Jumat, 23 Januari 2015

Migrant Care: Ketua RT Lebih Tegas dari Jokowi

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah (sumber: Istimewa)

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak ingin mengintervensi konflik antara Polri dan KPK.
Bahkan, dengan lantang, Anis menyatakan, pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang Ketua Rukun Tetangga. Menurutnya, saat ini Indonesia membutuhkan sosok Jokowi sebagai presiden, bukan sebagai petugas partai.
"Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang Ketua Rukun Tetangga. Kita butuh seorang presiden bukan petugas partai. Kita butuh ketegasan Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi. Jokowi seharusnya berani memerintahkan Wakapolri untuk membebaskan Bambang Widjojanto, bukan justru membiarkan proses kriminalisasi berjalan terus," kata Anis di Gedung KPK, Jumat (23/1).
Anis mengecam pernyataan Presiden Joko Widodo yang tidak memberikan solusi atas kriminalisasi terhadap Bambang Widjojanto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Pernyataan Jokowi tidak mencerminkan seorang kepala negara yang berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi," tegasnya.
Anis menyatakan, Jokowi tidak berani mengambil sikap tegas berdiri paling depan dalam pemberantasan korupsi. Sebaliknya, Jokowi sengaja membiarkan pelemahan KPK. Sikap Jokowi ini dikhawatirkan Anis akan menghambat upaya pemberantasan korupsi.
"Jokowi juga sengaja membiarkan perseteruan antara KPK dan Polri terus tak berkesudahan. Pemberantasan korupsi akan terhambat karena saling sandera. Jokowi, benar-benar mengecewakan seluruh rakyat Indonesia," ungkapnya.
Untuk itu, Anis memberi Jokowi batas waktu hingga esok hari untuk membebaskan Bambang. Jika hal itu tidak dilakukan, Anis meminta rakyat Indonesia bergerak bersama membebaskan Bambang dan menyelematkan KPK.
"Sekali lagi kami meminta Jokowi untuk menyelematakan KPK. Jika hingga besok pagi belum dibebaskan maka kami akan meminta seluruh rakyat Indonesia untuk bergerak membebaskan Bambang Widjojanto dan menyelematkan KPK. Jokowi harusnya perintahan Wakapolri bebaskan BW," katanya.
Ungkapan kekecewaan atas sikap Jokowi juga disampaikan Advokat senior, Todung Mulya Lubis.
"Saya amat kecewa dengan pernyataan Jokowi di depan Istana Bogor," kata Todung.
Todung menyatakan, sebagai Presiden, Jokowi seharusnya menjaga KPK dari intervensi pihak manapun termasuk kepolisian, partai politik dan media.
Todung menyatakan, sulit bagi publik untuk tidak mengaitkan penangkapan Bambang Widjojanto dengan kasus yang menjerat Kapolri terpilih Komjen Pol Budi Gunawan. Apalagi, proses penangkapan terhadap Bambang dilakukan dengan cara yang tidak beradab dan mengabaikan etika.
"Kalau ada bukti yang kuat silakan di proses, tapi cara-caranya kita protes karena tidak beradab. Ada etika sesama institusi penegak hukum. Saya bayangkan cicak buaya jilid dua," ungkapnya.
Meski sedang berada dalam konflik, Todung mendukung KPK tidak mundur dalam memberantas korupsi. Todung menyatakan, upaya pemberantasan korupsi tidak boleh menjadi lemah, meski KPK hanya memiliki tiga komisioner.
"Meskipun komisoner cuma tiga, kita pastikan tidak akan lemah pemberantasan korupsi," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno di kompleks Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/1) menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan dengan Wakil Kapolri Badrodin Haiti dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyatakan tak mau mencampuri penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Presiden juga meminta agar hal tersebut tidak membuat friksi antar institusi.
"Sudah dilaporkan semua, presiden tidak mencampuri proses hukum. Dipersilakan pada dua institusi tadi menyelesaikan persoalan hukum secara benar, profesional, sesuai aturan perundangan yang berlaku," kata Tedjo. (www.beritasatu.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar