Sabtu, 01 November 2014

Seniman Bisa Menjaminkan Karyanya Untuk Berutang di Bank

* UU Hak Cipta

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif segera mendekati Bank Indonesia.

Seniman Bisa Menjaminkan Karyanya Untuk Berutang di Bank
Ketua Pansus RUU Hak Cipta Didi Irawadi. Foto: SGP

Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta Didi Irawadi mengatakan berdasarkan RUU Hak Cipta yang telah disetujui DPR dan pemerintah, seniman dapat memperoleh pinjaman dari Bank dengan “menjaminkan” karyanya.
“Di RUU Hak Cipta ini, sebuah karya yang menjadi hak cipta seniman bisa dijadikan jaminan fidusia (jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud,-red),” ujarnya dalam acara sosialisasi UU Hak Cipta di Jakarta, Senin (29/9).
Didi menilai aturan ini merupakan sebuah sejarah bagi seniman di Indonesia. “Ini bisa jadi sejarah. Seniman tidak perlu ragu lagi mendapat pinjaman ke Bank. Asal ada karya hebat, seniman bisa menjaminkannya. Dulu seniman hebat hidupnya susah, sekarang tidak boleh lagi,” tambahnya.
Ketentuan itu diatur Pasal 16 ayat (3) RUU Hak Cipta yang tinggal menunggu tanda tangan presiden itu. Pasal 16 ayat (3) berbunyi, “Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia”.
Sementara, Pasal 16 ayat (4) menyatakan, “Ketentuan mengenai hak cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menyambut baik kehadiran aturan yang dianggap menghargai karya seniman ini. “Ada pasal hak cipta bisa dijadikan jaminan untuk ke Bank. Saya sangat bahagia. Ini merupakan hasil diskusi selama ini,” ujarnya.
Mari memaparkan bahwa tidak sedikit seniman yang mengeluh kepadanya karena karyanya seperti tidak dihargai. “Kalau mereka tidak bisa menggunakan karya mereka sebagai value, ya agak sulit untuk berkembang,” tambahnya.
Meski begitu, Mari menilai aturan ini butuh penjabaran lebih lanjut. Yakni, bagaimana bank bisa menilai karya seorang seniman dan menetapkan harganya. “Bagaimana bisa di-appraisal? Bagaimana bank bisa menilai lagunya bisa hit atau tidak?” tuturnya.
Mari mengatakan ini merupakan pekerjaan rumah berikutnya. Ia menilai perlu ada edukasi yang luar biasa kepada lembaga keuangan atau bank terkait aturan baru ini. Ia pun sudah berancang-ancang mendiskusikan hal ini dengan Bank Indonesia (BI). “Kami belum tembus ke BI,” ujarnya.
“Jadi, perbankan belum bisa ‘goal’. Saya harus perjuangkan ke BI dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan,-red). UU ini bisa memperkuat argumen kita ke perbankan,” tambahnya.
Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkumham Prof. Ahmad Ramli mengatakan selama ini ada anggapan bahwa yang bisa dijaminkan ke Bank adalah benda-benda yang berwujud, seperti tanah dan sebagainya. Padahal, jaminan terhadap barang tidak berwujud seperti hak cipta sudah diatur di negara-negara lain.
“Misalnya di Amerika Serikat. Developer Software bisa dapat bantuan lembaga keuangan, dan itu yang membuat dia menjadi sangat hebat,” jelasnya.
Ramli mengungkapkan hal tersebut yang ingin disasar oleh pemerintah dan DPR di Indonesia. “Misalnya ada grup Band. Dia sangat potensial. Jadi, dia cukup gandeng Bank. Lalu, di-appraisal (nilai,-red) oleh Bank apakah layak atau tidak. Kalau menurut bank bakal booming, bank bisa kasih mereka kredit,” paparnya.  
Namun, Ramli menyadari bahwa kehadiran pasal jaminan fidusia dalam RUU Hak Cipta ini tidak serta merta membuat bank dengan mudahnya memberikan pinjaman dengan jaminan hak cipta dari seorang seniman. Ia mengatakan bahwa pasal ini akan efektif bila pembayaran royalti ke seniman benar-benar lancar sehingga hak ciptanya bisa dilihat bank memiliki nilai dan menyetop pembajakan.
“Itu (penertiban pembayaran royalti dan pembajakan,-red) yang akan kami hajar dulu,” pungkasnya. (www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar