Sabtu, 01 November 2014

Pengacara Lega RUU Advokat Tak Berhasil Disahkan

Otto Hasibuan, Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengaku lega karena DPR tidak berhasil membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat yang sebelumnya akan disahkan DPR periode lalu untuk menggantikan UU Nomor 18 Tahun 2003.


"RUU Advokat sudah berakhir, karena tidak jadi diundangkan masa DPR yang lalu (periode 2009-2014-Red.)," kata Otto usai dikukuhkan menjadi  profesor kehormatan (honorary professor) Universitas Jayabaya (Ubaya) Jakarta, Selasa (14/10).

Karena tidak bisa dibahas dan disahkan, maka sesuai aturan, kata Otto, RUU tersebut tidak bisa dioper ke DPR periode 2014-2019 yang baru dilantik.
"RUU itu menjadi selesai dan tidak bisa di-cary over. Jadi wacana RUU itu sudah mati. Tapi kita tidak tahu, apakah DPR yang akan datang masih membicarakan itu atau tidak," ucapnya.

Jika DPR periode ini kembali akan mengusulkan RUU Advokat, tandas Otto, Peradi tidak alergi dengan upaya perubahan, asalkan RUU Advokat itu untuk memperkuat, profesi, posisi, dan fungsi avokat, bukan melemahkannya seperti RUU kemarin.

"Kita tidak alergi dengan perubahan. Tetapi artinya, RUU Advokat yang betul-betul bermutu dan berpihak pada rakyat, berpihak kepada pencari keadilan, karena kita berjuang untuk single bar," tandasnya.

Perjuangan itu bukan hanya demi kepentingan advokat itu sendiri, tapi untuk menguatkan advokat melalu pendidikan advokat berstandar bagus, karena jika advokatnya kredibel dan jujur, maka rakyat yang mengambil keuntungannya, khususnya para pencari keadilan.

"Organisasi advokat itu mau 100 20.000 atau berapapun tidak masalah, karena itu meyangkut kebebasan berserikat. Itu diperbolehkan, tetapi yang memiliki kewenangan tunggal menjalankn fungsi organisasi hanya satu organisasi," tandas Otto.

Menurut Otto, munculnya RUU Advokat merupakan buah kesalahpahaman bahwa tidak boleh mendirikan banyak organisasi advokat. "Boleh organisasi banyak, tetapi yang penting punya kewenangan itu hanya satu. Jadi organisasi advokat tunggal itu bukan hanya organisasinya satu, tetapi fugsi pemgang itu hanya satu," tandas Otto. 

Menurutnya, sesuai dengan amanat UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003, hal itu sudah dijalankan dengan membentuk wadah induk tunggal, yakni Peradi yang sudah berjalan usai UU tersebut disahkan, yakni dibentuknya Peradi.

Peradi, kata Otto, optimistis bisa menghadapi berbagai tantangan dengan cara mengevaluasi dan melakukan mekanisme superketat dalam mendidik dan menguji calon advokat agar rakyat bisa mendapatkan jasa advokat profesional.

"Kita sudah menemukan jawaban kenapa advokat itu 'berkelahi' dan pecah, ini bukan soal organisasinya, tapi soal kultur. Jadi kalau kultur advokat itu diubah, maka dikemudian hari kultur advokat itu akan menjadi baik, menjadi kuat," tegasnya.

Bukan hanya mecetak advokat profesional, namun juga mempunyai kejujuran, serta tidak terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

"Jadi kalau orangnya bagus, maka jika ada advokat yang melanggar, itu bisa diawasi oleh organisasi. Kalau advokatnya pintar, maka bisa membela kliennya dengan baik. Tapi pintar saja tidak cukup, karena juga harus jujur," tandasnya. (www.gatra.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar