Seharusnya setiap advokat memiliki hak dan kedudukan yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi advokat tanpa pandang bulu.
Mereka meminta MK memberi tafsir konstitusional atas berlakunya pasal tersebut dengan meneguhkan sistem one man one vote. Dengan harapan agar proses pemilihan calon Ketua Umum PERADI periode ketiga dalam Musyawarah Nasional (Munas) PERADI di Makassar akhir Maret mendatang menggunakan sistem one man one vote sesuai kesepakatan Munas PERADI April 2010 di Pontianak.
“Sistem one man one vote sudah disepakati dalam Munas PERADI 2010, sehingga seharusnya proses pemilihan calon Ketua Umum PERADI dengan sistem itu,” ujar salah satu pemohon Ikhwan Fahrojih usai mendaftarkan pengujian UU Advokat ini di Gedung MK, Rabu (18/2).
Pasal 28 ayat (1) menyebutkan, “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.” Ayat (2)-nya menyebutkan, “Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.”
Ikhwan mengungkapkan saat Munas PERADI 2010 proses pemiliha nKetua Umum DPN PERADI periode kedua (2010-2015), PERADI tidak menggunakan sistem pemilihan langsung atau one man one vote, melainkan sistem perwakilan sesuai Pasal 32 Anggaran Dasar (AD) PERADI Desember 2004. AD mengatur hak suara dalam Munas diwakili DPC dengan ketentuan setiap 30 anggota PERADI di suatu cabang memperoleh satu suara.
“Tidak dijalankan rekomendasi sistem one man one vote ini membuat pertikaian antar organisasi advokat tak kunjung usai hingga kini. Seharusnya ini tidak terulang dalam pemilihan Ketua Umum DPN PERADI periode ketiga (2015-2020) jika ingin mempersatukan kembali organisasi advokat,” kata Ikhwan.
Menurutnya, mengacu Pasal 28 UU Advokat itu seharusnya setiap advokat memiliki hak dan kedudukan yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi advokat tanpa pandang bulu. “Apakah dia advokat senior atau yunior sama-sama punya hak yang sama,” tegasnya.
Faktanya, prinsip kesetaraan yang diamanatkan pasal itu dimaknai kurang tepat oleh PERADI melalui anggaran dasarnya karena pemilihannya dengan sistem perwakilan. Hal ini bentuk tindakan diskriminatif bagi advokat karena hanya memberi hak suara kepada segelintir anggota profesi advokat sesuai Pasal 32 AD PERADI. Sementara anggota profesi advokat lain termasuk para pemohon tidak diberi hak memilih pengurus DPN PERADI.
“Ini nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” dalihnya.
Untuk itu, lanjutnya, para pemohon meminta tafsir konstitusional bersyarat dengan menyatakan Pasal 28 ayat (1) UU Advokat sepanjang dimaknai “Organisasi Advokat merupakan wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat dimana pengurus pusatnya dipilih secara langsung oleh para anggota profesi Advokat secara demokratis dan bebas melalui pemungutan suara secara individual.”
“Pasal 28 ayat (2) UU Advokat dinyatakan konstitusional sepanjang dimaknai, ‘Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat dan tata cara pemilihan pengurus pusat secara langsung oleh para anggota profesi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,” demikian bunyi petitum dalam permohonannya.(www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar