luhut MP Pangaribuan dalam acara debat yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Indonesia Jentera School of Law (IJSL), dan Hukumonline, Rabu (19/3).
 
Merespon pertanyaan yang dilontarkan salah seorang panelis debat, Prof Jimly Asshiddiqie, masing-masing calon Ketua Umum melontarkan gagasan tentang bagaimana penegakan etika profesi advokat yang efektif. Mulai dari pengetatan pengawasan hingga penguatan Dewan Kehormatan PERADI.

Menurut Jimly, etika profesi advokat perlu diperkuat. Sayangnya, standar profesi di bidang hukum belum profesional. Akibatnya, muncullah kriminalisasi profesi. Padahal UU sudah mengatur tegas etika profesi. “Bagaimana memperkuat efektivitas etika itu?” tanya Jimly.

Juniver Girsang mengatakan kehormatan profesi dimulai dengan menegakkan etika. Menurutnya, hal itu adalah prinsip. Makanya, orang yang duduk di Dewan Kehormatan PERADI harus orang yang bersih dari cacat hukum. Soalnya, sebagai orang yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik, Dewan Kehormatan harus diisi oleh orang-orang yang bersih.

Selain itu, terhadap oknum advokat yang telah divonis hukuman lantaran pelanggaran etik harus diberitahukan kepada pihak pengadilan. Dengan begitu, orang yang akan menggunakan jasa hukum advokat dapat mengetahui rekam jejaknya. Menurutnya, selama ini masih terdapat advokat yang dihukum karena pelanggaran etik, tapi tetap bisa beracara di persidangan.

“Kalau sekarang orang yang disidang dan diskor masih bisa bersidang. Karena orang tidak tahu,” katanya.

Hasanuddin Nasution mengatakan dewan kehormatan advokat harus tangguh. Makanya, rekrutmen anggota dewan kehormatan advokat mesti dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Menurutnya, dewan kehormatan advokat tak saja diisi dari kalangan advokat, tapi juga akademisi.

“Untuk menjaga kompetensi, kredibel, apa dimungkinkan melakukan seleksi yang ketat mengukur kemampuan mereka,” katanya.

Humprey R Djemat mengatakan persoalan menegakkan kode etik bukan persoalan mudah. Pelanggaran etik advokat kerap menjadi persoalan yang menahun. Menurutnya, menegakkan kode etik advokat mesti dimulai dari penguatan PERADI. Dia yakin kuatnya perangkat organisasi advokat mampu membuat profesi advokat menjadi bermartabat.

“Tak saja di bibir, organisasi advokat mesti membuktikan komitmen dalam penegakan hukum yang bermartabat tanpa melanggar kode etik,” ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) itu berpandangan, peranan organisasi PERADI amat menentukan dalam membentuk advokat yang bermartabat. Dengan catatan, adanya penguatan komisi pengawas etik. “Supaya tertanam profesi yang bermartabat,” katanya.

Sementara, Luhut MP Pangaribuan mengatakan PERADI mesti menjadikan advokat sebagai profesi terhormat. Tak saja menjadikan advokat bertanggungjawab, tapi juga tak melanggar kode etik dalam menjalankan tugasnya. Menurutnya, advokat merupakan profesi yang disandang orang pintar.

“Makanya, advokat mesti beretika dalam menjalankan tugas pembelaan terhadap kliennya. Kalau advokat tidak beretika, dia tidak lagi advokat, tapi bandit. Ini organisasi advokat bukan bandit. Ini misi saya supaya tidak terjadi itu,” katanya.

Luhut berjanji akan membawa angin perubahan pada tubuh PERADI jika terpilih menjadi ketua umum. Menurunya, kode etik advokat mesti ditegakkan tanpa pandang bulu. Sebab dengan begitu, profesi advokat akan terjaga martabatnya.
 
“Menjadikan PERADI bukan kelompok oligarki. Tapi dengan reformasi yang ada, saya akan bawa perubahan di PERADI,” pungkas wakil ketua umum PERADI periode 2010-2015 itu. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar