Jumat, 06 Februari 2015

Advokat yang Sering Beracara di MK Buka Suara Soal Briefing Saksi



Penetapan tersangka Bambang Widjojanto dinilai cederai profesi advokat.
Advokat yang Sering Beracara di MK Buka Suara Soal Briefing Saksi
Andi Asrun. Foto: RES

Sejumlah advokat yang sering beracara di Mahkamah Konstitusi (MK) buka suara soal kebiasaan pengacara melakukan briefing saksi sebelum menjalani persidangan. Salah seorang advokat, Andi Asrun menyatakan briefing saksi merupakan hal yang wajar dalam proses beracara di persidangan.
Ia bersama sejumlah advokat lainnya merasa perlu menjelaskan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, Bareskrim Mabes Polri menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dengan dugaan pidana menyuruh saksi untuk memberikan keterangan palsu di sidang MK.
Andi mengatakan briefing saksi diperbolehkan sepanjang tidak mengarahkan. Apalagi para saksi tersebut diharapkan hakim dapat memberikan keterangan secara benar, jelas, dan terang benderang sesuai fakta. "Tentu tanpa ada rasa gugup sesuai fakta yang mereka lihat, dengar, dan ketahui," katanya di KPK, Rabu (28/1).
Ia menjelaskan, sebagai advokat yang sering beracara di MK, mengumpulkan saksi sebelum bersidang bukan sesuatu yang haram. Tidak semua saksi terbiasa dengan suasana sidang. Oleh karena itu, pengacara bisa melakukan briefing agar kesaksian disampaikan secara jelas dan benar.
Advokat lainnya, Heru Widodo menyampaikan kedatangan mereka hanya untuk mmberikan gambaran kepada KPK mengenai proses persidangan di MK. Dalam persidangan itu, hakim menuntut agar pengacara menyiapkan saksi-saksi yang akan diajukan untuk diperiksa di persidangan.
"Dengan briefing dan melatih bagimana saksi berbicara, bukan berarti mengarahkan. Kami tidak melatih saksi untuk berbicara sesuai keinginan penasehat hukum, tapi kami memberitahukan agar saksi menerangkan apa yang mereka ketahui dan bagaimana cara mereka menyampaikannya di persidangan," ujarnya.
Hal itu, menurut Heru, dilakukan agar proses persidangan berjalan lancar. Di dalam persidangan MK pun, saksi-saksi tidak diperiksa satu persatu melainkan bersama-sama. Ada sekitar 20 saksi yang diperiksa bersamaan agar mereka semua bisa saling mendengar keterangan masing-masing saksi.
Dengan demikian, para advokat tersebut menegaskan tidak ada yang salah dengan kegiatan briefing saksi sepanjang advokat itu tidak mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan yang tidak benar. Kegiatan briefing sah-sah saja agar para saksi dapat mengungkapkan fakta secara jelas.
Mengenai status Bambang yang ketika itu bertindak selaku kuasa hukum pasangan calon Bupati Kotawaringin Barat, advokat lainnya, Saur Siagian menyatakan, semestinya Polri melaporkan Bambang terlebih dahulu ke organisasi advokat. "Ini pencideraan yang luar biasa bagi profesi kami sebagai advokat," tuturnya.
Maka dari itu, Saur menganggap ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin menghabisi KPK dengan menggunakan profesi advokat. Ia menyampaikan protes keras kepada Kepolisian karena telah menetapkan Bambang sebagai tersangka saat Bambang menjalankan profesinya sebagai advokat.
"Kami sebagai advokat yang juga pejuang hukum memberikan penguatan kepada KPK. KPK tidak boleh berhenti, bahkan harus lebih berani menghadapi hal ini. Dengan memakai profesi advokat untuk dikriminalisasi, mereka juga pada saat yang sama mengkriminalisasi KPK," ucapnya.
Sementara, Bambang mengungkapkan, kedatangan rekan-rekan advokat PERADI adalah untuk memberikan pandangan mengenai proses beracara di MK. Bambang mengatakan seorang advokat dalam rangka konsultasi dengan klien dapat berkomunikasi dengan para saksi yang akan dihadirkan kliennya.
Namun, komunikasi yang dimaksud Bambang tidak dalam arti mengarahkan keterangan saksi. Apabila proses yang dilakukan advokat ini dianggap sebagai tindak pidana, Bambang khawatir semua advokat di Indonesia akan mendapatkan masalah karena mereka bisa dikriminalisasi.
"Kalau sampai ada kriminalisasi pada pekerjaan lawyer, artinya organisasi profesi lawyer mendapat masalah karena semuanya akan kena. Itulah sebabnya PERADI menjadi relevan. Kalau tidak, nanti konsultasi hukum yang dilakukan antara lawyer dengan kliennya bisa disebut perbuatan melawan hukum," terangnya.
Hak imunitas
Selain menjelaskan proses beracara di MK, Andi juga menjelaskan perlunya revisi undang-undang atau penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang memberikan imunitas kepada pimpinan KPK. Ia berpendapat, pimpinan KPK perlu diberi hak imunitas selama menjalankan tugasnya.
"Hak imunitas diperlukan apabila ada satu kesalahan atau dugaan tindak pidana sebelum periode mereka jadi pimpinan KPK. Maka itu, sebaiknya (proses hukum ini) ditunda sampai selesai masa jabatan mereka. Baru kemudian (setelah selesai) mereka baru diperiksa," katanya.
Lebih dari itu, Andi memuji langkah Presiden Joko Widodo yang membentuk tim sembilan. Menurut Andi tim independen tersebut dapat memberikan pandangan objektif terhadap kasus ini tanpa melibatkan orang-orang yang berpretensi memberikan pengaruh negatif kepada Presiden.
Andi menilai tim sembilan perlu bertemu KPK. Tim sembilan ini berdiri di tengah-tengah dan tidak berpihak kepada KPK maupun Polri. "Intinya kedua institusi harus diselamatkan. Jangan sampai perseteruan ini berlanjut karena yang bergembira adalag koruptor," tandasnya. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar